Aura Kelabu, IHSG Sesi I Ditutup Merosot Nyaris 1%

Putra, CNBC Indonesia
22 March 2021 11:46
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia-Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok pada perdagangan siang ini. Dibuka turun 0,15% ke level 6.346,79. Jelang penutupan sesi pertama IHSG ambruk 0,67% ke level 6.313,46 pada perdagangan Senin (22/3/21).

Nilai transaksi hari ini sebesar sebesar Rp 6,3 triliun dan terpantau investor asing menjual bersih Rp 180 miliar di pasar reguler. Tercatat 208 saham terapresiasi, 242 terkoreksi, sisanya 166 stagnan.

Asing melakukan pembelian di saham PT JAPFA Tbk (JPFA) sebesar Rp 20 miliar dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 14 miliar.

Sedangkan jual bersih dilakukan asing di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang dilego Rp 101 miliar dan PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang dijual Rp 59 miliar.

Dari dalam negeri, pemerintah resmi memperpanjang kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro hingga 5 April 2021. Cakupannya kini bertambah ke Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Namun, pemerintah memberi kelonggaran terhadap sejumlah aktivitas. Kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi/akademi mulai diuji coba untuk berlangsung secara tatap muka yang nantinya diatur oleh Peraturan Kepala Daerah. Kegiatan sosial-budaya juga sudah diizinkan, dengan kapasitas maksimal 25% dan menerapkan protokol kesehatan.

Well, di satu sisi memang masih ada pembatasan di sana-sini. Misalnya kegiatan perkantoran masih disarankan 50% dilakukan dari rumah (work from home)atau restoran yang hanya boleh menerima pelanggan yang makan-minum di tempat dibatasi 50% dari kapasitas.

Namun di sisi lain, pemerintah juga membuka ruang bagi kegiatan yang selama ini ditutup total seperti pendidikan dan sosial-budaya seperti konser musik. Ini tentu memberi angin segar, aktivitas yang boleh dilakukan masyarakat semakin bertambah. Diharapkan permintaan akan pulih sehingga mendongkrak kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Selanjutnya, Pelaku pasar mulai mengendus adanya kemungkinan pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden untuk menaikkan tarif pajak. Maklum, pemerintah butuh pemasukan untuk membiayai pembengkakan pengeluaran, termasuk untuk paket stimulus bernilai US$ 1,9 triliun.

"Ini (kenaikan tarif pajak) sudah patut menjadi hal yang dianggap serius. Ini akan segera dibicarakan dan akan menjadi kenyataan," tutur Quincy Krosby, Chief Market Strategist di Prudential Financial, seperti dikutip dari Reuters.

"Dalam 6-8 bulan ke depan, pasar akan semakin khawatir dengan isu tersebut," tambah Jonathan Golub, US Equity Strategist di Credit Suisse, juga dikutip dari Reuters.

Pada masa kampanye, Biden memang mengusulkan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 21% menjadi 28%. Rencana ini mendapat dukungan dari Janet Yellen, Menteri Keuangan AS.

Menurut riset Citi, kenaikan tarif PPh dari 21% menjadi 25% saja sudah menggerus laba emiten anggota S&P 500 sekitar 4-5%. Kalau tarif naik sampai 28%, maka laba akan turun 6-7%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular