Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Presiden Direktur Siloam International Hospitals Caroline Riady mengaku jaringan rumah sakitnya sempat tertekan dengan adanya serangan pandemi virus Corona yang mulai muncul sejak awal tahun 2020 lalu. Bahkan cash flow atau arus keuangan perusahaan pernah hanya tersisa untuk 21 hari ke depan saja.
Dia mengatakan hal ini terjadi karena banyak pasien yang ketakutan untuk ke rumah sakit. Jumlah pasien rawat jalan maupun rawat inap mengalami penurunan signifikan, sehingga pemasukan ke Siloam berkurang.
Dengan kondisi arus kas bertahan 21 hari, dia mengaku jaringan rumah sakit yang dikelola harus melakukan investasi yang besar untuk mempersiapkan diri menghadapi pandemi. Mulai dari membeli kelengkapan APD (alat pelindung diri) untuk para tenaga kesehatan, hingga mengeluarkan uang untuk membuat unit khusus Covid-19.
Meski begitu, dia mengaku tak menyesali keputusannya itu. Sebab, saat ini dia mengklaim cash flow alias arus kas masih bisa dijaga meski makin tipis.
Dalam laporan kinerja keuangannya sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) atau Siloam Hospitals Group mencatat laba bersih Rp 150 miliar di Q1-2021, melesat 672% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 19,5 miliar.
Berdasarkan data laporan keuangan, laba bersih atribusi tercatat mencapai Rp 144 miliar di kuartal I-2021, melesat 789% dari periode yang sama tahun lalu Rp 16,20 miliar.
Sementara itu, pendapatan meningkat menjadi Rp 1,91 triliun, tumbuh 32,5% dibandingkan Rp 1,44 triliun di Q1-2020.
Adapun sepanjang full year 2020, laba bersih SILO tercatat mencapai Rp 116,16 miliar, pulih dari tahun 2019 yang merugi bersih Rp 338,77 miliar. Pemulihan kinerja menjadi laba ini seiring dengan pendapatan 2020 yang naik menjadi Rp 7,11 triliun dari 2019 Rp 7,02 triliun.
Kembali ke periode kinerja 3 bulan tahun ini, margin laba bersih meningkat menjadi 7,9% di 1Q2021 dibandingkan dengan 1,3% di 1Q2020.
"Peningkatan profitabilitas telah didorong oleh fokus berkelanjutan manajemen untuk meningkatkan pendapatan dan strategi manajemen biaya serta pelaksanaan program pengobatan dan pengujian Covid-19," tulis manajemen SILO, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, dikutip Kamis (29/4/2021).
Arus kas bebas Siloam mencapai Rp 510 miliar di Q1-2021, dibandingkan dengan Rp 294 miliar di Q1-2020, tumbuh 73,4%.
Arus kas operasional mencapai Rp 622 miliar pada triwulan pertama 2021 dibandingkan dengan Rp 417 miliar pada Q1-2020, tumbuh 49,2%. Pada akhir kuartal pertama 2021, kas dan setara Siloam adalah Rp 1,13 triliun dan Gearing Ratio pada 2,2%.
Jumlah hari pasien rawat inap terus pulih mendekati tingkat pra-Covid dimana Siloam mencatat 179.810 hari di Q1-2021, tumbuh 6,5% kuartal per kuartal dibandingkan dengan 168.911 di Q4-2020.
Jumlah pasien rawat jalan meningkat 4,1% Quarter on Quarter menjadi 545.127 di Q1-2021 dibandingkan dengan 523.506 di Q4-2020. Siloam mencatat peningkatan yang jelas dalam volume pasien yang kembali ke tingkat sebelum Covid-19.
Untuk membandingkan dengan SILO, Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara ringkas arus kas lima emiten rumah sakit lainnya sepanjang tahun pandemi 2020.
Kelima emiten tersebut, yakni emiten pengelola rumah sakit Omni Hospitals, PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME), pengelola RS Hermina PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL).
Lalu, pengelola RS Mitra Keluarga PT Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA) dan pengelola RS Mayapada milik taipan Dato Sri Tahir PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) dan pengelola RS Metro Hospital Grup, PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE).
Dari keenam emiten RS di atas, tiga emiten sudah melaporkan kinerja keuangan per akhir 2020 dan bahkan per kuartal I 2021. Tiga emiten tersebut ialah SAME, SILO dan MIKA.
