
Duh, Ini Pekan Terburuk bagi Batu Bara, Ambles 7%

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini dapat dikatakan sebagai pekan terburuk bagi komoditas batu bara, di mana harga komoditas batu hitam tersebut ambruk hingga hampir 7% sepanjang pekan ini atau lebih buruk sedikit dari pekan di pertengahan Maret lalu.
Sepanjang pekan ini, harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) ambruk hingga 6,96% ke level US$ 85,5/ton secara point-to-point. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya aliran perdagangan batu bara di kawasan Asia.
Kenaikan harga batu bara sebenarnya ditopang juga oleh perbaikan fundamentalnya. Sejak bulan kesembilan tahun lalu, volume impor batu bara Asia mulai naik hingga Januari 2021.
Impor dari India relatif stabil sementara impor China terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan dan ketatnya pasokan yang membuat harga batu bara lokalnya naik tajam.
Namun, mulai Februari 2021 impor batu bara dari kedua negara tersebut mulai melandai. Sementara itu perdagangan batu bara dunia juga mencapai puncaknya pada Desember tahun lalu serta mulai melandai di dua bulan pertama tahun ini.
![]() |
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agung Pribadi, mengatakan memanasnya perang dagang Australia dan China berpengaruh terhadap sejumlah harga komoditas global termasuk batu bara.
Menurutnya tensi dagang tersebut berimbas positif karena naiknya permintaan batu bara Indonesia ke China. Jadi meskipun ada penurunan volume impor, tetapi RI tetap diuntungkan dari perseteruan antara Negeri Kanguru dengan Negeri Panda.
Soal ekspor, RI sedang berupaya menggenjot pengiriman batu bara ke China sebanyak 200 juta ton tahun ini. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) memproyeksikan ekspor batu bara tahun 2021 ke China sebesar 160 juta ton. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia.
Menurutnya target 160 juta ton ini masih dibahas dalam conference call dengan pihak China Coal Transportation and Distribution Association (CCTDA).
Sebelumnya, Hendra pernah menyampaikan harapan ekspor batu bara ke China tahun ini bisa mencapai 200 juta ton. Menanggapi pernyataan sebelumnya, Hendra menyebut angka 200 juta ton adalah angka di MoU.
Menurutnya, ekspor batu bara ke China tahun lalu mencapai sekitar 140 juta ton. Mengejar ekspor 200 juta ton seperti di dalam MoU dia sebut tidak bisa serta merta.
Dari sisi produksi, output di kuartal pertama tahun ini kemungkinan akan lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu. Curah hujan yang cukup tinggi dia sebut menjadi penyebab turunnya produksi di Kuartal I tahun ini.
Meski di Kuartal I diproyeksikan lebih rendah, namun sampai akhir 2021, produksi diproyeksikan bisa mencapai lebih dari yang ditargetkan pemerintah. Di tahun ini, pemerintah menargetkan produksi batu bara sebanyak 550 juta ton.
Berdasarkan data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang dikutip CNBC Indonesia per, Selasa, (06/04/2021) realisasi produksi mencapai 142,42 juta ton, atau 25,89% dari target.
Realisasi ekspornya mencapai 66,83 juta ton atau 16,92%. Lalu realisasi (domestic market obligation/DMO) mencapai 19.50 juta ton atau 12,58% dari target.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Reli Batu Bara Tak Terbendung, Tembus Level Psikologis 80