Analisis

Tapering Fed Batal, Tapi Awas...Masih Ada Ancaman di Pasar RI

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 March 2021 12:15
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell  (AP Photo/Steven Senne)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Steven Senne)

Yield Treasury AS tenor 10 tahun terus menanjak beberapa pekan terakhir, hingga menyentuh level tertinggi sejak Januari 2020, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% serta mengaktifkan QE di bulan Maret 2020.

Kenaikan yield tersebut sebagai respon pasar akan ekspektasi pertubuhan inflasi, sehingga melepas kepemilikan Treasury.

The Fed sebelumnya diperkirakan akan menjalankan Operation Twist guna meredam kenaikan yield tersebut. Nyatanya, The Fed malah tidak mempermasalahkan kenaikan yield Treasury tersebut.

The Fed masih cukup nyaman dengan kenaikan yield Treasury, selama itu merupakan respon dari membaiknya perekonomian.

Pada perdagangan Rabu, yield Treasury tenor 10 tahun naik 1,8 basis poin, kemudian pagi ini naik lagi 3,5 basis poin ke 1,6763%.

The Fed boleh jadi masih nyaman dengan kenaikan yield Treasury, tetapi tidak dengan pasar keuangan dalam negeri. Sebab selisih yield Treasury dengan Surat Berharga Negara (SBN) akan menyempit, dan berisiko memicu capital outflow.

Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada periode 1 sampai 15 Maret, investor asing melepas kepemilikan SBN nyaris Rp 20 triliun. Capital outflow tersebut lebih besar ketimbang sepanjang bulan Februari Rp 15 triliun.

Capital outflow juga kemungkinan terjadi kemarin dan hari ini, melihat yield SBN tenor 10 tahun yang naik 1,4 basis poin kemarin dan 1,8 basis poin siang ini ke 6,775%.

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga turun maka yield akan naik, dan sebaliknya. Saat harga turun, artinya sedang ada aksi jual.

Selain itu, lelang obligasi yang dilakukan pemerintah juga tidak mencapai target belakangan ini, menjadi indikasi kurang menariknya yield yang diberikan.

Terbaru, Selasa lalu pemerintah melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) dengan target indikatif Rp 30 triliun, tetapi yang dimenangkan hanya Rp 19 triliun.
Selain itu, penawaran yang masuk juga terbilang rendah, hanya Rp 40,1 triliun, turun dari lelang sebelumnya Rp 49,7 triliun.

Jika capital outflow terus terjadi di pasar obligasi, maka nilai tukar rupiah sulit untuk menguat melawan dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular