Usai Melemah 8 Pekan Beruntun, Rupiah Malah Makin Terpuruk

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 April 2021 16:13
Dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah membukukan pelemahan dalam 8 pekan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS), bukannya bangkit malah makin terpuruk pada perdagangan hari ini, Senin (12/4/2021). Mata Uang Garuda hari ini melewati level Rp 14.600/US$ dan menyentuh level terlemah dalam 5 bulan terakhir.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.560/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung masuk ke zona merah, bahkan melemah hingga 0,41% ke Rp 14.620/US$. 

Rupiah mampu memangkas pelemahan dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.590/US$, melemah 0,21% di pasar spot.

Mayoritas mata uang utama Asia melemah pada perdagangan hari ini, bahkan beberapa lebih buruk ketimbang rupiah. Hingga pukul 15:17 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terburuk dengan melemah 0,36%, disusul rupee India 0,31% dan bath Thailand melengkapi tiga besar dengan melemah 0,29%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Rupiah sebelumnya sudah membukukan pelemahan dalam 8 pekan beruntun dengan total 4,37%. Pada pekan lalu, indeks dolar AS sebenarnya mengalami penurunan nyaris 1%, tetapi tidak bisa dimanfaatkan rupiah untuk menguat.

Saat indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melemah, rupiah tidak bisa bangkit, apalagi sebaliknya. Indeks dolar AS hingga siang ini menguat 0,11%, rupiah tentunya terpukul.

Data terbaru dari AS menunjukkan berlanjutnya pemulihan ekonomi. Jumat kemarin, indeks harga produsen (producer price index/PPI) dilaporkan meroket 4,2% pada bulan Maret. Kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi dalam lebih dari 9 tahun terakhir.

Selain itu, kenaikan PPI mengindikasikan roda bisnis mulai semakin menggeliat, dan para wirausahawan mulai meningkatkan aktivitasnya.

Pelaku pasar bahkan mulai melihat peluang bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga di akhir tahun ini. Padahal ketua The Fed, Jerome Powell, berulang kali menegaskan suku bunga 0,25% akan ditahan setidaknya hingga tahun 2023.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 10% The Fed akan menaikkan suku bunga menjadi 0,5% pada bulan Desember 2021. Meski probabilitas tersebut kecil, tetapi terus mengalami kenaikan.

Jika data ekonomi AS terus menunjukkan perbaikan, tidak menutup kemungkinan probabilitas tersebut akan semakin meningkat, yang bisa membuat dolar AS kian perkasa.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Penjualan Ritel Indonesia Merosot

Sementara itu dari dalam negeri, data menunjukkan penjualan ritel di Indonesia masih mengalami kontraksi pada Februari 2021, baik secara bulanan (month-to-month/MtM) dan tahunan (year-on-year/YoY). Rupiah pun makin terpukul.

Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Februari 2021 sebesar 177,1. Terjadi kontraksi atau pertumbuhan negatif 2,7% MtM. Secara YoY, kontraksinya mencapai 18,1%.

Namun data Februari 2021 sedikit lebih baik ketimbang bulan sebelumnya. Pada Januari 2021, penjualan ritel tumbuh -4,3% MtM.

"Responden menyampaikan bahwa perbaikan tersebut didorong oleh permintaan masyarakat yang meningkat saat HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional) Imlek dan libur nasional. Perbaikan terjadi pada sebagian besar kelompok barang, seperti Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya, dan Suku Cadang dan Aksesoris," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Senin (12/4/2021).

Di bulan Maret, penjualan ritel diperkirakan akan lebih baik lagi. Responden memprakirakan peningkatan kinerja penjualan eceran berlanjut pada Maret 2021. Hal itu tercermin dari IPR Maret 2021 yang diprakirakan tumbuh 2,9% (MtM), meski secara tahunan masih berkontraksi 17,1%.

"Secara tahunan, penjualan eceran diprakirakan membaik dan tumbuh sebesar -17,1% (YoY) pada Maret 2021. Perbaikan terjadi pada hampir seluruh kelompok komoditas yang disurvei, terutama Kelompok Barang Lainnya, termasuk Subkelompok Sandang, Kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Kelompok Barang Budaya dan Rekreasi," lanjut keterangan BI.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular