
Awas 'Setan' Taper Tantrum Gentayangan! Gegara The Fed

Dari dalam negeri, investor juga patut mencermati dua rilis data yaitu perdagangan internasional dan pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2021 pada 15 Juni 2021.
Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor akan tumbuh 55,945% dibandingkan Mei 2020 (year-on-year/yoy), sementara impor diperkirakan tumbuh lebih tinggi yaitu 66,23% yoy. Namun neraca perdagangan diperkirakan tetap bisa surplus, bahkan cukup besar yaitu US$ 2,13 miliar.
Sebagai perbandingan, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekspor di 57,49% yoy dan impor melesat 65%. Neraca perdagangan diproyeksikan surplus US$ 2,3 miliar.
Surplus neraca perdagangan yang terus tercipta menandakan pasokan devisa dari sisi perdagangan tetap memadai. Ini bisa menjadi modal untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Kami memperkirakan surplus neraca perdagangan yang tinggi kemungkinan masih akan bertahan hingga semester I-2021 karena kinerja ekspor yang solid seiring peningkatan permintaan dunia dan kenaikan harga komoditas. Pada semester II-2021, impor akan mulai bisa mengejar karena peningkatan permintaan domestik baik untuk konsumsi maupun kebutuhan investasi," sebut Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri.
Selain itu, ekspor yang tumbuh tinggi membawa harapan akan masa depan ekonomi yang cerah. Kemungkinan besar Indonesia sudah bisa keluar dari 'jurang' resesi ekonomi pada kuartal II-2021. Salah satu 'juru selamat' ekonomi Tanah Air adalah ekspor yang ciamik.
Kemudian pada 17 Juni 2021, BI akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG). Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan rekan tetap mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%.
"Penurunan suku bunga acuan mungkin sudah tidak menjadi pertimbangan BI. Dalam rapat terakhir, Gubernur Perry bahkan mulai membuka ruang untuk pengetatan kebijakan, meski horizonnya jangka panjang, mungkin tahun depan," kata Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Danareksa Sekuritas.
Apalagi aura tapering off The Fed semakin hari semakin terasa. Ini membuat posisi rupiah menjadi rentan digoyang seiring meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan dunia.
Menjaga stabilitas nilai tukar adalah mandat utama BI. Jika suku bunga turun, maka imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah akan turun sehingga kehilangan daya tarik. Ini akan membuat rupiah menjadi tertekan, sesuatu yang sangat tidak diinginkan oleh MH Thamrin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)