Market Cap BCA Naik Rp 10 T, Unilever Bangkit Salip Astra

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
17 May 2021 11:47
Bank BCA
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia pada pekan lalu hanya diperdagangkan selama dua hari, yakni Senin (10/5/2021) dan Selasa (11/5/2021), karena adanya libur panjang memperingati Hari Raya Idul Fitri 1442 H.

Pekan lalu, IHSG menguat 0,17%. Secara harian, pada perdagangan akhir pekan lalu yang berakhir Selasa (11/5/2021), IHSG ditutup melemah 0,63% ke level 5.938,35.

Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 12,08 miliar dan investor juga masih memborong saham-saham di pasar reguler sebanyak Rp 965 miliar sepanjang pekan lalu.

Walaupun sepanjang pekan lalu IHSG masih menguat dan asing juga tercatat masih mempercayai pasar saham RI, tapi mayoritas nilai kapitalisasi pasar 10 terbesar (big cap) kembali mengalami penurunan pada pekan lalu.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga Selasa pekan lalu, total dari 10 besar kapitalisasi pasar saham-sahamĀ big capĀ kembali turun menjadi Rp 2.877 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp 2.888 triliun.

Perkembangan Market Cap Emiten Big Cap 10 Besar (RP T)

No.Emiten11 Mei 2021No.Emiten7 Mei 2021No.Emiten30 April 2021
1.Bank Central Asia/BBCA7911.Bank Central Asia/BBCA7811.Bank Central Asia/BBCA782
2.Bank Rakyat Indonesia/BBRI4872.Bank Rakyat Indonesia/BBRI4952.Bank Rakyat Indonesia/BBRI495
3.Telkom/TLKM3153.Telkom/TLKM3163.Telkom/TLKM317
4.Bank Mandiri/BMRI2734.Bank Mandiri/BMRI2754.Bank Mandiri/BMRI285
5.Unilever/UNVR2155.Astra/ASII2165.Unilever/UNVR229
6.Astra/ASII2126.Unilever/UNVR2116.Astra/ASII223
7.Chandra Asri/TPIA1567.Chandra Asri/TPIA1677.Chandra Asri/TPIA180
8.Sampoerna/HMSP1518.Sampoerna/HMSP1508.Sampoerna/HMSP154
9.Bank Jago/ARTO1449.Bank Jago/ARTO1399.Bank Jago/ARTO139
10.Emtek/EMTK13310.Emtek/EMTK13810.Emtek/EMTK137

Sumber: BEI, berdasarkan data harga saham, Selasa (11/5/2021)

Berdasarkan data di atas, mayoritas big cap masih mengalami penurunan market cap-nya, hanya enam saham yang market cap-nya masih cenderung menguat.

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih menjadi 'raja kapitalisasi pasar' hingga Selasa (11/5/2021) pekan lalu, dengan nilai market cap-nya sebesar Rp 791 triliun atau naik Rp 10 triliun dan menjadi kenaikan terbesar.

Selanjutnya, di posisi kedua masih diduduki oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai market cap-nya sebesar Rp 487 triliun atau masih turun Rp 8 triliun.

Sementara untuk market cap PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) kembali menduduki posisi ke-5 atau di atas saham PT Astra International Tbk (ASII). Market cap UNVR pada pekan lalu naik Rp 4 triliun menjadi Rp 215 triliun. Sedangkan market cap ASII turun Rp 4 triliun menjadi Rp 212 triliun.

Kapitalisasi pasar atau market cap adalah nilai pasar dari sebuah emiten, perkalian antara harga saham dengan jumlah saham beredar di pasar, semakin besar nilai market cap emiten maka pengaruh pergerakannya juga besar terhadap pergerakan IHSG.

Cuti bersama dan hari raya Idul Fitri 1442 H membuat perdagangan menjadi lebih singkat. Setelah hari Selasa, perdagangan 'bablas' libur hingga akhir pekan. Dalam waktu yang singkat apresiasi yang terjadi sekilas terlihat menarik.

