Kemudian, PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS), PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), PT Bank Permata Tbk (BNLI) PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) dan PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA).
1. Bank Net Syariah (BANK)
Manajemen BANK berencana menggelar RUPSLB, yang salah satu agendanya ialah persetujuan rights issue. Hal ini terungkap dalam undangan RUPSLB yang disampaikan manajemen BANK di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (16/3/2021). RUPSLB akan digelar pada Rabu 7 April 2021 pukul 10.00 WIB di Mulia Hotel Jl. Asia Afrika-Senayan Jakarta.
Selain persetujuan rights issue, agenda lainnya ialah persetujuan perubahan nama perseroan, dan persetujuan perubahan susunan pengurus perseroan.
Dalam prospektus perusahaan pada 25 Januari 2021, hingga akhir Juli tahun lalu bank yang baru melantai di bursa pada 1 Februari 2021 ini mencatatkan laba bersih senilai Rp 59,97 miliar. Angka ini naik 79,12% dari posisi laba di periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 33,48 miliar.
Pada periode tersebut, perusahaan memiliki modal inti senilai Rp 652,78 miliar. Mengenai aturan modal inti, dalam keterbukaan informasi pada 9 Maret 2021, pihak BANK menyatakan komitmennya untuk memenuhi kewajiban modal inti minimum sesuai POJK No 12/2020.
Informasi saja, peraturan tersebut mengharuskan bank untuk memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun triliun tahun ini, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022.
Data BEI per 17 Maret, sebulan saham BANK naik 136%.
2. Bank Syariah Indonesia (BRIS)
Kementerian BUMN menyebutkan BRIS akan menggelar rights issue pada tahun ini. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan hal ini dilakukan guna memenuhi ketentuan jumlah saham beredar perusahaan (free float) saham, selain juga mencari mitra strategis baru.
Dari penerbitan saham baru ini perusahaan menargetkan bisa mendapatkan dana sebanyak-banyaknya US$ 500 juta atau setara dengan Rp 7 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Informasi saja, dampak dari merger BRIS menyebabkan porsi saham masyarakat di BRIS menjadi 6,85%. Persentase tersebut di bawah 7,5% atau berada di bawah ketentuan minimal saham milik publik.
BRIS belum memiliki laporan keuangan terbaru, yakni pascaresmi beroperasi setelah penggabungan (merger) pada 1 Februari 2021.
BSI merupakan hasil penggabungan tiga bank syariah pelat merah, yakni PT Bank Syariah Mandiri, PT BNI Syariah dan PT BRISyariah Tbk. BSI menggunakan ticker (kode saham) BRIS di pasar saham, mengingat BRISyariah menjadi bank yang menjadi entitas penggabungan.
Tahun lalu, BSI (masih memakai laporan kinerja BRI Syariah) mencatatkan laba bersih senilai Rp 248 miliar pada akhir 2020, meroket 235,14% dari posisi 2019.
Rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) tercatat 1,7% di akhir tahun lalu, turun dibanding dengan akhir tahun sebelumnya. Sementara, dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga BRIsyariah tumbuh 44,61%.
Berdasarkan data Kementerian BUMN, dengan memperhitungkan laporan keuangan Juni 2020, bank ini akan menjadi bank syariah terbesar di Indonesia dari sisi aset, dengan nilai mencapai Rp 214,6 triliun.
BSI akan menjadi Bank BUKU III dengan modal inti sebesar Rp 20,42 triliun.
Prospek bank syariah terbilang cerah, mengingat Indonesia menduduki peringkat ke-5 dari 73 negara sebagai ekonomi syariah terbesar di dunia. Data tersebut mengacu pada laporan The State of Global Islamic Economy Report 2019-2020, dikutip dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Saham BRIS jeblok 7% dan year to date masih naik 20% di Rp 2.700/saham.
3. Bank Rakyat Indonesia (BBRI)
Emiten bank pelat merah BBRI juga sebelumnya dikabarkan akan melakukan rights issue. Hal ini merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk membentuk Holding Ultra Mikro (Holding UMi) dengan menggabungkan tiga perusahaan pelat merah, yakni BBRI, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Sepanjang tahun lalu, BBRI mencatatkan laba sebesar Rp 18,66 triliun,terkontraksi45,70% dari laba bersih tahun 2019 sebesar Rp 34,37 triliun.
Hingga akhir Desember 2020, secara konsolidasian BBRI berhasil menyalurkan kredit senilai Rp 938,37 triliun atau tumbuh 3,89% secara tahunan (year on year/YoY).
Tercatat kredit mikro BRI tumbuh double digit sebesar 14,18%, kredit kecil dan menengah tumbuh 3,88% dan kredit konsumer tumbuh 2,26%.
Kinerja positif tersebut berdampak pada peningkatan porsi atau portofolio kredit UMKM BRI yang menyentuh angka 82,13% dari total seluruh kredit BRI. Adapun aset Bank BRI tercatat di atas Rp 1.500 triliun atau tepatnya Rp 1.511,81 triliun di tahun lalu, naik 6,7% dari Desember 2019 sebesar Rp 1.417 triliun.
