
Awas 'Setan' Taper Tantrum Gentayangan! Gegara The Fed

Pekan depan, terdapat sejumlah sentimen yang akan mempengaruhi pasar. Sentimen utama yang wajib dimonitor adalah rapat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) pada 16-17 Juni 2021.
Pelaku pasar memperkirakan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat masih akan mempertahankan suku bunga di 0-0,25%. Mengutip CME FedWatch, peluangnya adalah 96%.
![]() |
Namun bukan suku bunga yang menjadi perhatian. Pelaku pasar ingin mencari petunjuk apakah The Fed punya rencana untuk mengurangi gelontoran likuiditas dalam bentuk pembelian surat berharga (quantitative easing). Saat ini quantitative easing bernilai US$ 120 miliar per bulan.
Saat the Fed mulai mengurangi quantitative easing, maka era pengetatan alias tapering off resmi dimulai. Dimulai dengan menurunkan jumlah pembelian aset, tapering akan berakhir kala suku bunga acuan dikerek ke atas. Ketika itu terjadi, maka kebijakan moneter sudah sah tidak lagi longgar.
Berdasarkan survei yang dilakukan Reuters terhadap 50 ekonom/analis, kemungkinan The Fed belum akan mengumumkan pengurangan quantitative easing bulan ini. Pengumuman sepertinya akan terjadi pada Agustus atau September 2021, tetapi quantitative easing baru benar-benar dilakukan pada awal 2022.
Sebanyak 26% responden memperkirakan pengumuman tapering akan terjadi paling cepat saat pertemuan tahunan di Jackson Hole pada 26-28 Agustus 2021, sementara 32% lainnya memperkirakan saat rapat bulanan September 2021. Sisa 42% responden memperkirakan pengumuman akan lebih lama dari itu.
Kemudian 31% respondem memperkirakan pengurangan quantitative easing akan berlangsung pada kuartal IV-2021 dan 58% 'meramal' bakal terjadi pada kuartal II-2022. Lalu 7% responden memperkirakan tapering baru dimulai pada kuartal III-2022 dan masing 2% memproyeksi akan terjadi pada kuartal IV-2022.
![]() |
Apapun itu, yang jelas kebijakan moneter AS tidak bisa selamanya ultra-longgar seperti sekarang. Apalagi ekonomi Negeri Stars and Stripes terus menunjukkan tanda-tanda kebangkitan setelah terpukul hebat oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Pemulihan ekonomi akan menyebabkan tekanan inflasi, sehingga perlu direspons dengan pengetatan kebijakan moneter.
"Vaksinasi yang masif dan berbagai stimulus membuat permintaan tumbuh lebih cepat dari pasokan. Ini menyebabkan efek samping berupa inflasi. Meski The Fed berulang kali menegaskan bahwa tekanan inflasi ini hanya sementara, tetapi 'mantra' itu semakin lama semakin basi," tegas Sal Guateri, Ekonom Senior BMO Capital Markets, seperti dikutip dari Reuters.
Pengetatan kebijakan oleh The Fedakan sangat mempengaruhi pasar keuangan dan perekonomian dunia. Misalnya, begitu quantitative easing dikurangi maka pasokan likuiditas global tidak akan semelimpah sekarang. Akibatnya, aset-aset berisiko menjadi kurang diminati karena dengan likuiditas yang lebih terbatas tentu lebih baik bermain aman di instrumen safe haven. Istilah kerennya, flight to quality, terjadi perpindahan arus modal ke aset dengan kualitas lebih baik.
Belum lagi kalau suku bunga acuan sampai naik. Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi di aset-aset berbasis dolar AS, terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Arus modal akan berkerumun di sekitar US Treasury Bonds sementara aset-aset berisiko di negara berkembang hanya kebagian remah-remah rengginang.
Halaman Selanjutnya --> Pantau Data Perdagangan dan Bunga Acuan
(aji/aji)