Namun seharusnya libur yang panjang harus diwaspadai. Apalagi jika dilihat sepekan terakhir aset-aset keuangan dan berisiko global juga kurang bergairah.

Di kawasan Asia, mayoritas bursa saham melemah. Indeks Nikkei Jepang merosot 4,34%, Hang Seng Hong Kong melemah 2,04%, Straits Times Index (STI) Singapura terkoreksi 3,72%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 1,37%.

Hanya bursa saham China yang 'tahan banting'. Indeks Shanghai Composite berhasil melesat 2,09% sepanjang pekan lalu.

Adapun untuk bursa saham Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu juga terpantau kompak melemah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 1,14%, S&P 500 merosot 1,39%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 2,34%.

Pelemahan bursa Asia dan AS pada pekan lalu sepertinya diakibatkan oleh kekhawatiran investor akan naiknya inflasi AS yang dapat merubah kebijakan suku bunga rendah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Sebab, salah satu indikator ekonomi yang dijadikan acuan The Fed untuk menerapkan kebijakan moneter yakni Indeks Harga Konsumen (IHK), melesat tajam.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan April melesat atau mengalami inflasi 4,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Rilis tersebut jauh lebih tinggi ketimbang hasil survei Dow Jones sebesar 3,6%.

Sementara dari bulan Maret atau secara month-to-month (mtm) tumbuh 0,8%, juga jauh lebih tinggi dari survei 0,2%.

Sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 3% yoy dan 0,9% mtm, lebih dari dari ekspektasi 2,3% yoy dan 0,3% mtm.

Kenaikan inflasi secara tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2008, sementara secara bulanan terbesar dalam 40 tahun terakhir.

The Fed sebenarnya menggunakan inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) sebagai acuan, meski demikian inflasi IHK yang tinggi juga bisa menjadi indikasi inflasi PCE akan melesat.

The Fed menetapkan target inflasi rata-rata 2%, jika dalam beberapa bulan ke depan inflasi konsisten di atas target tersebut, bukan tidak mungkin The Fed dalam waktu dekat mempertimbangkan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.

QE yang digelontorkan senilai US$ 120 miliar per bulan sejak Maret 2020 merupakan salah satu alasan bursa saham dunia mampu bangkit dari keterpurukan saat mengalami aksi jual di bulan yang sama tahun lalu.

Alhasil, jika QE dikurangi atau munculnya ekspektasi tapering maka pasar saham merespon negatif.

Dibalik kekhawatiran pasar akan inflasi AS yang meninggi, sentimen positif dari Negeri Paman Sam juga hadir di pasar pada pekan lalu. Sentimen tersebut yakni kebijakan tak wajib memakai masker bagi orang-orang yang sudah divaksin corona (Covid-19).

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control/CDC) menghapus persyaratan masker untuk orang-orang yang sudah menerima vaksinasi Covid-19 secara penuh atau berada pada jarak 1,8 meter atau 6 kaki.

Ketentuan ini berlaku baik di dalam maupun luar ruangan, seperti yang disampaikan oleh CDC dalam panduan kesehatan masyarakat yang diperbarui yang dirilis Kamis (13/5/2021) pekan lalu.

Dalam panduan tersebut, ada beberapa contoh di mana orang masih perlu memakai masker, di tempat perawatan kesehatan atau di bisnis yang memerlukannya. Ketentuan ini juga berlaku bagi orang yang sudah mendapatkan dosis vaksin terakhirnya dua minggu atau lebih, diperkenankan tidak menggunakan masker.

Kebijakan terbaru dari pemerintah AS tersebut memicu optimisme pelaku pasar akan semakin membaiknya perekonomian negeri Paman Sam. Bahkan banyak ekonom, termasuk bank sentral AS (The Fed) memperkirakan produk domestik bruto (PDB) di tahun ini akan menjadi yang terbaik sejak tahun 1984.

Bangkitnya AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tentunya dapat mengerek PDB negara lain termasuk di Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Market Cap BBCA Masih Bertengger di Atas, BBRI Melonjak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular