
Powell-Perry Tahan Suku Bunga, Harga SBN Kok Lanjut Melemah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada perdagangan Kamis (18/3/2021) mayoritas kembali ditutup melemah, setelah pasar bereaksi terhadap outlook ekonomi Amerika Serikat (AS) yang disampaikan bank sentralnya (Federal Reserve/The Fed).
Mayoritas SBN acuan kembali dilepas oleh investor hari ini, ditandai dengan kembali naiknya imbal hasil (yield) di hampir semua tenor SBN acuan.
Namun kenaikan yield SBN hari ini tidak dialami oleh SBN acuan bertenor 5 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun dengan seri masing-masing FR0081, FR0087, dan FR0083, di mana ketiga seri SBN tersebut ramai dikoleksi oleh investor pada hari ini dan mengalami penurunan yield.
Untuk yield SBN dengan seri FR0081 bertenor 5 tahun hari ini turun sebesar 2,3 basis poin (bp) ke level 5,924%, sedangkan untuk yield SBN berkode FR0083 berjatuh tempo 20 tahun turun 4 bp ke 7,454%.
Adapun untuk yield SBN seri FR0087 dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara turun sebesar 0,5 bp ke level 6,752%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Koreksi terjadi bahkan setelah bank sentral AS dan bank sentral Indonesia (Bank Indonesia/BI) bersama-sama mempertahankan suku bunga acuannya di level rendah, di tengah kenaikan yield obligasi global yang masih terjadi hingga kini.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menegaskan bahwa kebijakan moneter longgar-yang memungkinkan suku bunga rendah dan aksi gelontor likuiditas di pasar-bakal terus berlanjut.
Dalam pidatonya, The Fed mengakui bahwa inflasi tahun ini bisa menyentuh angka 2,2%, di atas rerata patokan yang biasa mereka pakai untuk mencegah mesin ekonomi terlalu panas (overheated).
Namun, secara bersamaan The Fed menegaskan akan tetap mempertahankan kebijakan moneter longgarnya tersebut demi pasar tenaga kerja dan ekonomi yang membaik.
"Kami memang berharap bahwa akan ada kemajuan lebih cepat di pasar tenaga kerja dan inflasi setelah sekian tahun, berkat kemajuan vaksin, dan karena dukungan fiskal yang kita dapatkan," tutur Ketua The Fed Jerome Powell sebagaimana dikutip CNBC International.
Seiring dari keputusan The Fed yang tetap mempertahankan kebijakan akomodatif-nya (dovish), BI juga memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,5%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Maret 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, Deposit Facility sebesar 2,75%, dan Lending Facility sebesar 4,25%," sebut Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG edisi Maret 2021, Kamis (18/3/2021).
Hal ini sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, yang memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 3,5%. Seluruh institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus memperkirakan tidak ada perubahan. Sepakat bulat, aklamasi, tidak ada dissenting opinion.
Namun sayangnya, yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) terus naik. Berdasarkan data dari situs World Government Bond, yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun naik 2,5 basis poin (bp) ke level 1,646% pada Rabu dan per sore hari ini (waktu Indonesia), yield kembali naik 8,4 bp ke level 1,73%.
Artinya yield Treasury acuan AS kembali mencetak rekor tertingginya sejak Januari 2020. Kenaikan yield Treasury dapat memicu capital outflow di pasar obligasi Indonesia, sebab selisih dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Kini selisih (spread) antara Treasury tenor 10 tahun dengan SBN berjatuh tempo 10 tahun sebesar 511,7 bp.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aksi Ambil Untung di SBN Mulai Mereda, Harga SBN Menguat Lagi
