Bom di Gereja Katedral Makassar, ke Mana Pasar Hari Ini?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
29 March 2021 06:26
Markets Wall Street. (AP/Courtney Crow)
Foto: Markets Wall Street. (AP/Courtney Crow)

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street bergerak bervariasi pada pekan lalu. Secara point-to-point, Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 1,36%, dan S&P 500 meroket 1,57%. Namun indeks Nasdaq Composite pada pekan lalu melemah 0,58%.

Saham-saham teknologi di AS masih menjadi incaran investor untuk dijual demi mendapatkan keuntungan. Padahal, imbal hasil () obligasi pemerintah AS (US Treasury) pada pekan lalu mengalami penurunan.

Pekan lalu, yield Treasury acuan tenor 10 tahun turun 7,2 basis poin (bp) ke level 1,66%. Namun, aksi jual investor di saham-saham teknologi sepertinya masih belum terhindarkan, sehingga indeks Nasdaq masih melemah pada pekan lalu, walaupun pada perdagangan akhir pekan lalu, Nasdaq berhasil ditutup melesat 1,24%.

Turunnya yield Treasury pada pekan lalu diakibatkan oleh pernyataan ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengatakan bahwa inflasi bukanlah ancaman perekonomian AS saat ini.

Powell dan Menteri Keuangan Janet Yellen pada perdagangan Rabu (24/3/2021) lalu kembali dicecar di depan Komite Jasa Keuangan DPR AS. Di hari kedua forum tersebut, mereka menggarisbawahi bahwa ekonomi akan pulih pada 2021 berkat stimulus moneter dan fiskal.

Sehari sebelumnya, dua Powell dan Yellen mengakui bahwa aset di pasar modal sudah mahal tapi sektor keuangan mash kuat dan bisa menghadapi gejolak pasar meski stimulus berkurang. Mereka menilai belum ada kekhawatiran soal stabilitas keuangan.

Pada pekan sebelumnya, kenaikan imbal hasil acuan obligasi di pasar AS memicu kekhawatiran bahwa harga saham teknologi bakal melemah.

Adapun saham teknologi tertekan karena pemulihan ekonomi memicu peralihan kepemilikan saham dari sektor teknologi ke sektor siklikal yang diuntungkan ketika ekonomi pulih.

Sementara itu, kinerja bursa Wall Street sempat terganggu dan melemah parah pada hari Rabu (24/3/2021) pekan lalu akibat aksi jual investor di saham teknologi. Selain karena profit taking investor di saham teknologi, lonjakan kasus aktif virus corona di Eropa juga menjadikan pelaku pasar kembali khawatir.

Benua Biru memang lagi-lagi terguncang karena wabah virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di Eropa per 24 Maret 2021 adalah 43.099.204 orang. Bertambah 207.424 orang dibandingkan hari sebelumnya.

Dalam sepekan terakhir, rata-rata penambahan pasien positif adalah 215.930 orang per hari. Lebih tinggi dibandingkan rerata sepekan sebelumnya yaitu 192.688 orang per hari.

Phillip Lane, Kepala Ekonom Bank Sentral Uni Eropa (Europe Central Bank/ECB), mengungkapkan bahwa ekonomi Eropa tahun ini diperkirakan tumbuh 4%. Ini sudah memasukkan faktor lockdown.

Namun Lane memperingatkan bahwa kuartal II-2021 sepertinya bakal lumayan berat. "Sekarang kita akan segera masuk ke kuartal II, yang sepertinya bakal terasa lama," ujarnya kepada CNBC International.

Dinamika ini membuat pelaku pasar mencemaskan prospek pemulihan ekonomi dunia. Ada kemungkinan laju pertumbuhan ekonomi tidak akan secepat perkiraan sebelumnya jika lockdown masih saja terjadi.

 

 

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular