Mencolok Sendiri, Market Cap Bank Mandiri Naik Rp 13 T

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
12 April 2021 12:50
Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Perdagangan pekan lalu diwarnai dengan ambruknya saham-saham konstruksi setelah disentil oleh mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan karena tumpukan utang yang menggunung.

Di sisi lain saham-saham bank mini yang sebelumnya didera auto reject bawah (ARB) berjilid-jilid, pada pekan lalu pun mulai bergeliat kembali.

Pada dasarnya sentimen untuk saham cukup positif pada pekan lalu. Baik dolar Amerika Serikat (AS) maupun imbal hasil obligasi pemerintah Paman Sam tenor 10 tahun yang sebelumnya 'kesetanan' kini mulai kalem dan seolah kehilangan taji.

Kenaikan kedua aset tersebut sempat membuat pasar saham Asia mengalami outflow sebesar US$ 3,18 miliar atau setara dengan Rp 46,1 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500/US$.

Kenaikan imbal hasil (yield) membuat dolar yang tertekan juga bangkit. Di sisi lain membuat opportunity cost memegang aset berisiko seperti saham menjadi kurang menarik. Pasalnya yield dari obligasi pemerintah AS sudah melampaui yield dividen dari S&P 500 yang hanya 1,5% saja.

Di pasar surat berharga negara (SBN), yield tenor 10 tahun ikut menurun dari yang tadinya 6,6% menjadi 6,45%. Asing tercatat membukukan aksi beli bersih di aset pendapatan tetap Tanah Air senilai Rp 4,15 triliun pada 5-8 April 2021 menurut catatan Bank Indonesia (BI).

Namun adanya inflow ke pasar keuangan domestik sebesar lebih dari Rp 2,3 triliun tak mampu membuat rupiah menguat. Justru yang ada rupiah malah tertekan 0,28% di hadapan greenback (dolar AS) yang sejatinya sedang loyo.

Kembali ke makro, posisi cadangan devisa RI juga tergerus US$ 1 miliar lebih ke US$ 137,1 miliar dari sebelumnya mencapai US$ 138,8 muliar karena adanya pembayaran kewajiban pemerintah.

Kabar baiknya sentimen konsumen mulai membaik. Tercatat indeks keyakinan konsumen (IKK) mengalami kenaikan di bulan Maret menjadi 93,4. Padahal di bulan sebelumnya masih berada di 85,8.

Sentimen positif lain yang juga turut mengerek aset ekuitas dalam negeri pada pekan lalu adalah rilis risalah rapat bank sentral AS, The Fed. Bank sentral paling digdaya di dunia itu menyebutkan bahwa kebijakan pembelian obligasi akan tetap dilanjutkan untuk mendorong perekonomian.

Di sisi lain Dana Moneter Internasional (IMF) juga memberikan outlook perekonomian global yang lebih baik dengan menaikkan angka proyeksi pertumbuhan PDB dunia dari 5,3% menjadi 6% tahun ini. Faktor-faktor tersebut cukup mampu mendongkrak risk appetite investor untuk berburu aset-aset berisiko.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular