
Yield Treasury AS Lanjutkan Penguatan, Harga SBN Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada perdagangan Rabu (17/3/2021) mayoritas ditutup melemah, seiring kembali naiknya imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) di tengah penantian pelaku pasar terkait hasil rapat bank sentral AS.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun kembali mencetak rekor pada tertinggi baru ke 1,648% pada hari ini. Mayoritas SBN acuan pun kembali dilepas oleh investor hari ini, ditandai dengan kembali meningkatnya imbal hasil (yield) di hampir semua tenor SBN acuan.
Namun kenaikan yield SBN hari ini tidak dialami oleh SBN acuan bertenor 3 tahun dengan kode FR0039, di mana SBN tersebut masih dikoleksi oleh investor pada hari ini dan mengalami penurunan yield sendiri. Yield SBN berkode FR0039 turun sebesar 0,6 basis poin (bp) ke level 5,351%.
Sementara itu, yield SBN seri FR0087 berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik naik 1 bp ke level 6,757%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sore hari ini waktu Indonesia, yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) kembali naik. Berdasarkan data dari situs World Government Bond, yield surat utang pemerintah AS untuk tenor 10 tahun naik 3 basis poin (bp) ke level 1,637%.
Yield Treasury AS saat ini berada di level tertinggi sejak Februari 2020 lalu, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan bank sentral AS (The Fed) belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%.
Kenaikan yield Treasury memicu capital outflow di pasar obligasi Indonesia, sebab selisih dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Tercatat sore hari ini, selisih (spread) antara Treasury tenor 10 tahun dengan SBN berjatuh tempo 10 tahun sebesar 519,5 bp.
Capital outflow di bulan ini cukup besar, di mana berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada periode 1 sampai 15 Maret, investor asing melepas kepemilikan SBN nyaris Rp 20 triliun. Capital outflow tersebut lebih besar ketimbang sepanjang bulan Februari Rp 15 triliun.
Kenaikan yield Treasury sebenarnya bisa berdampak buruk bagi AS, sebab biaya pinjaman kemungkinan akan naik, yang berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam. Oleh karena itu, bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan mengambil langkah guna meredam kenaikan yield Treasury.
The Fed pada rapat kebijakan moneter 16 - 17 Maret waktu setempat diperkirakan akan mengaktifkan kembali Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu, saat terjadi krisis utang di Eropa.
Operasi berkode Twist itu dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.
Hasil rapat kebijakan moneter tersebut baru akan diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia, sehingga pergerakan besar bisa terjadi besok.
CIO BlackRock, Rick Rieder mengatakan konferensi pers ketua The Fed, Jerome Powell, akan menarik untuk dilihat dan bisa menjadi "kegilaan di bulan Maret" bagi pasar, sebab ada kemungkinan Powell akan menjelaskan mengenai kebijakan suku bunga ke depannya.
"Jika Powell (ketua The Fed) tidak mengatakan apapun, itu akan menggerakkan pasar. Jika dia memberikan banyak penjelasan itu akan menggerakkan pasar," kata Rieder, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (16/3/2021).
Selain The Fed, Bank Indonesia (BI) juga mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) mulai hari ini, dan hasilnya akan diumumkan Kamis siang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aksi Ambil Untung di SBN Mulai Mereda, Harga SBN Menguat Lagi
