Habis Treasury Terbitlah Indeks Dolar, Rupiah dkk Terkapar

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 March 2021 15:34
Karyawan menunjukkan pecahan uang dollar di salah satu tempat penukaran uang di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jumat (16/3/2018). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (2/3/2021). Dengan demikian Mata Uang Garuda kini membukukan pelemahan tiga hari beruntun.

Yield (imbal hasil) US Treasury (obligasi AS) yang selama ini menanjak dan menekan rupiah kini sudah berbalik turun. Namun, kini malah indeks dolar AS yang terus menajak, rupiah pun belum lepas dari tekanan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.250/US$. Sempat menguat 0,7%, rupiah kemudian berbalik melemah dan tertekan sepanjang perdagangan. Di penutupan perdagangan rupiah berada di level Rp 14.300/US$, melemah 0,35% di pasar spot.

Tidak hanya rupiah, semua mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS hari ini. Hingga pukul 15:07 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terburuk dengan pelemahan lebih dari 1%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Yield Treasury yang sebelumnya terus menanjak dan menekan rupiah kini sudah menurun.

Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun turun 2,7 basis poin ke 1,4290%. Pada perdagangan Jumat lalu, yield ini juga menurun 5,9 basis poin. Penurunan berlanjut pagi ini sebesar 1,5 basis poin.

Namun, rupiah belum mampu menguat, sebab indeks dolar AS yang kini menanjak. Hingga sore ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut menguat 0,23% ke 91,244, dan sudah menanjak dalam 4 hari terakhir.

Aktivitas manufaktur di AS yang kembali meningkatkan ekspansi membuat dolar Australia kembali perkasa. Institute for Supply Management (ISM) kemarin melaporkan aktivitas manufaktur yang tercermin dari purchasing managers' index (PMI) naik menjadi 60,8 di bulan Februari, dari bulan sebelumnya 58,7.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi sementara di bawahnya berarti kontraksi.

Angka indeks 60,8 merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Hal tersebut tentunya menunjukkan pemulihan ekonomi AS berada di jalur yang tepat.
Sebaliknya, aktivitas manufaktur Indonesia justru mengalami pelambatan.

IHS Markit kemarin melaporkan PMI manufaktur bulan Februari berada di 50,9, turun dari bulan sebelumnya 52,2 yang merupakan ekspansi tertinggi dalam 6,5 tahun terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular