Analisis

Selamat! 10 Saham Jawara Sebulan, Awas Harga Kemahalan Guys

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
27 May 2021 09:15
Bursa efek Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Di saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merah selama sebulan terakhir, terdapat 10 saham yang mencatatkan kinerja yang moncer. Bahkan, salah satu di antaranya mampu 'terbang' setinggi 220% sepanjang Mei ini. Sementara, beberapa lainnya hampir menyentuh angka lonjakan 100%.

Namun, ada satu hal yang perlu dicermati dari melesatnya saham-saham tersebut, yakni soal valuasi saham.

Lantas, pertanyaannya, bagaimana dengan valuasi 10 saham tersebut?

Apakah harga saham-saham tersebut saat ini sudah sesuai dengan 'jeroan' keuangan perusahaan atau malah sudah kemahalan?

Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas rasio harga saham-saham tersebut dengan menggunakan tilikan price earnings ratio (PER), rasio price book value (PBV).

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah. PER biasanya akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sementara, PBV adalah metode valuasi yang membandingkan harga saham suatu emiten dengan nilai bukunya. Biasanya perbankan memakai rasio ini mengingat memasukkan indikator aset.

Semakin rendah PBV, biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara rule of thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Berikut tabel yang berisi PER dan rasio PBV 10 saham top gainers dalam sebulan.

Berdasarkan tabel di atas, dari 10 saham yang diamati, 5 saham memiliki PER negatif. PER negatif menandakan emiten sedang mengalami rugi bersih.

Kelima saham tersebut ialah saham emiten teknologi yang menyediakan perangkat lunak dan perangkat keras platform untuk Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yakni Kioson (KIOS, dan Matahari Putra Prima (MMPA) atau pengelola Hypermart.

Kemudian, ada saham pengelola Sentul City (BKSL), saham emiten teknologi dan investasi Grup Lippo, Multipolar (MLPL), dan saham Grup Kresna KREN.

Lalu, tiga saham tercatat punya PER di bawah angka 10 kali, yakni duo saham baja, ISSP dan BAJA, serta saham emiten produsen tepung tapioka dan pemanis BUDI.

Lebih lanjut, dua saham memiliki PER yang luar biasa tinggi, mencapai lebih dari 200%, yakni bank Grup MNC BABP dan saham emiten yang bergerak di bidang pemasaran perdagangan digital DMMX.

Adapun, tiga saham memiliki rasio PBV yang di bawah angka 1 atau rule of thumb, yakni BKSL, ISSP dan BUDI. Kemudian, ada dua saham yang memiliki PBV jauh di atas angka 1, yakni DMMX dan MPPA.

NEXT: Yuk Dibahas Saham-sahamnya

Mari kita bahas sedikit saham yang memiliki PER dan PBV tertinggi.

Apabila menilik data di tabel halaman sebelumnya, saham DMMX memiliki PER tertinggi, sementara MPPA mencatatkan rasio PBV paling gede. Selain PER yang tinggi, rasio PBV DMMX juga tergolong tinggi, berada di bawah MPPA.

Saham DMMX memiliki PER 261,68 kali, jauh di atas rule of thumb 10 kali. Adapun PBV DMMX sebesar 12,78 kali.

Memang, kinerja keuangan DMMX sepanjang 9 bulan pertama tahun lalu tergolong positif. Pendapatan DMMX melonjak 270,37% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 347,83 miliar per akhir September 2020. Laba bersih perusahaan pun melesat 236,15% menjadi Rp 24,80 miliar pada kuartal III tahun lalu.

Seiring kenaikan harga yang luar biasa akhir-akhir ini, saham DMMX masuk radar pemantauan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 19 Mei lalu, lantaran pergerakan saham di luar kebiasaan atau unusual market activity (UMA).

Saham emiten yang masuk ke dalam indeks IDX TECHNO ini sempat dikaitkan dengan artis dan public figure ternama, Raffi Ahmad, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan keterbukaan informasi di BEI, DMMX tercatat bekerjasama dengan perusahaan milik Raffi Ahmad, artis yang biasa dijuluki 'Sultan Andara', untuk membentuk perusahaan patungan.

DMMX menggandeng RANS Entertainment (RANS), talent agency milik Raffi Ahmad, untuk membangun platform pemasaran media sosial digital dan pendirian joint venture (JV), PT DMMX Rans Digital (DIGIRANS). Perusahaan ini akan mengelola platform tersebut. DMMX memiliki 33,33% saham senilai Rp 300 juta.

Sementara, saham MPPA memiliki PER negatif sehingga tidak bisa dihitung. Untuk PBV, saham MPPA tergolong sangat mahal, yakni sebesar 46,88 kali.

Kenaikan saham MPPA sepanjang tahun ini didorong oleh sejumlah sentimen, mulai dari masuknya investor asing asal Singapura, Temasek, momentum bulan puasa dan lebaran, sampai yang terbaru soal masuknya decacorn penyedia jasa ride-hailing Gojek ke saham perusahaan.

Gojek masuk ke saham MPPA dengan membeli sebagian 4,76% saham yang sebelumnya dimiliki oleh sang induk MPPA, PT Multipolar Tbk (MLPL). Pada 11 Mei lalu, pihak Multipolar resmi mengumumkan masuknya Gojek ke MPPA lewat PT Pradipa Darpa Bangsa.

Informasi saja, sebanyak 99,996% saham Pradipa dipegang oleh PT Aplikasi Karya Anak Bangsa, pemilik Gojek, dan sebesar 0,004% dipegang oleh PT Dompet Karya Anak Bangsa alias GoPay.

Mengenai kinerja keuangan, kinerja Matahari Putra Prima dalam 4 tahun belakangan tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Pasalnya, sejak 2017 MPPA terus mengalami rugi bersih.

Terbaru, pengelola Hypermartini membukukan rugi bersih Rp 405,31 miliar pada 2020. Angka ini berkurang 27% dari rugi bersih tahun sebelumnya yang sebesar Rp 552,68 miliar.

Adapun pada 2018 MPPA juga mencatatkan rugi, yakni sebesar Rp 898,27 miliar, sementara tahun 2017 emiten ini menanggung rugi Rp 1,24 triliun. Pendapatan usaha MPPA pun menyusut dari Rp 8,64 triliun pada 2019 menjadi Rp 6,75 triliun pada tahun lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Emiten Grup Lippo Multipolar Jual Saham MPPA Rp 355 M

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular