
Rupiah Sakti! Mata Uang Eropa Dibabat Habis

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mengalami tekanan melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini, hingga membukukan pelemahan 1,28% ke Rp 14.370/US$. Tetapi, kinerja berbeda ditunjukkan melawan mata uang Eropa di mana rupiah justru sangat perkasa.
Melansir data Refinitiv, rupiah mampu menguat 0,78% melawan euro, ke Rp 17.042,82/EUR. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak akhir Maret. Selain itu, rupiah juga mampu mencatat penguatan 4 pekan beruntun melawan mata uang 19 negara ini.
Sementara itu poundserling juga mengalami pelemahan 4 pekan beruntun hingga kembali ke bawah Rp 20.000/GBP. Sepanjang pekan lalu, poundsterling melemah 0,85% melawan rupiah ke Rp 19.843,53/GBP, yang merupakan level terendah sejak awal Mei.
Rupiah paling garang menghadapi krona Swedia yang dibuat ambrol hingga 2,5% ke 1.662,04/SEK, terkuat sejak awal April.
Mata Uang Garuda juga mampu menguat melawan franc Swiss yang dianggap sebagai mata uang safe haven. Franc dibuat melemah hingga 1,41% ke Rp 15.572,17/CHF. Sama dengan krona, franc berada di level terlemah sejak awal April.
Sementara itu, berhadapan dengan mata uang Asia, rupiah justru bervariasi dengan mayoritas melemah. Rupiah hanya mampu menguat melawan Won Korea Selatan, peso Filipina dan dolar Singapura.
Selain itu, rupiah juga mencatat penguatan tajam melawan dolar Australia dan dolar Kanada.
Rupiah memang sedang bertenaga dalam beberapa pekan terakhir, sebab data-data ekonomi menunjukkan bangkitnya perekonomian dan berpeluang lepas dari resesi di kuartal II-2021.
Sektor manufaktur kembali menunjukkan kenaikan di bulan Mei naik ke 55,3 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Terus meningkatnya ekspansi sektor manufaktur tentunya menjadi kabar bagus bagi Indonesia, dan memperkuat optimisme akan lepas dari resesi di kuartal II-2021. Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Selain itu, inflasi juga menunjukkan kenaikan di bulan Mei juga naik 0,32% pada Mei 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan Mei 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi tercatat 1,68%.
Inflasi inti dilaporkan tumbuh 1,37% YoY, sama persis dengan konsensus. Kenaikan inflasi tersebut bisa menjadi indikasi daya beli masyarakat yang membaik.
Data lain menunjukkan konsumen semakin percaya diri melihat perekonomian saat ini dan beberapa bulan ke depan. Ini terlihat dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK periode Mei 2021 sebesar 104,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 101,5.
Konsumen yang semakin pede, menjadi indikasi peningkatan konsumsi, yang semakin menguatkan ekspektasi Indonesia lepas dari resesi di kuartal ini. Apalagi BI juga melaporkan penjualan ritel akhirnya mengalami pertumbuhan untuk pertama kalinya setelah mengalami kontraksi selama 16 bulan beruntun.
BI melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada April 2021 berada di 220,4. Naik 17,3% MtM dan 15,6% YoY.
April merupakan awal kuartal II-2021, sehingga ekspektasi Indonesia lepas dari resesi semakin kuat.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rupiah Bersiap Hadapi Tapering
