Analisis

Resmi Keroyokan Bikin Holding Baterai, Ini Beda Aset 4 BUMN

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
29 March 2021 07:35
Erick Thohir di acara ISEI, Rabu 17 Maret 2021
Foto: Erick Thohir di acara ISEI, Rabu 17 Maret 2021

Jakarta, CNBC Indonesia - Resmi sudah pendirian holding perusahaan pabrik baterai listrik milik Indonesia yakni Indonesia Battery Corporation (IBC). Perusahaan patungan empat BUMN ini didirikan sebagai holding untuk mengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik (Electric Vehicle Battery) yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Sebanyak empat perusahaan BUMN sektor pertambangan dan energi yang membentuk IBC yakni Holding Industri Pertambangan MIND ID (PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum), PT Anyam Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), dengan komposisi saham sebesar masing-masing 25%.

Jumat pekan lalu (26/3), Menteri BUMN Erick Thohir menggelar konferensi pers bersama pendirian IBC ini. Hadir saat itu, Wakil Menteri BUMN 1 Pahala N. Mansury, Ketua Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah, Group CEO MIND ID Orias Petrus Moedak, Direktur Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha Pertamina Iman Rachman, Dirut PLN Zulkifli Zaini, Dirut Antam Dana Amin, dan Dirut Pertamina Power Indonesia Dannif Danu Saputro.

"Kita ingin menciptakan nilai tambah ekonomi dalam industri pertambangan dan energi, terutama nikel yang menjadi bahan utama baterai EV, mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik, dan memberikan kontribusi terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, investasi skala besar seperti ini akan membuka banyak lapangan kerja, khususnya untuk generasi muda kita, " ujar Erick Thohir dalam konferensi pers tersebut.

Penandatanganan perjanjian pemegang saham (shareholders' agreement) sudah dilangsungkan pada 16 Maret 2021 oleh empat BUMN tersebut.

Sejalan dengan IBC yang akan mengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik, IBC juga akan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga yang menguasai teknologi dan pasar global untuk membentuk entitas patungan di sepanjang rantai nilai industri EV battery mulai dari pengolahan nikel, material precursor dan katoda, hingga battery cell, pack, energy storage system (ESS), dan recycling.

Hingga saat ini telah dilakukan penjajakan kepada beberapa perusahaan global yang bergerak di industri baterai EV, seperti dari China, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Eropa.

Wakil Menteri I BUMN, Pahala Mansury mengungkapkan IBC tidak hanya akan punya satu pabrik. Namun akan menjadi industri baterai listrik yang terintegrasi.

"Jadi bukan bangun 1 pabrik saja, tap Indonesia punya mining-nya, smelting-nya, kemudian produksi prekursor, battery pack, bahkan tadi disampaikan kami ingin juga energy storage stabilizer dan recycling-nya. Investasi yang dibutuhkan bisa sampai sampai US$ 17 miliar," kata Pahala, dikutip Sabtu (27/3/2021).

IBC rencananya ingin memiliki kapasitas mencapai 140 giga watt hour (GWh) dan 50 GWh di antaranya akan bisa diekspor. Lalu sisanya digunakan untuk produksi Electric Vehicle atau EV di Indonesia.

Menurut Pahala, potensi EV di Indonesia terdiri dari dua roda sebanyak 10 unit lalu empat roda lebih dari 2 juta unit untuk tahun 2030.

Selain itu Nike ore, campuran bijih nikel laterit kadar rendah jenis saprolit dengan limonit dapat diproduksi di Indonesia. Nantinya bisa menjadi baterai cell berkapasitas 140 GWh.

"Tahap 1 bagaimana produksi antara 10-30 GWh untuk produksi baterainya tahap 1, tapi perkembangan nanti dengan jumlah mitra yang kita miliki dan makin banyak yang bisa diproduksi di domestik dari masing masing bagian ini kita harapkan bisa jadi bagian," jelasnya

Lalu bagaimana dengan kinerja keuangan empat perusahaan BUMN ini. Dengan kapasitas keuangan yang ada, apakah bisa mengembangkan holding industri baterai ke depan?

NEXT: Gabungan Aset 4 BUMN Ini

Untuk BUMN kelistrikan, PLN, berdasarkan laporan keuangan, pada akhir 2019, jumlah aset tertinggi dimiliki oleh PLN sebesar Rp 1.585 triliun dengan 90% nya merupakan aset tidak lancar.

