Capital Inflow & Dolar AS Galau, Rupiah ke Zona Hijau!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 May 2021 16:00
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah tertahan di zona merah nyaris sepanjang perdagangan, rupiah akhirnya berbalik menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (31/5/2021). Aliran modal yang kembali masuk ke dalam negeri, serta dolar AS yang sedang galau membuat rupiah mampu berbalik menguat.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan stagnan di Rp 14.280/US$. Setelahnya rupiah melemah hingga 0,18% ke Rp 14.305/US$. Pelemahan rupiah berhasil dipangkas, hingga akhirnya berbalik menguat beberapa menit sebelum pasar Indonesia ditutup.

Rupiah berakhir di Rp 14.275/US$, atau menguat tipis 0,04%.

Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, rupiah berada di papan tengah pada hari ini. Hingga pukul 15:14 WIB, dolar Taiwan memimpin penguatan sebesar 0,66%, sementara rupee India dan peso Filipina melemah melawan dolar AS.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Rupiah sedikit tertekan akibat kenaikan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di dalam negeri. Jumlah kasus Covid-19 beberapa kali di atas 6.000 di pekan lalu, termasuk 2 hari terakhir. Rata-rata dalam 2 pekan terakhir juga naik menjadi 5.449 kasus, dibandingkan 2 pekan sebelumnya 4.463 kasus.

Kenaikan tersebut tentunya memicu kecemasan pasar akan kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 pasca libur Lebaran, yang tentunya berisiko memperlambat pemulihan ekonomi jika pembatasan sosial kembali diketatkan.

Tetapi, rupiah mendapat tenaga dari capital inflow. Dari pasar saham, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) Rp 774 miliar di pasar reguler. Sementara jika ditambah dengan pasar nego dan tunai net buy tercatat sebesar Rp 748 miliar.

Pada pekan lalu, investor asing melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 861 miliar di pasar reguler, dan Rp 2,11 triliun jika ditambah dengan pasar nego dan tunai.

Sementara itu dari pasar obligasi, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang pekan ini hingga Kamis (27/5/2021), terjadi capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 1,64 triliun.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar AS Sedang Galau

Dolar AS sedang galau belakangan ini. Data yang dirilis dari AS menunjukkan berlanjutnya pemulihan ekonomi Paman Sam.

Data yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat sebelum pasar AS dibuka menunjukkan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE). Data tersebut merupakan inflasi acuan bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Inflasi PCE inti dilaporkan tumbuh 3,1% year-on-year (yoy) di bulan April, jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya 1,8% yoy. Rilis tersebut juga lebih tinggi ketimbang hasil survei Reuters terhadap para ekonomi yang memprediksi kenaikan 2,9%. Selain itu, rilis tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak Juli 1992, nyaris 30 tahun terakhir.

Meski demikian, The Fed memprediksi tingginya inflasi hanya sementara, dan ke depannya akan kembali melandai. Sehingga kebijakan ultra-longgar belum akan dirubah, yang tentunya memberikan keuntungan bagi emas.

"Betul, kita akan melihat inflasi yang lebih tinggi. Namun sebagian besar bersifat temporer. Akan tiba saatnya kita akan bicara soal perubahan kebijakan moneter, tetapi tidak sekarang saat pandemi belum usai," kata James Bullard, Presiden The Fed cabang St Louis, dalam wawancara dengan Yahoo Finance.

Sehari sebelumnya, data menunjukkan pada pekan yang berakhir 22 Mei 2021, jumlah klaim tunjangan pengangguran turun 38.000 menjadi 406.000. Ini adalah jumlah klaim terendah sejak Maret tahun lalu. Perlahan tetapi pasti, pasar tenaga kerja AS bangkit menuju normal sebelum terhantam pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

"Ekonomi terus berlari. Ke depan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh keluarnya tabungan masyarakat yang menumpuk pada masa pandemi," kata Scott Hoyt, Ekonom Senior Moody's Analytics, seperti dikutip dari Reuters.

Sementara itu, data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang dirilis Jumat lalu menunjukkan posisi jual (short) dolar AS berada di level tertinggi sejak akhir Februari. Nilai net short dolar AS pada pekan yang berakhir 25 Mei dilaporkan sebesar US$ 27,89 miliar, naik tajam dibandingkan posisi net short sepekan sebelumnya US$ 15,07 miliar.

Naiknya posisi net short tersebut menunjukkan banyak pelaku pasar yang memprediksi dolar AS akan melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular