Analisis

Masa Depannya Stagnan, Nasib Saham ADRO-HRUM dkk Bagaimana?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
28 May 2021 11:55
Aktifitas Bongkar Muat Batubara di Pelabuhan Cilincing
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak berjangka (future) batu bara termal ICE Newcastle cenderung menanjak hingga di atas US$ 100/ton dan menyentuh rekor tertinggi tahun ini. Bahkan, harga batu bara sempat mencatatkan reli penguatan selama 4 hari, atau sejak Kamis (20/5) pekan lalu.

Sementara, pada perdagangan Kamis (27/5) kemarin, harga batu bara berada di US$ 114,90/ton atau naik 2,36% dari harga sebelumnya yang sebesar US$ 112,25/ton.

Di tengah kabar baik ini, ada kabar yang kurang menggembirakan untuk sektor pertambangan batu bara Ibu Pertiwi, salah satunya dari prediksi bos PT United Tractors Tbk (Tbk) Frans Kesuma.

Frans meramal permintaan batu bara akan stagnan di masa depan seiring seiring dengan perkembangan renewable energy atau energi baru terbarukan(EBT) dan kapasitas energi atau energy storage.

Selain Frans, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dalam acara 'Indonesia Investment Forum 2021' secara virtual, Kamis (27/5/2021), juga mengatakan, pemerintah Indonesia juga berencana akan berhenti mengoperasikan PLTU berbahan bakar batu bara secara bertahap dan akan berfokus pada EBT.

Tidak hanya itu, di bidang pembiayaan, sejumlah bank besar juga menyatakan akan mengurangi porsi kredit untuk sektor batu bara.

Pada awal Mei lalu, Asian Development Bank (ADB) mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi mendanai proyek yang berkaitan dengan eksplorasi atau produksi tambang batu bara, minyak bumi dan gas alam secara global.

Selain ADB, baru-baru ini juga Malayan Banking Berhad atau Maybank memutuskan akan menghentikan pembiayaan untuk aktivitas pertambangan batu bara. Pada 2025, Maybank berencana mengalokasikan RM 50 miliar dalam upaya mendorong pembiayaan berkelanjutan.

Tahun lalu, pesaing Maybank, CIMB Group Holdings Bhd, juga telah berkomitmen untuk menghapus batu bara dari portofolionya per 2040.

Lantas, bagaimana kinerja dan prospek saham-saham batu bara Tanah Air?

Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara singkat lima saham batu bara yang memiliki kinerja terbaik dari seluruh emiten batu bara di Bursa Efek Indonesia (BEI) dibandingkan yang lainnya dalam sebulan dan secara year to date (ytd).

Apabila menilik tabel di atas, tercatat kinerja saham terbaik dalam sebulan dan ytd diduduki oleh tiga saham yang tergolong memiliki nilai transaksi lebih kecil dari 'raksasa' batu bara, seperti Adaro Energy (ADRO), United Tractors (UNTR) atau Bukit Asam (PTBA) yang bisa mencapai puluhan miliar rupiah.

Rerata nilai transaksi ketiga saham tersebut--ARII, BSSR dan MBAP--merentang di kisaran puluhan sampai ratusan juta rupiah.

Data BEI mencatat saham ADRO sebulan minus 4% dan ytd turun 19%, PTBA sebulan turun 9% dan ytd juga turun 22%, UNTR sebulan naik 1,51% dan ytd minus 18%, sementara saham Indo Tambangraya Mega (ITMG) naik 9,3% sebulan dan minus 7% ytd.

Adapun dua saham sisanya yang ada di daftar lima besar tersebut tergolong 'pemain gede', yakni emiten milik taipan Kiki Barki, HRUM, dan emiten milik pengusaha Dato' Low Tuck Kwong, BYAN.

Saham ARII berhasil meroket 117,24% dalam sebulan, kendati secara ytd masih terkoreksi 4,55%. Namun, perlu dicatat, saham ini sering kali 'stagnan'. Contohnya, pada 3-11 Mei saham ARII tercatat tidak bergerak.

Selanjutnya ada saham BSSR yang melesat 22,26% dalam sebulan, sementara naik 8,55% secara ytd.

Di bawah ARII dan BSSR ada saham HRUM yang berhasil terkerek 5,37% dalam 30 hari terakhir, sementara sejak awal tahun saham ini melonjak tajam 71,14%.

NEXT: Benarkah Prospek Stagnan?

Kendati, prospek jangka menengah dan panjang batu bara tampak kurang menggembirakan, sektor batu bara tampaknya masih mendapatkan katalis positif pada tahun ini.

Harga batu bara untuk tahun ini diramal akan lebih baik ketimbang tahun lalu. Apalagi, negara konsumen sekaligus produsen terbesarnya yaitu China diperkirakan ekonominya akan tumbuh dengan pesat.

Permintaan batu bara global tahun ini masih akan ditopang oleh pasar Asia Pasifik dengan China dan India sebagai motor penggeraknya. Di Amerika Serikat (AS) dan Eropa pandemi Covid-19 semakin membulatkan tekad negara-negara Barat untuk beralih dari sumber energi fosil tersebut ke alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Konsumsi batu bara yang besar di China mendorong produsen batu bara asing untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

Menurut catatan Reuters, impor batu bara China mencapai 303,99 juta ton tahun lalu, yang merupakan rekor tertinggi.

Adapun impor batu bara China didominasi oleh batu bara uap yang memiliki harga rata-rata yang rendah. Menurut prediksi analis, jika pandemi Covid-19 mereda pada 2021, impor batu bara China akan meningkat pada 2021-2025.

Sejurus dengan itu, Indonesia, bersama dengan eksportir batu bara lainnya, akan diuntungkan dengan adanya larangan impor batu bara Australia oleh China sejak tahun lalu.

Mengacu pada pemberitaan Reuters, 8 April lalu, produsen batu bara Tanah Air telah menandatangani perjanjian pengiriman batu bara senilai US$ 1,5 miliar dengan China pada November tahun lalu.

Selain itu, kabar baik lainnya ialah terkait Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang resmi menaikkan target produksi batu bara pada 2021 ini sebesar 75 juta ton menjadi 625 juta ton dari target awal 550 juta ton.

Adapun dasar pertimbangan keputusan ini antara lain karena dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor pertambangan pada 2020 mengakibatkan penurunan keekonomian kegiatan pertambangan secara global, sehingga perlu adanya dukungan pemerintah melalui penambahan jumlah produksi batu bara 2021 untuk penjualan ke luar negeri.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Batu Bara Cetak Rekor Lagi, Saham Produsennya On Fire!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular