Selain Yuan China, Rupiah & Mata Uang Asia Lainnya Gugur!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 March 2021 15:51
valas
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (17/3/2021). Dengan pelemahan hari ini, rupiah membukukan penguatan 3 hari beruntun.

Capital outflow yang terjadi di pasar obligasi membuat rupiah tertekan, selain itu pelaku pasar menanti pengumuman hasil rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pada Kamis (18/3/2021) dini hari waktu Indonesia.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.400/US$. Dalam perjalanannya rupiah melemah hingga 0,42% ke Rp 14.460/US$. Rupiah berhasil memangkas pelemahan dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.425/US$, melemah 0,17% di pasar spot.

Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS, hanya yuan China yang mampu menguat, itu pun tipis 0,04% saja.

Hingga pukul 15:07 WIB, dolar Taiwan menjadi yang terburuk dengan melemah 0,22%, disusul dengan rupiah.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Yield obligasi (Treasury) AS yang naik 0,9 basis poin ke 1,6321% membuat dolar AS perkasa. Yield Treasury AS saat ini berada di level tertinggi sejak Februari 2020 lalu, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan bank sentral AS (The Fed) belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%.

Kenaikan yield Treasury memicu capital outflow di pasar obligasi Indonesia, sebab selisih dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Alhasil rupiah menjadi tertekan.

Capital outflow di bulan ini cukup besar, yang membuat rupiah sulit menguat. Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada periode 1 sampai 15 Maret, investor asing melepas kepemilikan SBN nyaris Rp 20 triliun. Capital outflow tersebut lebih besar ketimbang sepanjang bulan Februari Rp 15 triliun.

Capital outflow juga kemungkinan terjadi hari ini melihat yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun yang naik 1,4 basis poin ke 6,761%.

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga turun maka yield akan naik, dan sebaliknya. Saat harga turun, artinya sedang ada aksi jual.

Selain itu, lelang obligasi yang dilakukan pemerintah juga tidak mencapai target belakangan ini, menjadi indikasi kurang menariknya yield yang diberikan.

Terbaru, Selasa kemarin pemerintah melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) dengan target indikatif Rp 30 triliun, tetapi yang dimenangkan hanya Rp 19 triliun.
Selain itu, penawaran yang masuk juga terbilang rendah, hanya Rp 40,1 triliun, turun dari lelang sebelumnnya Rp 49,7 triliun.

Capital outflow dan rendahnya hasil lelang obligasi tersebut sebagai akibat melesatnya yield Treasury AS, sehingga para investor tentunya menginginkan yield yang lebih tinggi di SUN.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Perhatian Tertuju ke The Fed

Kenaikan yield Treasury sebenarnya bisa berdampak buruk bagi Amerika Serikat, sebab biaya pinjaman kemungkinan akan naik, yang berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam. Oleh karena itu, bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan mengambil langkah guna meredam kenaikan yield Treasury.

The Fed pada rapat kebijakan moneter 16 - 17 Maret waktu setempat diperkirakan akan mengaktifkan kembali Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu, saat terjadi krisis utang di Eropa.

Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.

Hasil rapat kebijakan moneter tersebut baru akan diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia, sehingga pergerakan besar bisa terjadi besok.

CIO BlackRock, Rick Rieder mengatakan konferensi pers ketua The Fed, Jerome Powell, akan menarik untuk dilihat dan bisa menjadi "kegilaan di bulan Maret" bagi pasar, sebab ada kemungkinan Powell akan menjelaskan mengenai kebijakan suku bunga ke depannya.

"Jika Powell (ketua The Fed) tidak mengatakan apapun, itu akan menggerakkan pasar. Jika dia memberikan banyak penjelasan itu akan menggerakkan pasar," kata Rieder, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (16/3/2021).

Selain The Fed, Bank Indonesia (BI) juga mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) mulai hari ini, dan hasilnya akan diumumkan Kamis siang. Pergerakan rupiah akan menjadi menarik merespon dua pengumuman kebijakan moneter tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular