
Duh! Investor Kakap Was-was, Bikin Transaksi Drop & IHSG Loyo

Jakarta, CNBC Indonesia - Penanganan kasus dugaan kesalahan investasi di BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai dapat mempengaruhi kebijakan para investor institusi kakap domestik.
Hal ini menjadi penyebab nilai transaksi di pasar saham dometik drop signifikan dalam kurun waktu sebulan terakhir.
Kemarin, Rabu (21/4/2021), tercatat nilai transaksi saham di Bursa Efek Indonesia hanya Rp 7,58 triliun. Ini adalah nilai transaksi terendah yang tercatat selama 2021, padahal rerata nilai transaksi secara year to date mencapai Rp 14,67 triliun.
Pelaku pasar saham tentu mulai gelisah dengan menyusutnya likuiditas di pasar saham tersebut. Pada awalnya, berpindahnya investor ritel ke aset kripto diduga menjadi pemicu penurunan transaksi di pasar saham.
Namun Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) mengungkapkan data, meskipun ada 4,2 juta investor di aset kripto tapi nilai transaksi per hari tercatat hanya Rp 1,5 triliun per hari. Artinya tidak begitu besar dana yang berpindah dari pasar saham ke aset kripto.
Pengamat pasar modal Siswa Rizali mengatakan, pemeriksaan sejumlah saksi oleh Kejagung terkait kasus pengelolaan investasi di BP Jamsostek menjadi pemicu penurunan nilai transaksi di pasar saham.
Selain itu, kasus BP Jamsostek, Kejagung juga sedang menangani kasus lainnya seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero).
"Jelas kasus-kasus ini berpengaruh pada industri pasar modal, khususnya manajer investasi [MI] yang terkait reksa dana dan [perusahaan] sekuritas, untuk transaksi asetnya baik beruapa efek saham dan utang," kata Siswa.
Siswa melanjutkan, banyaknya saksi dari MI dan perusahaan sekuritas yang dipanggil dalam kasus BP Jamsostek membuat para pelaku pasar ini kerepotan.
"Meskipun tata kelola BPJS TK baik, tetap saja jadi merepotkan para stakeholder. Akhirnya semua menjadi hati2 dan cenderung bersikap sangat konservatif," tambah Siswa.
Ia menjelaskan pergerakan aset finansial, baik efek saham dan efek utang tenor panjang seperti SBN di atas 5 tahun, pergerakannya sangat volatile dan random dalam jangka pendek 1 hingga 3 tahun. Oleh karena itu, dalam melihat kasus investasi BP Jamsostek, yang dianalisa bukan hanya pergerakan harga saham tapi juga fundamental saham-saham yang dipilih untuk menjadi aset investasi.
"Jadi evaluasi hasil investasi (untung atau rugi) harus juga evaluasi prosesnya. Dari proses evaluasi proses kita bisa menilai apa sudah dilakukan dengan baik atau sembarangan," lanjut Siswa.
Salah satu sumber CNBC Indonesia juga mengatakan salah satu penyebab nilai transaksi turun adalah masalah BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek yang saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Sumber tersebut menyebutkan, masalah ini membuat manajer investasi menahan diri untuk melakukan transaksi di saham.
"Kasus ini membuat investor MI-MI lokal takut untuk bertransaksi," kata sumber tersebut kepada CNBC Indonesia.
Apalagi setelah dana asing kabur, dana lokal seperti dana pensiun juga mulai takut berinvestasi di saham akibat kasus Jamsostek dimana floating loss dianggap sudah menyebabkan kerugian. Tak adanya dana institusi raksasa yang siap memborong saham menyebabkan indeks acuan terus terkoreksi akhir-akhir ini.
Seperti diketahui, Kejagung saat ini sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi di BPJS Ketenagakerjaan.
Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi di BP Jamsostek.
Pihak BP Jamsostek juga sudah menjelaskan soal kebijakan pengelolaan investasi tersebut. Hingga saat ini, kasus ini masih dalam pemeriksaan Kejagung.
Nah merespons tekanan terkait investasi tersebut, BP Jamsostek menyampaikan kebijakan akan mengurangi investasi di saham. Kebijakan ini diambil dalam rangka Asset Matching Liabilities (ALMA) Jaminan Hari Tua (JHT).
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengatakan nantinya porsi investasi tersebut akan dialihkan ke investasi obligasi atau investasi langsung. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko pasar seperti yang terjadi belakangan ini.
"Kami lihat strateginya bisa melakukan perubahan dari saham dan reksa dana ke obligasi atau investasi langsung. Sehingga secara perlahan nanti kami akan rekomposisi aset yang ada untuk meminimalisir risiko pasar yang terjadi seperti saat ini," kata Anggoro dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (30/3/2021).
Hingga akhir Februari 2021, total dana kelolaan (asset under management/AUM) mencapai BP Jamsostek mencapai Rp 489,89 triliun. Dana tersebut ditempatkan oleh BP Jamsostek pada instrumen investasi yang beragam. Penjabarannya, 65% diinvestasikan pada instrumen obligasi, 14% pada saham dan 12% di deposito.
Selain kasus BP Jamsostek, sejumlah sentimen pasar lainnya juga ikut mempengaruhi perdagangan saham di BEI.
NEXT: BP Jamsostek Absen di Pasar, Bikin IHSG Loyo
