Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil melesat 4,06% ke posisi 6.481,77 selama sepekan lalu (4-8 Oktober), saham batu bara tercatat ditutup bervariasi.
Data BEI mencatat, sebagian saham mengalami pelemahan cukup dalam salah satunya disebabkan oleh penurunan harga batu bara dunia pada paruh kedua perdagangan minggu lalu.
Meski dalamĀ 2 hari perdagangan pertama minggu lalu harga batu bara melesat tajam masing-masing 10,3% dan 12,45%, akan tetapi setelahnya dalamĀ 2 hari beruntun harga komoditas ini ambruk masing-masing 15,71% dan 4,7%. Pada perdagangan akhir pekan, harga kembali naik tipis 0,38%.
Harga batu bara tidak membukukan kenaikan atau penurunan sepanjang pekan lalu. Mengawali pekan di US$ 225,75/ton, harga si batu hitam finis di posisi yang sama.
Dalam sebulan terakhir, harga batu bara naik 32.39% secarapoint-to-point. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga meroket 191,93%.
Pekan lalu indeks saham energi turut mendorong IHSG dengan menguat 4,87% hanya kalah dari Indeks saham sektor barang konsumen non-siklikal yang memimpin kenaikan indeks sektoral yakni sebesar 6,58%.
Kenaikan harga energi tersebut dipicu oleh adanya krisis energi yang melanda berbagai negara akibat kelangkaan pasokan gas.
Reli harga komoditas yang turut mendorong harga saham produsennya, misalnya saham batu bara, migas, hingga sawit.
Dengan harga gas yang naik terus, perburuan terhadap sumber-sumber energi primer pun menggila. Bahkan batu bara yang sebelumnya sempat 'dicuekin' kini kembali dilirik.
NEXT: Simak Rapor Saham Batu Bara
Berikut perubahan harga saham si batu hitam pekan lalu (4-8 Oktober)
- ABM Investama (ABMM), +17,20%, ke Rp 1.465/saham
- Indika Energy (INDY), saham +7,96%, ke Rp 2.170/saham
- Bayan Resources (BYAN), +5,03%, ke Rp 28.700/saham
- Bumi Resources (BUMI), +2,38%, ke Rp 86/saham
- Golden Energy Mines (GEMS), +1,19%, ke Rp 4.240/saham
- Prima Andalan Mandiri (MCOL), +1,15%, ke Rp 1.760/saham
- Indo Tambangraya Megah (ITMG), +1,12%, ke Rp 24.850/saham
- Adaro Energy (ADRO), +0,93%, ke Rp 2.170/saham
- Alfa Energi Investama (FIRE), +0,75%, ke Rp 675/saham
- United Tractors (UNTR), -3,60%, ke Rp 26.125/saham
- Atlas Resources (ARII), -3,61%, ke Rp 320/saham
- Bukit Asam (PTBA), -3,81%, ke Rp 2.780/saham
- Delta Dunia Makmur (DOID), -5,71%, ke Rp 330/saham
- Harum Energy (HRUM), -6,01%, ke Rp 7.825/saham
- TBS Energi Utama (TOBA), -7,56%, ke Rp 550/saham
- Golden Eagle Energy (SMMT), -9,01%, ke Rp 202/saham
- Borneo Olah Sarana Sukses (BOSS), -10,62%, ke Rp 110/saham
- Mitrabara Adiperdana (MBAP), -11,99%, ke Rp 3.670/saham
Menurut data di atas dari 18 saham yang diamati, pergerakan saham batu bara benar-benar bervariasi dengan 9 saham tercatat naik dan 9 lainnya tercatat turun.
Saham ABMM tercatat mengalami lonjakan paling besar, naik 17,20% dalam sepekan, diikuti oleh INDY dan BYAN yang masih mampu naik lebih dari 5%, masing-masing sebesar 7,96% dan 5,03%. Selanjutnya saham BUMI tercatat naik 2,38%.
Adapun lima saham emiten batu bara lain mengalami kenaikan kurang dari 2% dalam sepekan, masing-masing adalah GEMS, MCOL, ITMG, ADRO dan FIRE.
Sementara itu pelemahan paling dalam dicatatkan oleh MBAP yang terkoreksi 11,99% pada perdagangan pekan lalu, emiten lain yang sahamnya juga tertekan dalam adalah BOSS, melemah 10,62%.
Selanjutnya terdapat SMMT yang harganya turun 9,01%, diikuti oleh TOBA, HRUM dan DOID yang masing-masing melemah 7,56%, 6,01% dan 5,71%.
Adapun tiga sisanya PTBA, ARII dan UNTR masing-masing terkoreksi sebesar 3,81%, 3,61% dan 3,60%.
Lonjakan batu bara akhir-akhir ini ditopang oleh persediaan yang menipis di tengah permintaan yang meningkat karena pembukaan aktivitas ekonomi. Naiknya harga minyak bumi dan gas alam juga mempengaruhi kinerja batu bara yang akhir-akhir ini mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang masa.
Kenaikan harga gas alam menjadi faktor utama lonjakan harga batu bara. Saat gas alam semakin mahal, maka insentif untuk berpaling ke sumber energi primer alternatif meningkat. Salah satunya adalah batu bara.
Akan tetapi saat harga aset melambung tinggi, maka risiko untuk jatuh menjadi sangat besar. Dalam kasus baru bara, itulah yang terjadi.
Pelemahan harga batu bara ikut menyebabkan beberapa emiten kinerja sahamnya tertekan pada perdagangan pekan lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA