Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar menghebohkan datang dari perusahaan sekuritas dalam negeri yakni PT Indo Premier Sekuritas, salah satu sekuritas Anggota Bursa (AB) yang sebelumnya sempat 'merajai' bisnis penjamin emisi nasional. Kali ini, Bursa Efek Indonesia memberikan sanksi teguran tertulis kepada broker saham berkode PD ini.
Sanksi tersebut diberikan karena berdasarkan hasil pemeriksaan Bursa tahun 2020, kegiatan transaksi margin Indo Premier Sekuritas belum sesuai dengan ketentuan umum dalam transaksi margin dan short selling.
"Dengan ini kami umumkan bahwa Bursa Efek Indonesia telah mengenakan sanksi Teguran Tertulis kepada Indo Premier Sekuritas," kata Direktur BEI Kristian Manullang, dalam surat edaran yang disampaikan otoritas bursa bernomor Peng-00010/BEI.ANG/02-2021 tersebut.
Sebagai informasi, margin trading adalah fasilitas yang disediakan oleh perusahaan sekuritas bagi nasabahnya, yang memungkinkan para nasabah atau investor tersebut untuk membeli saham beberapa kali lipat, dari jumlah yang seharusnya didapat dengan dana yang tersedia.
Sementara itu, transaksi short selling atau jual kosong ialah transaksi yang berkebalikan dengan transaksi saham secara umum. Normalnya, investor membeli saham dengan harapan harganya kemudian naik sehingga ada keuntungan.
Lebih lanjut Direktur BEI Kristian Manullang menjelaskan BEI juga sudah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait sanksi tertulis ini dan meminta agar Indo Premier segera menindaklanjuti hasil temuan bursa.
"[Mengenai] temuan yang belum sesuai, kami tidak dapat menjelaskannya karena sifatnya confidential. Kami sudah koordinasikan dengan OJK dan sudah kami jelaskan ke perusahaan untuk dapat ditindaklanjuti," kata Kristian, dikutip Kamis (18/3/2021).
Hanya saja, Kristian belum bisa merinci lebih jauh apa saja kegiatan transaksi margin Indo Premier yang belum memenuhi ketentuan tersebut.
Indo Premier terkenal dengan aplikasi transaksi saham online yakni IPOT (Indo Premier Online Technology).
NEXT: Amankah Transaksi di IPOT?
Menanggapi ini, manajemen Indo Premier Sekuritas menyatakan sudah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BEI perihal transaksi margin yang diduga tak sesuai ketentuan yang berlaku.
Head of Marketing Indo Premier Sekuritas, Paramita Sari turut membenarkan adanya teguran tertulis dari bursa.
Menurutnya, memang terdapat beberapa hal teknis yang menjadi temuan tersebut, namun dia memastikan, teguran ini tak akan berimbas kepada keamanan transaksi nasabah.
"Based on hasil pemeriksaan IDX tahun 2020, Indo Premier diminta untuk lakukan beberapa penyesuaian teknis pelaksanaan margin dan short selling. Namun, teknis tersebut tidak mempengaruhi keamanan transaksi nasabah di IPOT [aplikasi trading saham milik perusahaan] dan bisnis perusahaan secara general," kata Paramita, kepada CNBC Indonesia, Rabu (17/3/2021).
Lebih lanjut, perusahaan, kata Mita juga sudah menindaklanjuti hasil temuan otoritas bursa tersebut di internal perusahaan. "Iya, kami sudah menindaklanjuti temuan tersebut," tuturnya.
Indo Premier Sekuritas masuk sebagai anggota bursa (AB), menjadi perusahaan manajer investasi dan perusahaan emisi efek (PPE). Belakangan sesuai dengan kebijakan otoritas pasar modal, bisnis MI dialihkan kepada anaknya, PT Indo Premier Investment Management (IPIM).
Khusus IPIM ini, fokus pada pengelolaan produk reksa dana non-konvensional seperti ETF alias exchange traded fund atau reksa dana yang bisa diperdagangkan di Bursa.
Adapun nilai modal kerja bersih yang disesuaikan (MKBD) Indo Premier Sekuritas per Februari 2021 sebesar Rp 577,72 miliar, berdasarkan data BEI.
Per 30 September 2020, laba bersih Indo Premier sebesar Rp 142,4 miliar, naik 3,5% dari periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 137,5 triliun.
Pendapatan perseroan juga naik 9,2% menjadi Rp 363 triliun per 30 September 2020. Sedangkan Laba usaha perseroan turun 5,7% menjadi Rp 186,7 pada kuartal ketiga tahun 2020.
Dari posisi neraca, total liabilitas perseroan per 30 September 2020 sebesar Rp 1,64 triliun, naik 7,3% dari periode 31 Desember 2019 yang sebesar Rp 1,62 triliun.
Sedangkan total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga naik 2,4% menjadi Rp 1,27 triliun. Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 naik 1,7% menjadi Rp 2,91 triliun.