Kenapa Heboh dengan IPO GoTo? Cek Dulu Fakta Jeroan Bisnisnya

Tri Putra, CNBC Indonesia
21 May 2021 09:25
Ilustrasi Ojek Online
Foto: Gojek dan Tokopedia Bentuk GoTo (Dok. GoTo)

Bisnis ride-hailing sejatinya masih belum terbukti mampu membukukan laba bersih. Hal ini bisa dilihat dari perusahaan serupa yang sudah melantai di bursa saham global seperti pencetus dan perusahaan ride hailing terbesar di dunia Uber serta sainganya Lyft.

Untuk Uber, ternyata perseroan sejak tahun 2014 belum mampu membukukan laba bersih sekalipun kecuali di tahun 2018, tepat sebelum Uber IPO di tahun 2019 dimana Uber berhasil untung US$ 997 miliar itupun karena tambahan dari laba lain-lain.

Sisanya Uber terus merugi dimana pada 2020 Uber terpaksa boncos hingga US$ 6,76 triliun meskipun sejatinya rugi bersih Uber turun dari tahun 2019 di angka US$ 8,5 triliun.

Penurunan rugi bersih terjadi karena perseroan menyerukan pemotongan biaya operasi di tahun 2020 kemarin dimana salah satunya dengan mengurangi iklan dan promo. Alhasil beban operasi Uber turun dari US$ 21,15 miliar di tahun 2019 menjadi US$ 17,48 miliar di tahun 2020.

Hal yang serupa terjadi pula di perusahaan pesaing Uber yakni Lyft dimana tak sekalipun sejak tahun 2016 Lyft berhasil membukukan laba bersih. Tercatat di tahun 2020 ini Lyft terpaksa merugi US$ 1,75 miliar meskipun turun dari kerugian bersih 2019 di angka US$ 2,6 miliar.

Menurunya rugi bersih Lyft, sama seperti Uberm juga terjadi karena di tahun 2020 perseroan berusaha memangkas beban operasinya hingga turun cukup drastis dari US$ 6,31 miliar di tahun 2019 menjadi US$ 4,17 miliar di tahun 2020.

Tren pemotongan iklan dan promo ini diharapkan kedepanya akan terus berlanjut hingga kedua perseroan mampu membukukan laba bersih, akan tetapi hingga laporan keuangan kedua perusahaan berubah menjadi hijau, cuan dari bisnis ride hailing masih berupa ilusi semata.

(trp/hps)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular