Ngeri! Fitch: Gagal Bayar Utang Selama Pandemi Tembus Rp 10 T

Monica Wareza, CNBC Indonesia
10 May 2021 17:45
foto : REUTERS/Brendan McDermid
Foto: REUTERS/Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat FItch Ratings menyebutkan nilai gagal bayar untuk surat utang korporasi Indonesia di dalam negeri nilainya mencapai Rp 10 triliun di 2020. Nilai ini meningkat 35 kali lipat dibanding Rp 300 miliar pada 2019.

Dalam keterangannya, Fitch menyebutkan tingginya nilai gagal bayar dari obligasi, sukuk, dan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) ini disebabkan karena kondisi pandemi yang berlangsung selama satu tahun terakhir.

"Kemungkinan gagal bayar untuk obligasi, MTN dan sukuk korporasi dalam negeri naik hampir 35x menjadi Rp10 triliun pada tahun 2020, dari sekitar Rp 300 miliar pada 2019. Hal ini mengakibatkan kenaikan tajam pada tingkat gagal bayar pokok menjadi 4,2% dari 0,1%," tulis laporan tersebut, dikutip Senin (10/5/2021).

"Demikian pula, terdapat lebih dari 20 emiten yang gagal bayar pada tahun 2020 dibandingkan dengan hanya 3 pada tahun 2019."

Pandemi ini memicu risiko likuiditas perusahaan yang mengetat dibarengi dengan kemampuan perusahaan untuk melakukan recovery bisnisnya di 2021. Meski tahun ini diperkirakan nilai tersebut akan mengalami penurunan, namun pandemi yang masih berlangsung akan membuat masih adanya risiko yang sama.

Gagal bayar ini paling banyak terjadi pada perusahaan properti dan real estate disebabkan karena arus kas sektor ini sangat terpukul oleh permintaan properti yang lemah dan pembatasan pergerakan masyarakat.

Kemudian, perusahaan swasta juga lebih cenderung gagal bayar dibandingkan perusahaan publik.

Kemudian, tingkat default MTN lebih tinggi dibanding obligasi dan sukuk. Tingkat gagal bayar MTN sebesar 11,6% pada tahun 2020 lebih tinggi daripada rasio kredit macet (non performing loan/NPL) perbankan yang kurang dari 3,5% karena NPL ini ditangani dengan adanya restrukturisasi.

Sementara itu, tingkat restrukturisasi utang pada 2020 juga mengalami peningkatkan dengan tingginya gap antara pembayaran bunga dengan haircut dan perpanjangan tenor.

Pemegang obligasi juga lebih memilih untuk melakukan negosiasi bilateral terhadap utang yang gagal bayar ketimbang mengajukan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Sehingga sepanjang tahun lalu tidak ada pemegang obligasi yang mengajukan PKPU meski ada lonjakan gagal bayar.

"Kami yakin risiko likuiditas dari emiten dengan profil kredit yang lebih lemah diperburuk oleh akses pendanaan yang lemah dan biaya bunga yang lebih tinggi," tulis Fitch.

Korporasi yang menerbitkan MTN dan obligasi yang dinyatakan default atau direstrukturisasi sepanjang 2020 hingga kuartal I-2021 memiliki rata-rata kupon yang lebih tinggi ke angka 11%-12%, meskipun rata-rata biaya pendanaan bank turun menjadi 9%-10%.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Moody's & Fitch Sudah Beri Peringatan Soal Utang Sritex

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular