
Markasnya 'Dikepung' Pekerja, Seberapa Parah Keuangan KFC?

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan restoran cepat saji, PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST), pemegang hak waralaba tunggal merek KFC Indonesia, saat ini didera persoalan lantaran adanya protes para pekerja soal kebijakan pemangkasan upah.
Senin pekan ini (12/4), kalangan buruh yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) SBT PT Fast Food Indonesia Tbk menggelar aksi demonstrasi di depan gerai KFC Gelael, MT Haryono, Jakarta, yang juga sebagai lokasi kantor pusat.
Para pekerja mendesak Fast Food mengeluarkan kebijakan pembayaran upah sebagaimana mestinya dan mengembalikan upah yang selama ini ditahan oleh perusahaan.
Lantas, bagaimana sebetulnya kinerja perseroan yang beroperasi sejak 1979 ini? Separah apakah sehingga mengalami kesulitan soal upah?
Hingga saat ini, perusahaan belum merilis kinerja keuangan tahunan per Desember 2020. Laporan keuangan yang disajikan perusahaan hanya per September 2020 alias 9 bulan.
Pada periode Januari hingga kuartal III-2020 ini, emiten berkode saham FAST tersebut membukukan rugi periode berjalan sebesar Rp 298,34 miliar, berbanding terbalik dari September 2019 yang mencatat laba bersih sebesar Rp 175,70 miliar.
Kerugian tersebut dialami seiring dengan pendapatan FAST yang anjlok 28,47% secara tahunan menjadi hanya Rp 3,59 triliun dari September 2019 yakni sebesar Rp 5,01 triliun.
Pendapatan terbesar masih didominasi penjualan makanan dan minuman kepada pihak ketiga yang berkontribusi sebesar Rp 3,54 triliun, turun dari sebelumnya Rp 4,94 triliun, diikuti dengan penjualan konsinyasi CD sebesar Rp 41,50 miliar hingga akhir kuartal ketiga 2020 dari sebelumnya Rp 68,83 miliar.
Adapun berdasarkan segmen geografis, pendapatan perseroan paling banyak berasal dari restaurant support center (RSC) Jakarta yang berkontribusi Rp 1,28 triliun, diikuti oleh RSC lain senilai Rp 1,11 triliun, dan RSC Makassar sebesar Rp 417,35 miliar.
Berdasarkan penjelasan di laporan keuangan, manajemen FAST menyatakan, perusahaan telah dan mungkin akan terus terpengaruh oleh penyebaran virus Covid-19.
Dampak virus Covid-19 terhadap ekonomi global dan Indonesia berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Melemahnya daya beli pelanggan, dan kebijakan publik yang diberlakukan untuk menahan penyebaran Covid-19 mengakibatkan gangguan operasional menyebabkan penurunan penjualan yang tidak diperkirakan sebelumnya," tulis manajemen FAST, dikutip Rabu (14/4/2021).
Akibatnya, tulis perusahaan, FAST mengalami pertumbuhan penjualan yang negatif untuk periode 9 bulan yang berakhir pada 30 September 2020 dan mengalami kerugian bersih sebagaimana diungkapkan dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.
"Menanggapi kondisi di atas, tindakan yang telah dan akan diambil oleh manajemen di antaranya adalah pengurangan kegiatan pemasaran dan dukungan dana, promosi, pengurangan dan efisiensi biaya," jelas manajemen.
Manajemen FAST menegaskan, tingginya tingkat ketidakpastian karena hasil yang tidak terduga dari wabah virus Covid-19 ini dapat mempersulit untuk memperkirakan dampak keuangan masa depan dari wabah tersebut.
"Saat ini tidak praktis untuk mengungkapkan sejauh mana dampak masa depan yang mungkin terjadi dari asumsi atau sumber ketidakpastian estimasi lainnya pada akhir periode pelaporan.
Per September, saham perusahaan dipegang PT Gelael Pratama 39,84%, PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) 35,84%, dan investor publik 24,24%.
Pada periode ini, perusahaan mempunyai 16.075 karyawan tetap, berkurang 893 orang dibanding 31 Desember 2019 sebanyak 16.968 karyawan tetap. Pada 30 September 2020, perusahaan telah mengoperasikan 738 gerai restoran, terpangkas 10 gerai dari 31 Desember 2019 sebanyak 748 gerai restoran.
NEXT: Apa Kata Bos KFC soal Aksi Karyawan?