Sementara, sisanya, HEAL, SRAJ dan CARE masih menggunakan laporan keuangan kuartal III tahun lalu.
Dari keenam emiten tersebut, empat emiten yang membukukan laba bersih pada tahun lalu, yakni SILO, MIKA, HEAL dan CARE. Sementara, SAME dan SRAJ kembali membukukan rugi bersih.
Adapun apabila menilik laporan keuangan per 31 Maret 2021, SAME berhasil membalik rugi bersih pada kuartal I 2020 menjadi laba bersih pada periode yang sama tahun ini.
Pertama, MIKA yang membukukan kenaikan laba bersih sepanjang tahun pandemi 2020. Pendapatan MIKA naik 6,69% menjadi Rp 3,42 triliun. Alhasil, laba bersih MIKA terkerek 15,27% menjadi Rp 841,67 miliar pada tahun lalu, dari Rp 730,14 miliar pada 2019.
Arus kas operasi MIKA naik 19,21% menjadi Rp 1,06 triliun pada 2020. Sementara, kas dan setara kas per 31 Desember 2020 naik tipis 0,24% menjadi Rp 705,01 miliar.
Kedua, emiten pengelola RS Omni yang baru saja dicaplok oleh emiten kendaraan investasi Grup Emtek milik taipan Eddy Kusnadi Sariaatmadja PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK).
Pendapatan SAME tahun lalu merosot 4,1% menjadi Rp 507,62 miliar. Seiring dengan itu, rugi bersih pengelola empat RS Omni ini menjadi lebih dalam, dari Rp 114,38 miliar pada 2019, menjadi Rp 449,46 miliar.
Baca: Ultimatum Erick ke Oknum Nakal BUMN: Tak Ada Toleransi!
Arus kas operasi SAME pun seret, dengan anjlok 86,89% menjadi Rp 24,69 miliar. Sementara, kas dan setara kas per akhir periode 2020 naik 15,29% menjadi Rp 26,17 miliar secara tahunan (year on year/yoy).
Contoh lainnya, HEAL yang membukukan kinerja yang ciamik sepanjang 9 bulan pertama tahun lalu. Pendapatan HEAL naik 7,25% menjadi Rp 2,88 triliun per 30 September 2020.
Sejurus dengan itu, laba bersih perusahaan melejit 24,57% menjadi Rp 261,65 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun 2019 Rp 210,05 miliar.
Arus kas operasi HEAL pun sangat longgar dengan melesat 280,96% menjadi Rp 986,61 miliar pada September tahun lalu. Bersamaan dengan naiknya kas operasi, kas dan setara kas perusahaan pun terdongkrak 140,85% menjadi Rp 1,04 triliun.
Selanjutnya, emiten pengelola RS Mayapada besutan Dato' Sri Tahir, SRAJ, yang masih membukukan rugi bersih hingga triwulan III tahun lalu.
Kendati meraih kenaikan pendapatan sebesar 5,47% menjadi Rp 811,75 miliar, emiten ini kembali rugi bersih sebesar Rp 54,39 miliar. Angka ini membesar ketimbang rugi bersih tahun 2019 yang sebesar Rp 2,41 miliar.
Di tengah kerugian yang dialami perusahaan, arus kas SRAJ naik 80,50% menjadi Rp 89,50 miliar per 9 bulan pertama 2020. Selain itu, posisi kas dan setara kas pun melonjak 167,25% dari Rp 258,06 miliar pada triwulan III tahun sebelumnya menjadi Rp 689,69 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Terakhir CARE, yang berhasil membalik rugi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 22 miliar menjadi laba bersih Rp 11,01 miliar pada kuartal III 2020, mencatatkan arus kas yang juga membaik. Per 30 September 2020 arus kas operasi CARE naik menjadi Rp 40,74 miliar secara tahunan dari sebelumnya defisit sebesar Rp 17,10%.
Begitu pula dengan posisi kas dan setara kas yang melonjak tinggi 467,32% menjadi Rp 1 triliun pada kuartal III 2020.
Apabila melihat tilikan sekilas di atas, mayoritas emiten pengelola RS memiliki arus kas yang baik pada tahun lalu di tengah Pandemi Covid-19. Hanya SAME yang mencatatkan arus kas operasion yang ambles sepanjang 2020.