Pertamina menyusul di posisi kedua dengan total aset Rp 939,2 triliun. Posisi ketiga ditempati Inalum dengan total aset 10 kali lebih kecil dari milik PLN sebesar Rp 164 triliun. Antam memiliki jumlah aset sebesar Rp 30,1 triliun.

Total aset dari keempat perusahaan holding baterai tersebut adalah Rp. 2.718 triliun dengan PLN berkontribusi lebih dari separuhnya.

Dari sisi pendapatan, sepanjang tahun 2019, Pertamina memperoleh pendapatan tertinggi sebesar Rp 764 triliun. PLN menyusul di posisi kedua dengan pendapatan sebesar Rp 285 triliun, Inalum Rp 80,6 triliun dan Antam Rp 32,7 triliun.

Holding baterai memperoleh total pendapatan sebesar Rp. 1.162 triliun.

Kinerja 4 BUMN/Ferry Sandria/CNBCFoto: Kinerja 4 BUMN/Ferry Sandria/CNBC
Kinerja 4 BUMN/Ferry Sandria/CNBC

Untuk beban usaha, sepanjang 2019 Pertamina kembali terbesar dengan nilai beban usaha sebesar Rp 695 triliun. PLN merogoh kocek sebesar Rp. 315 triliun, yang mana lebih besar dari pendapatan usaha mereka. Inalum menghabiskan Rp. 74,8 triliun dan Antam Rp. 31,7 triliun.

Total beban usaha keempat perusahaan tersebut selama adalah sebesar Rp 1.117 triliun.

Pertamina mencetak laba sebesar Rp. 68,6 triliun sepanjang 2019, Inalum memperoleh laba sebesar Rp. 5,7 triliun dan Antam sebesar Rp. 995 milyar.

PLN mengalami kerugian Rp. 29,8 triliun jika tidak memperoleh subsidi. Akan tetapi setelah menghitung subsidi listrik dari pemerintah sebesar Rp. 51,7 triliun dan pendapatan dari kompensasi sebesar Rp. 22,2 triliun, total laba usaha menjadi Rp. 44,1 triliun.

Total profit keempat perusahaan tersebut setelah subsidi adalah Rp. 119,3 triliun.

Dari segi ekuitas, PLN memimpin dengan nilai sebesar Rp. 929 triliun. Pertamina Rp. 437,1 triliun, Inalum Rp. 71,1 triliun dan Antam Rp. 18,1 triliun. Total ekuitas empat perusahaan yang ikut dalam holding baterai adalah Rp. 1.455 triliun

Untuk laporan kinerja keuangan setahun penuh tahun 2020, baru PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang sudah menerbitkan. Untuk PLN dan Pertamina, kinerja keuangan terbaru mereka adalah laporan paruh pertama tahun 2020, sedangkan Inalum belum mengeluarkan laporan kinerja keungan selama tahun 2020 lalu.

Pada tahun 2020 pendapatan Antam turun 16,5% menjadi Rp 27,3 triliun, beban usaha ikut turun 20,2% menjadi Rp. 25,5, dan mengalami kenaikan laba menjadi Rp 2 triliun. Aset Antam naik 5,3% menjadi Rp 31,7 triliun, ekuitas pun naik 5% menjadi Rp. 19 triliun.

Pendapatan PLN pada paruh pertama 2020 mencapai 49% dari total pendapatan tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp. 139,7 triliun.

Beban usaha mencapai Rp. 149,9 triliun, porsinya 47,5% dari total tahun 2019. Untuk laba paruh pertama 2020, sebelum subsidi PLN merugi Rp. 10,1 triliun dan menjadi untung Rp. 14,8 triliun setelah mendapatkan subsidi sebesar Rp 25 triliun.

Untuk aset dan ekuitas masing-masing mengalami kenaikan kecil menjadi Rp 1.617 triliun dan Rp 932 triliun..

Sementara Untuk Pertamina, pendapatan paruh pertama 2020 atau semester I, baru mencapai 37,5% dari total pendapatan tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp. 286,8 triliun. Beban usaha sendiri mencapai Rp. 264,2 triliun, 37,9% dari total tahun sebelumnya. Untuk laba semester I-2020, baru mencapai 32% dari total penuh 2019, yaitu sebesar Rp. 22,5 triliun.

Adapun aset dan ekuitas Pertamina, masing-masing mengalami kenaikan tipis menjadi Rp 983 triliun dan Rp 415 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular