Capai Level Tertinggi 5 Bulan, Dolar Singapura Jeblok 0,5%

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 March 2021 12:48
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura melemah tajam melawan rupiah pada perdagangan Kamis (18/3/2021) setelah mencapai level tertinggi dalam nyaris 5 bulan terakhir.

Sentimen pelaku pasar yang membaik setelah pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed, membuat rupiah perkasa.

Pada pukul 11:47 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.710,29, dolar Singapura jeblok 0,48% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin, mata uang Negeri Merlion ini menguat 0,54% ke Rp 10.761,71/SG$, yang merupakan level penutupan tertinggi sejak 23 Oktober 2020 lalu.

Kenaikan tersebut terjadi setelah data dari Pemerintah Singapura menunjukkan ekspor non-minyak naik 8,2% month-to-month (MtM), dan sudah naik dalam empat bulan beruntun.

Sementara jika dibandingkan dengan Februari 2020, ekspor non-minyak naik 4,2%, dan sudah naik dalam 3 bulan beruntun.

Singapura merupakan negara yang mengandalkan ekspor guna memutar roda perekonomiannya. Pada 2019, rasio ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura adalah 104,91%. Singapura menjadi negara dengan rasio ekspor terhadap PDB terbesar di dunia. Artinya, ketika ekspornya mulai pulih, maka pertumbuhan ekonomi juga akan bangkit.

Dengan kenaikan ekspor di awal tahun ini, perekonomian Singapura diprediksi tumbuh secara YoY di kuartal I-2021. Artinya, Singapura akan lepas dari resesi.

Nilai tukar dolar Singapura yang cukup tinggi, ditambah dengan membaiknya sentimen pelaku pasar pasca pengumuman kebijakan moneter The Fed memicu aksi profit taking, yang membuat rupiah menguat pada hari ini.

Dalam konferensi pers, ketua The Fed, Jerome Powell, mengakui perekonomian Amerika Serikat sudah membaik, bahkan proyeksi produk domestik bruto (PDB) dinaikkan cukup signifikan. Powell juga mengungkapkan pasar tenaga kerja akan terus membaik, dan inflasi juga akan naik.

"Kami memang berharap bahwa akan ada kemajuan lebih cepat di pasar tenaga kerja dan inflasi setelah sekian tahun, berkat kemajuan vaksin, dan karena dukungan fiskal yang kita dapatkan," tutur Ketua The Fed Jerome Powell sebagaimana dikutip CNBC International.

Meski perekonomian AS membaik, tetapi menurut The Fed masih belum cukup untuk merubah kebijakan moneternya. Inflasi yang tinggi lebih dari 2% di tahun ini menurut Powell terjadi akibat low base affect, dimana tahun lalu inflasi merosot akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian AS mengalami resesi.

"Saya menegaskan, kenaikan inflasi di atas 2% di tahun ini hanya sementara, dan tidak akan cukup memenuhi target kami," kata Powell.

Secara umum, hasil rapat kebijakan moneter The Fed kali ini menegaskan kebijakan moneter masih tetap longgar meski perekonomian AS sudah membaik. Pasar finansial global menyambut baik keputusan tersebut. Rupiah menjadi mata uang yang diuntungkan saat sentimen pelaku pasar membaik.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular