
'Setan' Taper Tantrum Bergentayangan, Rupiah Balik Kanan

Sementara dari sisi eksternal, investor sedang memasang mode wait and see. Ini tampak di pasar saham AS yang kurang bergairah.
Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah tipis 0,09%. Sementara S&P 500 menguat tipis 0,02% dan Nasdaq Composite bertambah 0,31%.
"Pasar menunggu rilis data inflasi, pernyataan dari The Fed (The Federal Reserve, bank sentral AS), dan musim laporan keuangan. Tidak banyak yang memotivasi pasar hari ini," ujar Paul Nolte, Portofolio Manager di Kingsview Asset Management yang berbasis di Chicago (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Pada Kamis malam waktu Indonesia, US Bureau of Labor Statistics akan merilis data inflasi Indeks Harga Konsumen periode Mei 2021. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi AS bulan lalu adalah 4,7% dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya (year-on-year/yoy). Lebih cepat ketimbang laju bulan sebelumnya yaitu 4,2% yoy dan jika terwujud bakal menjadi yang tercepat sejak September 2008.
Perkembangan inflasi tentu akan menjadi warna dalam pertemuan The Fed minggu depan. Jika laju inflasi diperkirakan bakal stabil di atas target 2%, maka bukan tidak mungkin The Fed bakal mulai melakukan pengetatan alias tapering off. Suku bunga mungkin tetap bertahan rendah, tetapi gelontoran likuiditas (quantitative easing) kemungkinan bisa dipangkas dari saat ini yang US$ 120 miliar per bulan.
Pengurangan likuiditas akan membuat pasokan dolar AS berkurang. Seperti halnya barang, mata uang pun kalau pasokannya terbatas harga bakal 'naik'. So, tidak heran dolar AS sedang sulit ditaklukkan, termasuk oleh rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
