BRIS Masuk Lagi, Depak BBNI di Jajaran 10 Big Cap Terbesar

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
01 March 2021 12:15
Bank Syariah Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai kapitalisasi 10 saham dengan market cap terbesar berubah pekan lalu, setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,76% di level 6.241,8 pada Jumat (26/2/2021). Ada saham yang keluar dan ada yang masuk ke jajaran 10 besar.

Namun, sepanjang pekan lalu, IHSG masih menguat 0,16% dengan nilai perdagangan selama sepekan tercatat sebesar Rp 81,2 triliun. Investor juga masih memborong saham-saham di pasar reguler sebanyak Rp 1,02 triliun sepanjang pekan ini.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga akhir pekan lalu total dari 10 besar kapitalisasi pasar saham-saham big cap kembali turun menjadi Rp 3.077 triliun.

Perkembangan Market Cap Emiten Big Cap 10 Besar (RP T)

No.Emiten26 Februari 2021No.Emiten19 Februari 2021No.Emiten11 Februari 2021
1.Bank Central Asia/BBCA8191.Bank Central Asia/BBCA8331.Bank Central Asia/BBCA840
2.Bank Rakyat Indonesia/BBRI5752.Bank Rakyat Indonesia/BBRI5852.Bank Rakyat Indonesia/BBRI571
3.Telkom/TLKM3463.Telkom/TLKM3183.Telkom/TLKM316
4.Bank Mandiri/BMRI2844.Bank Mandiri/BMRI2954.Bank Mandiri/BMRI300
5.Unilever/UNVR2675.Unilever/UNVR2655.Unilever/UNVR274
6.Astra/ASII2196.Astra/ASII2346.Astra/ASII237
7.Chandra Asri/TPIA1747.Chandra Asri/TPIA1837.Chandra Asri/TPIA193
8.Sampoerna/HMSP1558.Sampoerna/HMSP1598.Sampoerna/HMSP161
9.Bank Syariah Indonesia/BRIS1199.Emtek/EMTK1289.Bank Syariah Indonesia/BRIS117
10.Emtek/EMTK11910.Bank Negara Indonesia/BBNI11110.Emtek/EMTK116

Sumber: BEI, berdasarkan data harga saham, Jumat (26/2/2021)

Berdasarkan data di atas, mayoritas masih mengalami penurunan market cap, hanya 2 saham yang market cap-nya naik.

Seperti biasanya, posisi pertama masih diduduki oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai dengan nilai market cap-nya sebesar Rp 819 triliun atau turun Rp 14 triliun dari pekan sebelumnya.

Selanjutnya, di posisi kedua masih juga dipegang oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai market cap-nya sebesar Rp 575 triliun atau turun Rp 10 triliun.

Sementara itu, market cap PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dengan market cap PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) saling susul-menyusul dan berusaha memperebutkan posisi 10 besar big cap BEI.

Tercatat pada pekan lalu, market cap BRIS lebih unggul dari market cap EMTK dan berhasil menduduki posisi ke-9, sedangkan posisi EMTK berada diurutan ke-10. Adapun market cap BRIS dan EMTK sama-sama sebesar Rp 119 triliun.

Kapitalisasi pasar atau market cap adalah nilai pasar dari sebuah emiten, perkalian antara harga saham dengan jumlah saham beredar di pasar, semakin besar nilai market cap emiten maka pengaruh pergerakannya juga besar terhadap pergerakan IHSG.

Kenaikan harga saham BRIS membuat saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) keluar dari jajaran 10 besar saham dengan nilai kapitalisasi terbesar akhir pekan lalu. 

Kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS diikuti oleh aksi jual saham teknologi di pasar saham AS maupun Asia membuat pergerakan IHSG sedikit tergoyahkan dan hanya melemah dua hari saja, yakni pada Rabu (24/2/2021) dan Jumat akhir pekan ini.

Namun, yang masih sulit dihadapi oleh IHSG hingga saat ini adalah menembus level psikologisnya di 6.300. IHSG berulang kali mencoba menembus level tersebut, namun hanya sebentar dan kembali gagal menembus level tersebut.

Terlepas dari kerja keras IHSG menembus level 6.300-nya, kenaikan yield obligasi pemerintah AS kembali terjadi seiring adanya sinyal positif dari pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam.

Walaupun beberapa kali sempat turun, namun kembali naik yang menandakan bahwa investor obligasi di AS sedang melepas obligasi tersebut.

Berdasarkan data dari situs World Government Bond, yield obligasi pemerintah AS acuan tenor 10 tahun per akhir pekan ini, Jumat (26/2/2021) kembali turun 12,3 basis poin (bp) ke level 1,407%.

Bahkan, pada pekan lalu, yield Treasury tersebut sempat menyentuh level tertingginya dalam kurun waktu satu tahun terakhir, yakni menembus level 1,6%. Padahal di penghujung tahun 2020, imbal hasilnya masih di bawah 1%.

Sebelum turun kembali pada perdagangan akhir pekan lalu, yield Treasury juga sempat turun yang diakibatkan oleh pelaku pasar menerima pernyataan ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell.

Powell mengatakan perekonomian AS masih jauh dari kata pulih dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Oleh karena itu, bantuan dari kebijakan moneter longgar masih diperlukan.

"Perekonomian AS masih jauh dari target inflasi dan pasar tenaga karja kami, dan kemungkinan memerlukan waktu cukup lama untuk mendapatkan kemajuan yang substansial," kata Powell dalam testimoninya di hadapan Komite Perbankan Senat, Kongres AS, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (24/2/2021).

Namun, penurunan yield sepertinya hanya sementara, karena jika dilihat dari trennya, maka yield Treasury AS masih dalam tren kenaikan dan kemungkinan akan kembali naik jika tidak ada kebijakan tertentu yang dapat menghambat lajunya.

 

Imbal hasil yang tinggi juga mendorong investor untuk berpindah dari saham ke obligasi. Sebagai perbandingan imbal hasil dividen (dividen yield) indeks S&P 50-yang premi risikonya lebih tinggi dari obligasi-kini berada di level 1,47%.

"Jika melihat yield riil, mereka terlalu rendah jika mempertimbangkan ekspektasi pertumbuhan dan sepertinya yield riil dalam jangka panjang akan terus menguat seiring dengan membaiknya data ekonomi," tutur Charlie Ripley, perencana investasi senior Allianz Investment Management, sebagaimana dikutip CNBC International.

Kenaikan yield itu juga terjadi di tengah ekspektasi bahwa ekonomi AS akan membaik di tengah vaksinasi dan kucuran stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun. Partai Demokrat sejauh ini berjuang untuk meloloskan stimulus tersebut, yang dibarengi kenaikan upah minimum sebesar US$ 15/pekerja.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular