Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Sepertinya dolar AS sedang 'isi bensin' setelah cukup lama ngebut.
Pada Selasa (13/4/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.590 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun beberapa menit kemudian rupiah berhasil menguat. Pada pukul 09:14 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.580 di mana rupiah terapresiasi 0,07%.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,21%. Mata uang Merah Putih finis di posisi terlemah sejak November 2020. Bahkan rupiah sempat berada di atas Rp 14.600/US$.
Dengan depresiasi kemarin, maka rupiah sudah melemah selama tiga hari beruntun. Selama tiga hari itu, pelemahan rupiah tercatat 0,69%.
Oleh karena itu, rupiah menyimpan energi untuk menguat. Ibarat jam mekanik, per utama (mainspring) sudah diputar penuh dan siap menjadi 'bahan bakar'. Rupiah punya potensi untuk membukukan technical rebound.
Halaman Selanjutnya --> Dolar AS Ambil Napas Dulu
Berkebalikan dengan rupiah, dolar AS sudah melaju kencang terlalu lama. Sepanjang 2021, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 2,46%.
So, akan datang saatnya investor merasa keuntungan yang didapat dari dolar AS sudah lumayan tinggi. Jadi lebih baik dicairkan dulu, lumayan bisa beli timun suri untuk buka puasa...
Selain itu, konsolidasi dolar AS juga disebabkan oleh penantian pelaku pasar akan data inflasi Negeri Paman Sam. Data tersebut akan diumumkan malam ini waktu Indonesia.
Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi AS pada Maret 2021 adalah 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), laju inflasi 'diramal' 2,5% dan inflasi inti tahunan di 1,5%.
Jika konsensus itu menjadi kenyataan, maka laju inflasi (baik umum maupun inti, mtm maupun yoy) mengalami akselerasi dibandingkan bulan sebelumnya. Pelaku pasar akan semakin mendapatkan justifikasi bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) bakal menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
"Saat ini, dolar AS sedang 'mengambil napas' dulu. Namun dengan data ekonomi AS yang terus kuat, kami perkirakan tren apresiasi dolar AS akan berlanjut," sebut analis Brown Brothers Harriman dalam laporannya.
Jadi, dalam waktu dekat nasib dolar AS akan ditentukan oleh data inflasi. Kalau ekspektasi pasar terwujud, laju inflasi benar-benar terakselerasi, maka bersiaplah untuk melihat dolar AS menguat lagi karena pasar mendapat pembenaran bahwa The Fed bisa menaikkan suku bunga acuan lebih cepat, tidak perlu menunggu 2023.
TIM RISET CNBC INDONESIA