
Pan Brothers Minta Moratorium Kewajiban di Singapura, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan tekstil nasional, PT Pan Brothers Tbk (PBRX) berencana melakukan moratorium (penundaan) atas kewajibannya di Singapura. Perusahaan diagendakan akan melakukan dengar pendapat (hearing) di Pengadilan Tinggi Singapura hari ini, Jumat (4/6/2021).
Pengajuan tersebut terdaftar dengan nomor perkara HC/OS 515/2021 menurut file yang diterima CNBC Indonesia.
Adapun pengajuan ini didasarkan pada atas pasal 64 dari Undang-Undang No. 40 Tahun 2018 tentang Kepailitan, Restrukturisasi dan Pembubaran (Insolvency, Restructuring and Dissolution Act 2018/IRDA) milik pemerintah Singapura.
"Di mana perusahaan mengusulkan, atau bermaksud untuk mengusulkan, kompromi atau pengaturan antara perusahaan dan kreditornya atau kelas kreditor tersebut," demikian mengutip UU tersebut, Jumat (4/6/2021).
Dalam penyelesaian perkara ini, Pan Brothers diwakili oleh Emmanuel Duncan Chua dan Shriram Jayakumar dari Wong & Leow LLC.
Hanya saja, belum dijelaskan moratorium atas kewajiban yang dimaksud.
Laporan keuangan PBRX 2020 hanya mencatat bahwa perusahaan pernah melakukan penawaran Global Notes pada 26 Januari 2017 sebesar US$ 200 juta dengan final order book oversubscribe (jumlah pemesanan) membludak empat kali lipat sejumlah lebih dari US$ 800 juta dari 106 investor.
Penawaran ini dilakukan melalui entitas anak yang berkedudukan di Belanda, yaitu PB International B.V. (PBI). Suku bunga Notes ini sebesar 7,625% per tahun dan jatuh tempo pada 26 Januari 2022, dengan bunga yang dibayar setiap 6 bulan. Surat utang ini didaftarkan di Singapura Stock Exchange mulai 27 Januari 2017.
Di lain pihak, di dalam negeri, baru-baru ini perusahaan juga digugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII).
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, perkara ini didaftarkan pada Senin (24/5/2021) dengan nomor 245/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst.
Saat ini porsi pendanaan dari Maybank dari total utang sindikasi dan bilateral perseroan kurang dari 4,5%.
Sebelumnya, Pan Brothers memperoleh penurunan Peringkat Jangka Panjang Issuer Default Rating (IDR) perusahaan dari C menjadi RD atau Restricted Default oleh lembaga pemeringkat global Fitch Ratings. Peringkat utang RD itu adalah satu tingkat di atas D atau default (gagal bayar).
Penurunan peringkat ke 'RD' mengikuti event of default yang terjadi karena gagal bayar PBRX pada beberapa fasilitas bank dan berakhirnya periode perjanjian standstill pada 12 Februari 2021.
"Belum ada perpanjangan pada standstill yang telah disetujui bersamaan oleh semua bank sindikasi dan bilateral hingga saat ini, walaupun diskusi terus berlanjut," tulis pernyataan resmi Fitch.
Peringkat Nasional 'RD' mengindikasikan suatu emiten,dalam pandangan Fitch Ratings, telah mengalami gagal bayar atas surat utang, pinjaman atau kewajiban keuangan material lainnya tetapi belum menjalani pengajuan pailit, pengawasan (administration receivership), likuidasi atau prosedur formal penutupan perusahaan lainnya, dan juga tidak menghentikan kegiatan bisnis.
Fitch menyatakan penurunan peringkat merefleksikan gagal bayar pada fasilitas perbankan menyusul berakhirnya perjanjian standstill.
Manajemen perusahaan menyebut kondisi keuangan perusahaan menjadi lebih challenging akibat adanya pandemi Covid-19. Hal ini berdampak pada rantai pasokan garmen yang disebabkan guncangan permintaan dan pasokan eksternal.
Saat ini perusahaan tengah menghadapi peningkatan siklus konversi kas industri yang berdampak signifikan terhadap permintaan modal kerja, pengurangan fasilitas trade secara drastis dan penurunan rating kredit.
"Perseroan masih terus membayar bunga atas kewajibannya dan secara aktif berhubungan dengan kreditor dengan tujuan untuk merestrukturisasi hutang dengan cara konsensual," terang perusahaan.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Digugat PKPU, Ini Penjelasan Manajemen Pan Brothers