
Mitratel Mau IPO, Intip 'Amunisi Perang' BUMN-Saratoga-Djarum

Tower Bersama Infrastructure (TBIG)
Emiten menara raksasa yang siap menunggu Mitratel adalah TBIG, bagian Grup Saratoga. Kinerja keuangan terakhir TBIG terbilang moncer. TBIG mencatatkan laba bersih Rp 747,47 miliar pada 9 bulan tahun lalu, naik 22,14% dari periode yang sama 2019 Rp 611,96 miliar.
Kenaikan laba bersih ini seiring dengan pendapatan yang naik 13,54% menjadi Rp 3,94 triliun dari Rp 3,47 triliun.
Pendapatan terbesar berasal dari Telkomsel (PT Telekomunikasi Selular), anak usaha Telkom. Pendapatan dari Telkom mencapai 39,27% menjadi Rp 1,55 triliun, naik dari sebelumnya Rp 1,51 triliun, kendati secara persentase berkurang dari sebelumnya mencapai 43,55% dari total pendapatan.
Kabar terbaru, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 Maret lalu menyetujui rencana TBIG mengakuisisi sebanyak 3.000 menara milik Inti Bangun Sejahtera (IBST) senilai Rp 3,975 triliun atau setara dengan US$ 280 juta melalui anak usaha Tower Bersama.
Praktis, akuisisi sebanyak 3.000 menara miliki Inti Bangun Sejahtera bakal membuat portofolio menara TBIG mencapai 19.000 sites menara telekomunikasi. Asal tahu saja, rencana akuisisi menara tersebut sudah diutarakan sejak akhir tahun lalu, tepatnya pada 23 Desember 2020.
Sarana Menara Nusantara (TOWR)
'Pemain' besar kedua datang dari Grup Djarum, TOWR. TOWR juga bersiap berekspansi. Kabar teranyar, TOWR juga berminat melakukan akuisisi dalam hal ini menara telekomunikasi milik PT Indosat Tbk (ISAT), kendati kandas.
TOWR sebelumnya sempat tertarik memborong 4.000 menara ISAT. Wakil Direktur Utama Sarana Menara Nusantara Adam Ghifari mengatakan menambah jumlah menara telekomunikasi, baik organik maupun anorganik merupakan bagian dari strategi bisnis perusahaan. Sehingga perusahaan akan mengambil peluang dan mengevaluasi kesempatan yang ada.
"Strategi bisnis TOWR memang mencakup tumbuh dengan organik atau inorganik. jadi kami selalu berusaha untuk mengevaluasi setiap kesempatan ya," kata Adam dalam pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia bulan lalu.
Sayangnya, yang menang dalam pembelian menara ISAT ialah PT EPID Menara AssetCo yang memborong 4.200 menara. Nilai penjualan ini mencapai US$ 750 juta atau setara dengan Rp 10,50 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) dan menjadi transaksi terbesar di Asia saat ini.
PID Menara AssetCo merupakan anak perusahaan dari Edge Point Singapura di Indonesia, yang dimiliki sepenuhnya oleh Digital Colony yang merupakan perusahaan asal Amerika Serikat.
Sebelum ini, TOWR, melalui anak usahanya, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), membeli 1000 dari total 3.100 menara yang dijual ISAT pada 2019. Adapun kala itu Mitratel mengambil 2.100 menara emiten yang dikendalikan oleh induk asal Qatar tersebut.
Per September 2020, laba bersih sebesar Rp 1,90 triliun, naik 19,49% secara tahunan dari Rp 1,59 triliun. Pendapatan tumbuh 19,34% YoY menjadi Rp 5,55 triliun dari sebelumnya Rp 4,65 triliun.
Tahun ini, TOWR, tengah fokus meningkatkan fiberisasi antarmenara sejak tahun lalu.
Hingga tahun lalu, pertumbuhan fiberisasi ini tumbuh sampai 40%-50%, dibanding pertumbuhan tower baru yang sebesar 10%.
Pihak TOWR mengatakan, peningkatan fiberisasi ini dilakukan lantaran tingginya tingkat permintaan dari operator telekomunikasi. Sejalan dengan itu, upaya ini juga merupakan bagian dari persiapan untuk jaringan 5G.
Tahun ini, TOWR bakal tetap berfokus untuk meningkatkan jumlah fiberisasi. Sebagai catatan, hingga September 2020 jumlah fiberisasi yang dilakukan TOWR mencapai 37.000.
Sedangkan penambahan menara telekomunikasi di tahun ini ditargetkan sebanyak 500-1.000 menara baru. Untuk target co-location tahun ini ditargetkan pertumbuhannya sebanyak 2.000-3.000.
Untuk pengembangan tahun ini, perusahaan telah mempersiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai Rp 3,25 triliun. Dana capex ini seluruhnya akan bersumber dari dana internal perusahaan.
Pada November 2020, anak usahanya Protelindo juga telah menyelesaikan pembelian 1.642 menara Base Transceiver Stations (BTS) dari PT XL Axiata Tbk (EXCL). Nilai pembelian tersebut mencapai Rp 2,21 triliun.
NEXT: Ada dua lagi nih, jangan dilupakan BALI-IBST
(tas/tas)