
Capital Inflow & Dolar AS Galau, Rupiah ke Zona Hijau!

Dolar AS sedang galau belakangan ini. Data yang dirilis dari AS menunjukkan berlanjutnya pemulihan ekonomi Paman Sam.
Data yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat sebelum pasar AS dibuka menunjukkan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE). Data tersebut merupakan inflasi acuan bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Inflasi PCE inti dilaporkan tumbuh 3,1% year-on-year (yoy) di bulan April, jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya 1,8% yoy. Rilis tersebut juga lebih tinggi ketimbang hasil survei Reuters terhadap para ekonomi yang memprediksi kenaikan 2,9%. Selain itu, rilis tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak Juli 1992, nyaris 30 tahun terakhir.
Meski demikian, The Fed memprediksi tingginya inflasi hanya sementara, dan ke depannya akan kembali melandai. Sehingga kebijakan ultra-longgar belum akan dirubah, yang tentunya memberikan keuntungan bagi emas.
"Betul, kita akan melihat inflasi yang lebih tinggi. Namun sebagian besar bersifat temporer. Akan tiba saatnya kita akan bicara soal perubahan kebijakan moneter, tetapi tidak sekarang saat pandemi belum usai," kata James Bullard, Presiden The Fed cabang St Louis, dalam wawancara dengan Yahoo Finance.
Sehari sebelumnya, data menunjukkan pada pekan yang berakhir 22 Mei 2021, jumlah klaim tunjangan pengangguran turun 38.000 menjadi 406.000. Ini adalah jumlah klaim terendah sejak Maret tahun lalu. Perlahan tetapi pasti, pasar tenaga kerja AS bangkit menuju normal sebelum terhantam pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
"Ekonomi terus berlari. Ke depan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh keluarnya tabungan masyarakat yang menumpuk pada masa pandemi," kata Scott Hoyt, Ekonom Senior Moody's Analytics, seperti dikutip dari Reuters.
Sementara itu, data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang dirilis Jumat lalu menunjukkan posisi jual (short) dolar AS berada di level tertinggi sejak akhir Februari. Nilai net short dolar AS pada pekan yang berakhir 25 Mei dilaporkan sebesar US$ 27,89 miliar, naik tajam dibandingkan posisi net short sepekan sebelumnya US$ 15,07 miliar.
Naiknya posisi net short tersebut menunjukkan banyak pelaku pasar yang memprediksi dolar AS akan melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
