
Ekonomi AS Q1 Diperkirakan Meroket, Harga SBN Malah Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada perdagangan Rabu (3/3/2021) mayoritas ditutup menguat, di tengah optimisme pelaku pasar akan pertumbuhan ekonomi yang memicu naiknya imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).
Mayoritas SBN ramai dikoleksi oleh investor, kecuali SBN berkode FR0081 dengan tenor 5 tahun dan SBN seri FR0088 berjatuh tempo 15 tahun yang cenderung dilepas oleh investor hari ini.
Dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN kembali mencatatkan penurunan yield kecuali SBN berkode FR0081 yang naik 0,9 basis poin (bp) ke level 5,691% dan SBN dengan seri FR0088 yang juga naik 0,2 bps ke 6,38%. Sedangkan untuk SBN seri FR0089 bertenor 30 tahun cenderung stagnan di level 6,828%.
Sementara itu, yield SBN dengan seri FR0087 tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali turun 1,7 bp ke level 6,569%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Penurunan kembali yield SBN terjadi di tengah kembali naiknya yield obligasi pemerintah AS (US Treasury Bond) pada sore hari ini waktu Indonesia. Berdasarkan data dari situs World Government Bond, yield surat utang AS naik 3,6 bp ke level 1,434%.
Kenaikan tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan SBN menjadi menyempit. Adapun selisih (spread) yield Treasury AS dengan yield SBN sore hari ini sebesar 522,2 bp.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, kepemilikan asing atas obligasi Indonesia terus mengalami penurunan semenjak yield Treasury AS mengalami kenaikan tajam pada pekan lalu.
Pada 16 Februari lalu, kepemilikan asing atas obligasi Indonesia mencapai Rp 992,91 triliun, sementara pada 1 Maret lalu sebesar Rp 967,97 triliun. Artinya, terjadi capital outflow dari pasar obligasi nyaris Rp 25 triliun selama periode tersebut.
Kenaikan yield Treasury AS yang dilatarbelakangi prospek pertumbuhan ekonomi serta ekspektasi kenaikan inflasi terutama setelah data ekonomi AS terbukti positif. Pertumbuhan ekonomi AS diprediksi akan meroket di kuartal I-2021. Perangkat GDPNow milik Federal Reserve (The Fed) Atlanta menunjukkan PDB di kuartal I-2021 akan tumbuh 10%.
Kalkulasi perangkat tersebut menggunakan data-data ekonomi AS terbaru, sehingga di awal kuartal prediksinya cenderung volatil, dan akan semakin akurat mendekati akhir kuartal. Kuartal I-2020 kini tersisa kurang dari 30 hari lagi, sehingga prediksi GDPNow semakin akurat.
Beberapa data ekonomi AS yang dirilis belakangan ini memang apik. Aktivitas manufaktur di AS yang kembali meningkatkan ekspansi. Institute for Supply Management (ISM) di awal pekan ini melaporkan aktivitas manufaktur yang tercermin dari purchasing managers' index (PMI) naik menjadi 60,8 di bulan Februari, dari bulan sebelumnya 58,7.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi sementara di bawahnya berarti kontraksi. Angka indeks 60,8 merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Laporan dari ISM tersebut menguatkan ekspektasi PDB AS di kuartal I-2021 akan tinggi, para ekonom juga memberikan prediksi yang serupa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aksi Ambil Untung di SBN Mulai Mereda, Harga SBN Menguat Lagi