Saham Bank Mini Makin 'Kesurupan', Jadi Siapa Jawara Sepekan?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
26 February 2021 08:16
Dok Bank Net Syariah
Foto: Bank Bumi Arta (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Saham BANK menjadi pemuncak top gainers selama sepekan di antara saham bank mini lainnya. Sejak awal pekan, BANK tercatat tiga kali berhasil ditutup dengan kenaikan di atas 20%.

Pertama, saham bank yang baru melantai di bursa pada 1 Februari 2021 ini ditutup melesat 21,49% ke Rp 1.470/saham pada Selasa (23/2). Kemudian, terapresiasi 21,43 ke Rp 1.785/saham pada Rabu (24/2) dan melejit 22,69% ke Rp 2.190/saham pada Kamis (22,69).

Pekan lalu, BANK juga masuk urutan kedua top gainers(15-19 Februari 2021) meskipun sempat sahamnya disuspensi (dihentikan sementara) perdagangan pada 17 dan 18 Februari.

Sejak IPO dengan harga perdana Rp 103/saham, harga saham BANK sudah membumbung to the moon sebesar 2.026,21%.

Saham Bank Net Syariah dikendalikan oleh PT NTI Global Indonesia dan tercatat pertama kali atau listing di BEI pada Selasa lalu (2/2/2021) dengan harga perdana Rp 103/saham dan meraih dana IPO (initial public offering/penawaran umum perdana) Rp 515 miliar.

Mengacu dokumen prospektus IPO Bank Net Syariah, manajemen perusahaan menyatakan perusahaan masih dalam tahap penyesuaian terhadap segmen ritel melalui digital banking di mana saat ini BANK fokus dalam pengembangan infrastruktur IT dan produk perbankan digital.

Saham BBYB juga tercatat melesat 63,31% selama sepekan. BBYB masih bisa berada di empat besar di antara saham bank mini lainnya, meskipun disuspensi oleh BEI pada perdagangan kemarin.

Saham BBYB dianggap BEI mengalami peningkatan harga di luar kebiasaan. Pada Selasa (23/2) BBYB ditutup naik menyentuh auto rejection atas (ARA) sebesar 24,76% ke Rp 655/unit. Sementara kemarin, BBYB melonjak 23,55% ke Rp 810/unit.

Dalam seminggu, saham bank yang berdiri pada 1977 ini melonjak 128,81%. Secara year to date (YTD), saham BBYB sudah terbang setinggi 297,79%.

Meroketnya harga saham-saham bank mini di atas tampaknya masih didorong oleh sentimen konsolidasi perbankan yang mewajibkan modal inti bank minimal Rp 2 triliun di tahun ini oleh OJK.

Menurut Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun 2020, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022, sehingga, ada spekulasi, bank-bank yang belum memenuhi ketentuan harus melakukan merger atau akuisisi atau penambahan modal dari pemilik bank tersebut.

Sinyal akan lebih ramainya aksi korporasi berupa merger pada tahun ini sempat dihembuskan Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso.

Menurut Wimboh, dengan mempertimbangkan persaingan industri jasa keuangan ke depan yang akan semakin ketat dengan era digitalisasi, kebutuhan modal juga harus semakin kuat, terutama di sektor perbankan.

"Trennya [di 2021] akan lebih banyak lagi bank yang melakukan akuisisi dan merger," kata Wimboh, dalam pemaparan secara virtual, Selasa (26/1/2021).

Menurut Wimboh, tren konsolidasi industri jasa keuangan diyakini akan lebih cepat dengan. Hal ini terlihat dari belakangan ini ada 4 bank yang sudah melakukan merger untuk meningkatkan daya saingnya di industri.

"4 bank merger dalam rangka itu, apabila bisa memenuhi sendiri silakan. Permodalan ini suatu proses yang dinamis karena kompetisi akan berat dengan teknologi," ujarnya.

NEXT: Tren Bank Digital, Ramai

(tas/tas)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular