Trik Konglomerat Supaya Tetap 'Sehat', Bisnis Rumah Sakit

Feri Sandria, CNBC Indonesia
20 June 2022 15:10
RS Hermina Karawang (Luthfiana Awaluddin/Detik)
Foto: RS Hermina Karawang (Luthfiana Awaluddin/Detik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Konglomerat bisnis raksasa milik para taipan ternama RI diketahui ramai-ramai masuk ke sektor kesehatan, khususnya pengelola Rumah Sakit (RS). Terbaru, Grup Astra yang mulai masuk ke emiten pengelola RS Hermina, Medikaloka Hermina (HEAL), lewat private placement awal April lalu kini telah menambah kepemilikannya secara signifikan.

Ketika awal private placement Astra diketahui mengeluarkan Rp 45 miliar untuk memperoleh 30 juta saham baru HEAL yang ditawarkan di harga Rp 1.500/saham.

Saham tersebut mulai dicatat tanggal 7 April dan akibat aksi tersebut, jumlah saham beredar ikut meningkat menjadi 14,92 miliar saham, sehingga pasca private placement kepemilikan saham Hermina oleh Astra hanya 0,20%.

Angka tersebut terus naik, yang mana batas 5% yang mengharuskan HEALĀ mengungkapkan nama pemegang saham ke publik setelah perdagangan 9 Juni lalu melalui daftar pemegang saham di KustodianĀ Sentral Efek Indonesia (KSEI)..

Secara spesifik dalam kurun waktu sekitar seminggu (7 Juni hingga 15 Juni), Astra diketahui memborong 74,98 juta saham HEAL pada tujuh hari perdagangan berbeda, dengan total dana yang dikucurkan untuk pembelian mencapai Rp 102,70 miliar.

Sebelumnya, Presiden Direktur Astra International Djony Bunarto Tjondro dalam konferensi pers usai menggelar RUPS Tahunan berkata, kesehatan menjadi salah satu sektor yang diperhatikan perusahaan karena dianggap memiliki prospek cerah setelah ASII melihat korelasi antara prospek sektor kesehatan dengan fakta semakin tumbuhnya pendapatan masyarakat, tingkat kehidupan yang membaik dan GDP per kapita terus tumbuh.

Kepercayaan tersebut setidaknya tercermin dari kinerja keuangan HEAL sepanjang tahun 2021, yang mana perusahaan mampu meningkatkan laba bersih hingga 112% menjadi Rp 1 triliun dari semula hanya Rp 473 miliar pada 2020. Meski demikian, pada kuartal pertama tahun ini laba HEAL tercatat turun 60,72% dari periode yang sama tahun lalu.

Astra bukan konglomerat pertama yang secara agresif masuk ke emiten pengelola RS. Sebelumnya sejumlah konglomerasi raksasa juga telah melakukan aksi yang sama, ada yang dengan cara akuisisi atau membawa perusahaan untuk IPO. Selain itu terdapat juga sejumlah taipan RI juga sudah sejak lama menguasai emiten RS di bursa.

Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) atau Grup Emtek milik keluarga Sariaatmadja, melalui Sarana Meditama Metropolita (SAME), pengelola Omni Hospitals, tahun lalu resmi melakukan akuisisi mayoritas atau sebanyak 66% saham Kedoya Adyaraya (RSGK), pengelola RS Graha Kedoya.

SAME yang dikendalikan EMTK mengakuisisi RSGK dengan harga pembelian per saham senilai Rp 1.720. Harga tersebut sesuai dengan harga pada saat RSGK mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) pada 8 September 2021. Dengan demikian SAME menggelontorkan dana hingga Rp 1,06 triliun.

Selanjutnya pasca tender wajib akhir yang mulai digelar akhir tahun lalu hingga awal tahun 2022, kepemilikan saham RSGK oleh SAME kembali meningkat menjadi 79,84%, dengan total dana yang dikucurkan oleh SAME kepada investor yang melepas sahamnya sejumlah Rp 271,83 miliar.

Adapun, pertimbangan SAME mengakuisisi RSGK lantaran kegiatan usahanya sejenis, yakni di bidang pelayanan kesehatan dengan membangun dan mengelola rumah sakit. Akuisisi juga diperlukan untuk menghadapi pertumbuhan yang pesat dalam bidang pelayanan kesehatan dengan membangun dan mengelola rumah sakit.

"Akuisisi tersebut sejalan dengan tujuan perseroan untuk menciptakan suatu perusahaan pelayanan kesehatan yang lebih terintegrasi dan memperluas pangsa pasar perseroan. Serta menciptakan sinergi yang lebih kuat dan mampu bersaing dengan grup perusahaan rumah sakit lainnya dan mendukung pertumbuhan jangka panjang perseroan," ungkap manajemen SAME, dalam keterbukaan informasi BEI, pasca dirampungkan tender wajib (20/12/2021).

Sama dengan emiten yang baru diakuisisi oleh Grup Astra, RSGK yang dicaplok Grup Emtek juga mencatatkan kinerja yang serupa. Sepanjang tahun 2021 lalu, laba bersih RSGK naik 164% menjadi Rp 52,78 miliar akibat pendapatan yang tumbuh signifikan. Sementara dalam tiga bulan pertama tahun ini, laba perusahaan berkurang 63,33% menjadi Rp 10,65 miliar. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kasus covid-19 yang sebelumnya membuat sesak rumah sakit, mulai turun drastis tahun ini.

Selanjutnya ada keluarga taipan yang kaya raya dari bisnis pekebunan kelapa sawit, kini mulai memperluas gurita bisnisnya ke sektor kesehatan dengan menawarkan perusahaan RS ke publik lewat penawaran umum perdana.

Keluarga Martua Sitorus yang menguasai RS Murni Teguh, melepas saham baru PT Murni Sadar Tbk (MTMH) kepada inventor publik dan mulai diperdagangkan akhir April lalu.

Saat ini keluarga Martua Sitorus masih mengendalikan MTMH, dengan Jacqueline Sitorus yang merupakan putri dari Martua tercatat menggenggam 21,15% saham perusahaan.

Tahun lalu, emiten RS milik putri Martua Sitorus mencatatkan kenaikan pendapatan hingga 72,85% menjadi Rp 983,16 miliar. Sementara itu laba bersih perusahaan tumbuh fantastis hingga 746% menjadi Rp 130,36 miliar. Adapun kinerja tiga bulan pertama tahun ini masih belum diungkapkan.

Selain beberapa konglomerat baru yang semakin agresif meningkatkan kepemilikannya di emiten RS, terdapat pula sejumlah pemain lama yang relatif lebih 'santai' karena memang telah dari awal menguasai emiten pengelola RS utama di RI dalam jumlah signifikan.

Setidaknya terdapat tiga taipan yang sudah dari awal menguasai sejumlah RS ternama di Tanah Air. Ketiganya adalah Keluarga Riady yang memiliki Siloam International Hospitals (SILO) lewat Grup Lippo, Dato' Sri Tahir yang menguasai Sejahteraraya Anugrahjaya (SRAJ), emiten pengelola RS Mayapada dan pendiri Kalbe Farma Boenjamin Setiawan yang memiliki Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA).

Tahun lalu, SRAJ mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan mampu membalikkan kondisi rugi tahun 2020, menjadi laba sebesar Rp 165,31 miliar. Sedangkan MIKA mencatatkan kenaikan laba 46% menjadi Rp 1,23 triliun pada periode yang sama.

Untuk kuartal pertama tahun ini SRAJ masih belum melaporkan kinerja terbaru, sedangkan MIKA mencatatkan penurunan laba bersih 15% dibandingkan tiga bulan pertama tahun lalu.

Sementara itu, emiten RS milik Grup Lippo juga mencatatkan kinerja fantastis tahun lalu dengan laba bersih yang naik 480% tahun lalu menjadi Rp 674,12 miliar. Kinerja laba ini hanya lebih kecil dari dua emiten lain yang tergabung dalam Grup Lippo yakni Matahari Department Store (LPPF) yang mencatatkan laba Rp 913 miliar dari semula rugi dan Link Net (LINK) dengan laba bersih yang tercatat turun menjadi Rp 885 miliar.

Sementara itu untuk kuartal pertama tahun ini, SILO mencatatkan kinerja serupa dengan emiten RS lainnya yakni mengalami penurunan pendapatan dengan laba bersih berkurang 31% dari periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 99,29 miliar.

Kepemilikan rumah sakit dalam portofolio bisnis konglomerat bisnis utama RI terbukti mampu membuat kinerja keuangan grup menjadi lebih sehat, setidaknya hal tersebut terjadi tahun lalu. Meski demikian, tahun ini sejumlah emiten RS yang telah menyampaikan laporan keuangannya tetap membukukan laba bersih atau masih dalam kondisi 'sehat', meski nilainya berkurang dari tahun lalu karena pandemi yang tampaknya mulai memasuki fase akhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular