
Kacau! Saham WTON 5 Tahun Nyungsep 64%, Laba 2020 Anjlok 75%

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu anak usaha perusahaan konstruksi pelat merah yaitu PT Wika Beton Tbk (WTON) merilis laporan keuangannya pekan lalu. Sebagai salah satu sektor yang terdampak pandemi, kinerja keuangan perusahaan pun merosot.
Pendapatan usaha WTON sepanjang tahun fiskal 2020 turun 32% (yoy) dari Rp 7,08 triliun menjadi Rp 4,8 triliun. Pembatasan aktivitas ekonomi sebagai upaya pengendalian pandemi membuat kontrak baru yang didapatkan oleh WTON turun.
Proyek-proyek pembangunan infrastruktur pemerintah yang sebelumnya menjadi prioritas utama menjadi bergeser. Pemerintah fokus terhadap sektor kesehatan dan pemberian stimulus untuk meredam dampak perekonomian.
Mengacu laporan keuangan, laba bersih anak usaha PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) ini pada tahun lalu anjlok 75% (yoy) dari Rp 795 miliar menjadi hanya Rp 184 miliar. Penurunan pendapatan dan margin menjadi pemicunya. Margin kotor WTON drop dari 13,4% menjadi 6,4% di tahun 2020.
Selayaknya perusahaan yang bergerak di sektor konstruksi, WTON juga menggunakan utang untuk membiayai kontrak proyeknya. Total utang WTON mencapai Rp 2,8 triliun. Meskipun tidak ada surat utang yang jatuh tempo dalam waktu dekat tetapi total utang jangka pendeknya mencapai lebih dari 80%.
Pada tahun 2020 utang jangka pendek perusahaan meningkat Rp 328 miliar menjadi Rp 2,3 triliun. Sebanyak 98% utang tersebut berupa pinjaman dari bank.
Penurunan kinerja WTON tahun 2020 membuat harga saham perusahaan yang mayoritas pendapatannya berasal dari penjualan precast ini drop 14% jika mengacu perdagangan saham Kamis (18/3).
Sebenarnya harga saham WTON cenderung anjlok terus sejak melantai di bursa saham April 2014. Tercatat harga saham WTON turun 53,4% sejak listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Namun sejak mencapai level tertingginya pada 12 Februari 2015, nilai kapitalisasi pasar terjun 75% dari Rp 1.425/unit menjadi Rp 354/unit. Selain sentimen, sebenarnya penurunan harga saham yang terus menerus ini juga dibarengi dengan penurunan fundamental perusahaan.
NEXT: Analisis lanjutan
