Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melanjutkan tren positif melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (20/4/2021). Rupiah mampu membukukan penguatan 3 hari beruntun, sekaligus menjadi yang terbaik di Asia.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,45% ke Rp 14.480/US$. Level tersebut menjadi yang terkuat pada hari ini, setelahnya penguatan rupiah terpangkas hingga kembali ke Rp 14.525/US$.
Namun, rupiah kembali mempertebal penguatan, dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.495/US$, menguat 0,34% di pasar spot.
Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat pada hari ini. Tetapi penguatan rupiah hingga pukul 15:07 WIB menjadi yang paling besar, disusul dolar Singapura 0,32%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Fakta nyaris semua mata uang utama Asia menguat menunjukkan dolar AS sedang lesu. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS hingga sore ini turun 0,11% ke 90,969 yang merupakan level terendah sejak 3 Maret lalu. Kemarin indeks dolar AS juga turun 0,53%.
Sementara itu dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Senin 19 April 2021 dan 20 April 2021.
Gubernur BI Perry Warjiyo bersama Deputi Gubernur Senior dan Anggota Dewan Gubernur lain melihat keputusan tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI memandang masih terjadi ketidakpastian pasar keuangan global.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
BI kali ini menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini.
"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan 4,1-5,1%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode April 2021, Selasa (20/4/2021). Angka itu lebih rendah ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu 4,3-5,3%.
Menurut Perry, satu hal yang membuat pertumbuhan ekonomi lebih terbatas adalah konsumsi swasta. Memang masih ada pertumbuhan, tetapi lajunya lebih rendah ketimbang proyeksi sebelumnya.
Terbatasnya konsumsi, lanjut Perry, disebabkan oleh mobilitas masyarakat yang masih terbatas. Indonesia memang terus menggenjot pelaksanaan vaksinasi anti-virus corona, tetapi bukan berarti sudah tidak ada pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat.
Sementara kontributor lain, demikian Perry, masih tumbuh. Ekspor dan konsumsi pemerintah diperkirakan mampu menopang ekspansi ekonomi.
Selain transaksi berjalan (current account) Indonesia diperkirakan kembali defisit pada kuartal I-2021, setelah dua kuartal beruntun membukukan surplus.
"Defisit transaksi berjalan pada triwulan I-2021 akan rendah. Didukung oleh surplus neraca perdagangan yang tercatat surplus US$ 5,25 miliar, melanjutkan surplus pada triwulan sebelumnya," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode April 2021, Selasa (20/4/2021).
Sebagai informasi, transaksi berjalan Indonesia pada kuartal IV-2020 membukukan surplus 0,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal sebelumnya, transaksi berjalan surplus 0,4% PDB.
"Kinerja positif sektor eksternal ditopang permintaan Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang. Serta kenaikan harga komoditas dunia. Ekspor meningkat di CPO, bijih logam, manufaktur besi baja, kimia organik, dan kendaraan bermotor," papar Perry.
Ke depan, Perry memperkirakan defisit transaksi berjalan Indonesia tetap rendah di kisaran 1-2% PDB. Ini masih sehat sehingga mendukung ketahanan eksternal ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA