
The Fed 'Bersabda' tapi Pasar Masih Gak Percaya, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed merilis notula rapat kebijakan moneter edisi Maret pada Kamis (8/4/2021) dini hari waktu Indonesia. Notula tersebut, Ketua The Fed, Jerome Powell, dan kolega sepakat untuk tidak mengubah kebijakan moneternya dalam waktu dekat, tetapi pasar sepertinya masih belum percaya.
The Fed mengindikasikan suku bunga rendah 0,25% akan terus dipertahankan hingga pasar tenaga kerja lebih kuat serta tingkat inflasi mencapai target rata-rata 2%.
Para pembuat kebijakan (FOMC) di bank sentral paling powerful di dunia tersebut juga mengakui perekonomian AS sudah mulai membaik secara substansial, tetapi perlu kemajuan lebih banyak lagi untuk mulai mempertimbangkan merubah kebijakan moneternya.
Pada Februari lalu, inflasi inti AS (yang dicerminkan oleh Personal Consumption Expenditure/PCE inti) tumbuh di 1,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year). Pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan laju Januari 2021 yang sebesar 1,5%.
Inflasi PCE merupakan acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga, dengan target rata-rata 2%, maka meski inflasi PCE akan dibiarkan lebih tinggi dari 2% dalam beberapa waktu ke depan. Tujuannya untuk memperoleh rata-rata inflasi 2%, sebab kali terakhir inflasi PCE berada di atas level 2% pada Desember 2018.
Selain itu, stimulus moneter dengan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan, disebut memberikan dukungan yang substansial terhadap perekonomian. Artinya, tapering atau pengurangan nilai QE juga belum akan dilakukan.
"Para peserta rapat menggarisbawahi bahwa sepertinya perlu waktu untuk mencapai kemajuan yang signifikan dalam mencapai target-target tersebut. Ke depan, jalan masih penuh ketidakpastian dengan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) tetap menjadi risiko," tulis notula itu.
Meski demikian, pelaku pasar masih belum percaya The Fed tidak akan merubah kebijakannya dalam waktu dekat. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group yang menunjukkan mulai munculnya "suara-suara" kenaikan suku bunga di akhir tahun ini.
Berdasarkan perangkat FedWatch tersebut, pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 10,4% The Fed akan menaikkan suku bunga menjadi 0,5% pada bulan Desember 2021. Meski probabilitas tersebut kecil, tetapi mengalami kenaikan nyaris 2 kali lipat dibandingkan sepekan lalu 5,4%.
![]() |
Jika data ekonomi AS terus menunjukkan perbaikan, tidak menutup kemungkinan probabilitas tersebut akan semakin meningkat. Apalagi, The Fed sendiri merubah proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini menjadi 6,5% dari prediksi sebelumnya 4,2%.
Besarnya revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak diikuti dengan pembaharuan panduan kebijakan yang akan diambil, sehingga menimbulkan tanda-tanya di pasar.
Selain itu, The Fed juga memproyeksikan tingkat pengangguran di akhir tahun nanti sebesar 4,5% dan inflasi berada di 2,2%.
"Kebijakan moneter saat ini diterapkan untuk menghadapi ketidakpastian yang ditimbulkan dari krisis Covid-19. Tetapi, dengan perekonomian yang terus menunjukkan perbaiukan serta kemajuan dalam vaksinasi membuat sulit untuk memahami bagaimana kebijakan dikalibrasi dengan benar sekarang," kata Bob Miller, head of Americas fundamental fixed income di BlackRock, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (8/4/2021).
"Stance moneter yang darurat masih sama, meski saat ini tidak ada kondisi darurat" tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Powell Sebut Ekonomi AS Sangat Kuat, Pasar RI Harus Waspada?
