Jakarta, CNBC Indonesia - Penuh tekanan, pasar modal dan mata uang nasional pada Selasa (27/4/2021) berakhir di tubir antara koreksi dan reli. Hari ini, data ekonomi yang positif membantu pemulihan sentimen, tetapi risiko mengintai dari pasar keuangan global.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin terseret sentimen negatif di bursa regional dengan berakhir ke zona merah, gagal menembus level psikologis 6.000 pada penutupan perdagangan. IHSG berakhir di level 5.959,621 atau melemah sebesar 5,2 poin (-0,09%). Nilai transaksi tercatat hanya Rp 9,4 triliun dengan 13,8 miliar saham diperdagangkan sebanyak 840-000-an kali.
Sebanyak 193 saham menguat, 300 saham turun dan 229 sisanya stagnan. Investor asing berbalik membukukan aksi jual bersih (net sell), senilai Rp 115,6 miliar, setelah pada pagi mencetak pembelian bersih (net buy) Rp 34 miliar.
Sentimen di bursa Asia memang lagi memburuk menyusul kenaikan kasus Covid-19 di India yang kian berlarut-larut, sementara bank sentral Jepang memproyeksikan bahwa target inflasi 2% bakal sulit dicapai meski pemerintah sudah menggelontor stimulus.
Saat ini, inflasi Jepang hanya sebesar 0,2% (tahunan) dengan inflasi inti-yang mengecualikan harga bergejolak dan lebih mencerminkan daya beli masyarakat-sebesar -0,1% (tahunan). Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021 masih terkontraksi -5,4% (disetahunkan).
Artinya, stimulus Perdana Menteri Haruhiko Kuroda sulit dicapai karena ekonomi masih lemah. Jepang merupakan negara dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di Asia Pasifik setelah China, yakni sekitar US$ 5.100 triliun.
Koreksi terjadi di tengah kenaikan lagi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS), menyusul indikasi bakal menguatnya inflasi di Negeri Sam. Jika imbal hasil obligasi acuan di AS naik, maka pembalikan modal berpeluang terjadi.
Berdasarkan data situs World Government Bond pagi ini, yield US Treasury tenor 10 tahun-yang menjadi acuan di pasar-melesat ke level 1,629% dari sebelumnya di level 1,583%.
Situasi ini membuat mayoritas harga obligasi pemerintah Indonesia atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah, yang ditandai dengan kenaikan yield-nya. Yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan harga obligasi negara naik 1,8 bp ke posisi 6,453%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Hanya tiga SBN yang harganya masih menguat. Yield SBN 3 tahun berkode FR0039 turun 0,6 basis poin (bp) ke 4,979%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 5 tahun (FR0081) turun 1,3 bp ke 5,525%, dan SBN tenor 25 tahun (FR0067) melemah 0,3 bp ke 7,563%.
Di tengah situasi demikian, nilai tukar rupiah stagnan melawan dolar AS setelah sempat melemah dan kembali melewati angka Rp 14.500/US$. Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.480/US$.
Setelah tercebur ke zona merah, melemah hingga 0,17% ke Rp 14.505/US$, Mata Uang Garuda berhasil memangkas pelemahan hingga kembali stagnan pada penutupan perdagangan. Kinerja rupiah bisa dikatakan cukup bagus sebab mayoritas mata uang utama Asia melemah.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) berakhir variatif pada perdagangan Selasa (27/4/2021). Indeks Dow Jones Industrial Average naik hanya 3,36 poin (+0,1%) ke 33.984,93. Sebaliknya, S&P 500 surut 0,9 poin (-0,02%) ke 4.186,72 dan Nasdaq drop 48,6 poin (-0,34%) ke 14.090,22.
Koreksi Nasdaq terjadi bersamaan dengan ambrolnya saham Tesla sebesar -4,5% setelah perseroan mengumumkan bahwa kinerjanya tertolong berkat jualan Bitcoin. Perusahaan yang dikendalikan Elon Musk tersebut sahamnya sudah anjlok 20% dari rekor tertingginya, meski masih terhitung melesat 300% dalam 12 bulan terakhir.
Saham UPS melejit 10% setelah laba bersihnya melampaui estimasi pasar dengan kenaikan penjualan sebesar 27%. Investor mengantisipasi rilis kinerja raksasa lainnya yakni Microsoft, AMD, dan Alphabet (induk usaha Google) yang bakal dirilis pada petang waktu setempat, atau pagi ini waktu Indonesia.
"Di luar fakta bahwa ekspektasinya tinggi, Saya yakin saham FANG (Facebook, Amazon, Netflix, Google) berkinerja baik dan saya pikir katalisnya akan terus mengarah pada rekor tertinggi baru indeks S&P 500," tutur Jeff Kilburg, Chief Investment Officer Sanctuary Wealth, seperti dikutip CNBC International.
Sejauh ini, 84% dari konstituen indeks S&P 500 yang telah merilis kinerja membukukan laba bersih yang melampaui estimasi pasar, sebagaimana direkam Factset. Namun reli saham mereka cenderung biasa saja karena kenaikan laba itu sudah tercermin (priced in) di harga sekarang.