Sebulan saham BBRI stagnan dan year to date naik 12% di Rp 4.670/saham.
4. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat & Banten (BJBR)
Manajemen akan menggelar RUPST 2020 guna meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pemegang saham atas rencana rights issue. RUPST tersebut rencananya akan diselenggarakan di Bandung pada 6 April 2021.
Dalam rencana rights issue ini BJBR akan melepas sebanyak 925 juta saham seri B dengan nominal Rp 250 per saham. Angka tersebut setara dengan 9,4% dari total jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh, dengan harga yang akan ditetapkan dan diumumkan kemudian di dalam prospektus.
Adapun dana hasil rights issue ini akan dipergunakan seluruhnya untuk memperkuat struktur permodalan dalam rangka ekspansi kredit.
BJBR berhasil membukukan kinerja moncer tahun lalu dengan capaian lababersih secara konsolidasi Rp 1,68 triliun sepanjang 2020, naik 8% dibandingkan 2019 senilai Rp 1,56 triliun.
Pencapaian laba ini melampaui industri perbankan yang mencatatkan laba terkontraksi33% selama periode 2020 lalu. Total nilai aset yang dimiliki bank bjb pun tumbuh sebesar 14,08% YoY menjadi Rp 140,93 triliun.
Sementara sektor kredit yang menjadi salah satu penopang pertumbuhan laba, tumbuh 9,07% y-o-y menjadi Rp 95,21 triliun dari 2019 senilai Rp 87,29 triliun.
Sebulan saham BJBR minus 2,17% dan year to date naik tipis 2% di Rp 1.580/saham.
5. Bank IBK Indonesia (AGRS)
Dalam materi public expose (PE) insidentil pada 15 Maret 2021, AGRS menjelaskan akan melakukan penambahan saham baru. Menurut prospektus perusahaan pada 15 Maret 2021, AGRS akan melakukan penawaran umum terbatas melalui rights issue dengan menerbitkan saham baru sekitar 7,28 miliar atau 39,35% dari total modal ditempatkan atau disetor penuh setelah rights issue.
Nilai nominal saham yang ditawarkan Rp100 dengan harga pelaksanaan sebesar Rp170.
Dengan demikian, jumlah dana hasil rights issue sekitar sebesar Rp1,23 triliun. Adapun tanggal pencatatan (recording date) pemegang saham yang berhak atas HMETD pada 11Mei 2021. Sementara, periode pelaksanaan right issue pada 24 Mei - 4 Juni 2021.
Dana hasil rights issue akan digunakan untuk penambahan modal dalam rangka modal kerja bank, dimana seluruhnya untuk penyaluran kredit.
Sampai triwulan ketiga tahun lalu, bank ini masih mencatatkan rugi bersih Rp 97,53 miliar, lebih anjlok dari posisi rugi bersih periode yang saham tahun sebelumnya Rp 38,69 miliar.
Pendapatan bunga bersih pun turun dari Rp 124,51 miliar pada kuartal III 2019 menjadi Rp 123,25 miliar. Di tengah desakan dari OJK soal pemenuhan modal inti, AGRS juga berkomitmen menjadi bank BUKU III dengan memenuhi aturan modal inti minimum sesuai POJK No 12/2020.
Sebulan saham AGRS terbang 291% dan year to date melesat 295% di Rp 805/saham.
NEXT: Dari Bank Neo Commerce hingga BACA
6. Bank Neo Commerce (BBYB)
Dalam keterbukaan informasi 8 Maret 2021, pihak BBYB mengaku akan melakukan aksi korporasi berupa menerbitkan penawaran umum terbatas (PUT) IV melalui rights issue pada kuartal I tahun ini untuk penambahan modal.
Bank eks Bank Yudha Bhakti ini akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 832.724.404 saham baru atas nama dengan nilai nominal Rp 100, yang ditawarkan dengan harga pelaksanaan Rp300/saham.
Dengan demikian dana rights issue ini berjumlah sebanyak-banyaknya Rp 249.817.321.200 atau Rp 249,82 miliar yang berasal dari saham portepel perseroan dan akan dicatatkan di BEI.
Dana yang diperoleh dari hasil PUT IV akan digunakan seluruhnya untuk modal kerja pengembangan usaha perseroan berupa penyaluran kredit dan kegiatan operasional perbankan lainnya.
Pada tahun lalu, bank yang sahamnya dimiliki oleh fintech Akulaku 24,98% ini mencatatkan laba bersih senilai Rp 15,87 miliar. Angka ini turun tipis 0,82% dibandingkan ltahun sebelumnya senilai Rp 16 miliar.
Sementara, penyaluran kredit BBYB pada 2020 sebesar Rp 3,66 triliun, merosot 4,19% dari tahun sebelumnya Rp 3,82 triliun. Selain itu, pihak manajemen BBYB secara gamblang menjelaskan, perusahaan berencana bertransformasi menjadi bank digital. BBYB juga menegaskan untuk memenuhi syarat modal inti minimum oleh OJK.
Sebulan saham BBYB melesat 47% dan year to date naik 105% di Rp 610/saham.
7. Bank Permata (BNLI)
Pada keterbukaan informasi pada 10 Maret 2021, manajemen BNLI mengumumkan akan melakukan penambahan modal melalui skema HMETD alias rights issue.
Dalam penawaran umum terbatas (PUT) IX ini, jumlah saham baru yang ditawarkan sebanyak-banyaknya sejumlah 88 miliar (88.000.000.000) lembar saham kelas B dengan nilai nominal Rp125 per lembar saham.
Adapun seluruh dana yang diperoleh dari rencana penambahan modal ini akan dipergunakan untuk memperkokoh struktur permodalan perseroan.
Lebih rinci, dana tersebut seluruhnya akan digunakan untuk membiayai peningkatan kredit dan aset produktif lainnya dalam rangka pengembangan usaha.
Sementara, perkiraan periode rights issue dimulai dalam jangka waktu antara tanggal persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sampai dengan efektifnya pernyataan pendaftaran tidak lebih dari 12 bulan.
Bank bekas milik Astra dan Standard Chartered ini mencatatkan penurunan laba bersih anjlok 51,9% menjadi Rp 721,59 miliar sepanjang 2020 dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,5 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan publikasi, penurunan laba disebabkan peningkatan impairment atau kerugian penurunan nilai aset keuangan dari Rp 1,07 triliun pada 2019 menjadi Rp 2,17 triliun pada 2020.Sementara itu, pendapatan bunga bersih meningkat dariRp 5,96 triliun menjadi Rp 6,8 triliun.
Sebagai informasi, bank milik Bangkok Bank ini akan RUPST dan RUPSLB pada 27 April 2021. Sebulan, saham BNLI minus 4,18% dan year to date terkoreksi 24% di posisi Rp 2.290/saham.
8. Bank Maspion (BMAS)
Pihak BMAS menjelaskan akan melakukan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) III atau rights issue. Dalam rencana tersebut, BMAS akan menerbitkan 2,28 miliar (2.285.792.296) saham baru atau setara dengan 33,79% dari modal disetor Bank Maspion pada saat pengumuman RUPSLB.
Nilai nominal saham yang diterbitkan sama dengan nilai nominal saham-saham perseroan yang telah dikeluarkan, yaitu Rp 100 per saham
Adapun perkiraan periode rights issue dalam jangka waktu antara tanggal persetujuan RUPSLB atas rencana ini sampai dengan efektifnya pernyataan pendaftaran tidak lebih dari 12 bulan. Dana hasil HMTED ini akan digunakan oleh perusahaan untuk memperkuat struktur permodalan perseroan dalam meningkatkan penyaluran jumlah kredit atau pinjaman dan investasi lainnya.
Per kuartal III tahun lalu, bank milik pengusaha Alim Markus ini mencetak laba bersih RP 41,75 miliar. Raihan ini turun 6,41% dari periode September 2019 senilai Rp 44,61 miliar. Pendapatan bunga bersih pun turun 2,84% dari Rp 179,86 miliar pada kuartal III 2019 menjadi Rp 174,75 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Adapun soal rencana pembelian saham oleh Bank Thailand yang sudah dimulai sejak April tahun lalu, pihak BMAS mengatakan Kasikorn Vision Company Limited akan melakukan pembelian saham yang saat ini dimiliki oleh existing shareholders.
Kasikorn Vision adalah anak usaha Kasikorn Bank Public Company Limited (KBank) yang saat ini menguasai saham BMAS 9,99%.
Saham BMAS sebulan meroket 190%, year to date melesat 185% di posisi Rp 1.225/saham.
9. Bank Capital (BACA)
Pihak BACA mengaku akan memperkuat modal untuk memenuhi aturan modal inti minimum OJK. Hal ini dilakukan dengan skema memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue pada semester II tahun ini.
Targetnya setelah aksi korporasi ini perusahaan akan memiliki modal Rp 3 triliun.
Apabila menilik laporan keuangan kuartal III tahun lalu, BACA membukukan penurunan laba bersih menjadi Rp 60,47 miliar. Angka ini turun 24,43% dari sebelumnya Rp 80,02 miliar. Sementara, pendapatan bunga bersih perusahaan tumbuh dari Rp222,95 miliar menjadi Rp 381,41 miliar pada kuartal III 2020.
Selain itu, pihak BACA menyatakan telah mantap untuk masuk ke bank digital. Secara spesifik, nantinya BACA berencana untuk menggarap segmen ritel sebagai fokus bisnisnya.
Sebulan terakhir saham BACA naik 27% dan year to date meroket 80% di level Rp 675/saham.
TIM RISET CNBC INDONESIA