Saham GameStop naik lebih dari 5% setelah peritel video game tersebut berencana menjual 3,5 juta saham baru, membidik dana sebesar US$ 551 juta untuk mempercepat transformasi menuju e-commerce.
Pelaku pasar memantau rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) yang akan meramu kebijakan moneter terbarunya. Pasar memperkirakan tidak akan ada perubahan dalam kebijakan moneter.
Survei CNBC International berujung pada proyeksi suku bunga acuan tetap di level sekarang 0-0,25% dan program pembelian aset yang tetap sebesar US$ 120 miliar per bulan. Namun, pasar menanti apakah nada komentar Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell akan berubah terkait dengan inflasi, yang akan mempengaruhi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.
Rilis data ekonomi di AS membantu memperkuat sentimen, dengan indeks harga rumah Februari S&P CoreLogic Case-Shiller melesat 12% (secara tahunan) dan 11,2% (bulanan) ke level tertingginya dalam 15 tahun. Ini mengindikasikan bahwa permintaan hunian kembali pulih.
Di sisi lain, indeks keyakinan konsumen versi Conference Board melesat tajam ke angka 121,7 yang merupakan level tertingginya sejak Februari 2020, atau sejak era pandemi. Data ini mensinyalkan bahwa belanja masyarakat AS bakal menguat.
Meski Amerika Serikat (AS) membagikan sentimen positif dari data ekonomi di sektor riil terkait dengan indeks harga perumahan dan indeks keyakinan konsumen per Februari, tetapi risiko justru muncul dari Asia dan dari pasar keuangan global.
Di pasar keuangan, UBS mengejutkan pasar dengan mengumumkan bahwa laba bersihnya terpukul oleh kasus Archegos Capital, karena baru mengakui kerugian tersebut sebulan setelah kasus gagal bayar hedge fund tersebut muncul.
Saham UBS anjlok nyaris 3% di bursa Eropa setelah melaporkan bahwa bank investasi tersebut mencatatkan kerugian sebesar US$ 774 juta (sekitar Rp 11 triliun) di kuartal I-2021 menyusul gagal bayar Archegos.
"Yang membuat saya heran adalah fakta bahwa mereka tidak membuka informasi tersebut ke publik lebih dini," tutur Storm Uru, Pengelola dana di Liontrust Global Dividend Fund, kepada CNBC International.
Munculnya pengakuan UBS ini membuat daftar korban Archegos bertambah menjadi enam. Sebelumnya, Credit Suisse, Nomura, Deutsche Bank, Morgan Stanley dan Goldman Sachs juga terkena imbas kasus gagal bayar Archegos meski beberapa di antaranya berhasil lolos dari kasus itu lebih dini.
Sebelumnya, Credit Suisse mengaku kerugian kasus Archegos mencapai 4,4 miliar Swiss francs (US$ 4,8 miliar), yang memukul kinerja keuangan mereka pada kuartal I-2021. Belakangan, angka kerugian bertambah 600 juta Swiss francs yang akan dicatatkan di neraca kuartal II-2021.
Di sisi lain, Morgan Stanley mengakui kerugian akibat kasus yang disebutnya sebagai "peristiwa pemberian utang" mencapai US$ 644 juta, ditambah kerugian di pasar sebesar US$ 267 juta.
Kasus Archegos tersebut membangkitkan kekhawatiran seputar sistemik tidaknya peristiwa tersebut terhadap aktivitas pasar global yang saat ini tengah melesu akibat pandemi dan minimnya katalis positif dari sisi perekonomian.
Jika eksposur kerugian tersebut berusaha ditutup dengan melepas aset portofolio para raksasa keuangan tersebut di pasar emerging market seperti Indonesia, situasi perdagangan yang tengah lesu akan berubah menjadi perdagangan yang penuh tekanan.
Apalagi, sentimen juga sedang buruk setelah India membukukan lonjakan kasus Covid-19. Pada Selasa, negara dengan pasar terbesar kedua di Asia setelah China ini melaporkan 323.144 kasus infeksi baru, yang membuat total penderita virus corona ini mencapai lebih dari 17,6 juta orang. Ini merupakan rekor tertinggi baru dalam 5 hari berturut-turut.
Sonal Varma, Kepala Ekonom Nomura di India, mengatakan bahwa negara tersebut "benar-benar akan melihat pukulan atas pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan" pada kuartal pertama. Tahun fiskal India dimulai pada April dan berakhir pada Maret tahun depan.
Dia memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) bakal melempem menjadi 1,5% pada kuartal ini. Risiko penekan ke bawah (downside risk) masih akan ada menyusul kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat (lockdown) yang diperketat di banyak tempat.
Dari Eropa, Jerman juga membagikan sentimen negatif. Salah satu negara yang menghadapi kenaikan kasus Covid-19 tersebut sudah menerapkan aturan pembatasan aktivitas masyarakat (lockdown) yang lebih ketat dan bakal berlaku hingga Juni nanti.
Berikut beberapa agenda korporasi dan data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Penjualan motor (tentatif)
- Indeks Keyakinan Konsumen Korea Selatan (06:00 WIB)
- Penjualan ritel Jepang (07:00 WIB)
- Data stok BBM EIA Amerika Serikat (20:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA