Analisis

Pepsi, Lay's & Cheetos Cabut, Bagaimana Nasib Duo Indofood?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
24 February 2021 09:25
Axton Salim. Ist
Foto: Axton Salim. Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Indofood Sukses Makmur (INDF) adalah salah satu perusahaan barang konsumer yang terbesar di Tanah Air. Perusahaan milik Grup Salim ini memiliki bisnis yang menggurita, mulai dari bisnis mi instan, makanan ringan, tepung, perkebunan sawit sampai layanan distribusi.

INDF memiliki empat grup usaha yang menaungi setiap produknya, salah satunya PT Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP).

ICBP memproduksi dan memasarkan berbagai produk barang konsumen, yang menjadi pemimpin pasar di Indonesia. Produk-produk ICBP, seperti mi instan Indomie, Indoeskrim, dan snack Chitato dan Jetz.

Pekan lalu, publik heboh soal kabar akan dihentikannya produksi dan penjualan snack Lay's, Doritos, dan Cheetos di Indonesia.

Hal tersebut lantaran ICBP resmi membeli seluruh saham Fritolay Netherlands Holding B.V (Fritolay) selaku afiliasi dari PepsiCo Inc. (PepsiCo), yang memproduksi ketiga snack di atas, pada Rabu (17/2).

Pascakabar di atas muncul ke permukaan pekan lalu, ICBP melemah tiga kali, yakni -0,85% di Rp 8.750/saham pada Kamis (18/2), -1,71% ke Rp 8.600/saham pada Jumat (19/2).

Kemudian, pada penutupan Selasa kemarin (23/2), saham ICBP juga ditutup melemah 0,87% ke Rp 8.550 saham. Asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar 30,14 miliar kemarin.

Sejak Rabu (17/2), ICBP tercatat hanya menguat pada Senin (22/2), yakni 0,29% ke Rp 8.625.

Mirip dengan anak usahanya, saham INDF juga telah melemah tiga kali sejak enam hari lalu, yakni -0,82% di Rp 6.050/saham pada Kamis (18/2) dan -0,41% di Rp 6.050/saham pada Senin (22/2).

Kemarin, Selasa (23/2), saham INDF stagnan ke Rp 6.050/saham. Asing melakukan net sell INDF sebesar Rp 20,75 miliar.

Sejak sepekan terakhir, INDF hanya menguat pada Jumat (19/2), yakni 0,41% di Rp 6.075.

NEXT: Prospeknya bagaimana?

ICBP memiliki enam divisi kegiatan usaha, yakni divisi mi instan, dairy (produk susu), penyedap makanan. Lainnya, makanan ringan (snack dan biskuit), nutrisi dan makanan khusus dan divisi minuman.

Menurut laporan keuangan unaudited per 30 September 2020, total penjualan neto ICBP dari enam divisi tersebut sebesar Rp 33,90 triliun, meningkat 3,37% dari sebesar Rp 32,79 triliun pada 30 September 2019. Penjualan ICBP sangat ditopang oleh penjualan dari divisi mi instan.

Per 30 September 2020, divisi mi instan meraup porsi penjualan neto tertinggi dibandingkan divisi lainnya sebesar 67,54% atau Rp 22,90 triliun.

Penjualan neto mi instan naik 5,68% dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama, sebesar Rp 21,66 triliun. Sementara itu, ICBP membukukan laba bersih Rp 3,96 triliun naik 1,98% dari Rp 3,88 triliun dari kuartal III tahun 2019.

Adapun divisi makanan ringan berkontribusi sebesar 6,30% atau sebesar Rp 2,14 triliun dari total penjualan ICBP pada kuartal III tahun lalu. Porsi divisi ini turun dari 6,33% atau Rp 2,08 triliun pada kuartal III 2019.

Dihentikannya penjualan Lay's, Cheetos, dan Doritos di Indonesia, tampaknya akan mengubah strategi bisnis ICBP di divisi makanan ringan.

Untuk menjaga pangsa pasar divisi makanan ringannya, ICBP akan memaksimalkan produk snack andalan perusahaan, seperti Chitato, Chiki, Jetz, dan Qtela.

Sebelumnya, manajemen ICBP menyatakan akan berfokus pada penjualan makanan ringan lainnya, seperti keripik kentang dan makanan ringan tradisional lainnya yang diproduksinya setelah perusahaan ini mengakhiri kerja samanya dengan anak usaha PepsiCo.

Corporate Secretary Indofood CBP Gideon A. Putro mengatakan pengembangan merek makanan ringan sendiri menjadi fokus perusahaan untuk tetap menjadi market leader dalam industri makanan ringan dalam negeri.

"Saat ini, kami memiliki merek-merek kami sendiri, seperti Chitato, Qtela, Chiki dan Jetz yang akan terus dikembangkan... ICBP sangat mengerti dengan baik selera dan pilihan makanan ringan dari masyarakat Indonesia, dan akan terus mengembangkan portofolionya untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar," kata Gideon kepada CNBC Indonesia akhir pekan lalu.

Dengan demikian, penjualan ICBP secara total tampaknya tidak akan begitu terpengaruh dengan dihentikannya produksi dan penjualan Lay's, Doritos dan Cheetos di tanah air.

Hal tersebut lantaran penjualan neto total ICBP mayoritas ditopang penjualan mi instan yang mencapai 68% dan porsi penjualan makanan ringan yang tergolong kecil, sebesar 6%, apabila mengacu pada kinerja keuangan kuartal III tahun lalu.

Selain itu, ICB juga akan berfokus pada snack jagoan milik perusahaan untuk menjaga pangsa pasar. 

Terkait dengan langkah ICBP yang resmi membeli seluruh saham Fritolay di PT Indofood Fritolay Makmur (IFL) senilai Rp 494 miliar, maka itu beberapa produksi PepsiCo yang dipasarkan di Indonesia, antara lain Lay's, Doritos, Cheetos harus berhenti.

NEXT: Sumbangan Pinehill

Kabar baiknnya, akuisisi besar-besaran Pinehill oleh ICBP pada tahun lalu berpotensi menjadi katalis positif untuk kinerja Indofood tahun ini dan pada akhirnya menjadi katalis positif bagi pergerakan harga sahamnya.

Sebagai informasi, pada 27 Agustus tahun lalu, ICBP mengumumkan penyelesaian transaksi akuisisi Pinehill Company. Akuisisi ini dilakukan untuk memperluas pangsa pasar perusahaan di luar negeri.

Adapun Pinehill berkegiatan usaha utama sebagai produsen dan distributor mie instan di negara-negara Afrika, Timur Tengah dan Eropa Tenggara.

Pinehill, saat ini tercatat memiliki pangsa pasar yang kuat di 8 negara di kawasan Afrika, Timur Tengah dan Eropa Tenggara dan memiliki sebanyak 12 fasilitas produksi mi instan di 8 negara dengan total populasi 550 juta penduduk dan memiliki jaringan distribusi di 33 negara dengan kapasitas produksi 10 miliar bungkus mi instan.

Menariknya, Pinehill Corpora masih terafiliasi dengan ICBP karena merupakan konsorsium, di mana Anthoni Salim, generasi kedua pemilik Grup Salim, memiliki penyertaan secara tidak langsung sekitar sebesar 49% saham Pinehill Corpora.

Akuisisi ini diketahui memakan dana senilai US$ 2,99 miliar atau setara Rp 41,56 triliun dengan asumsi kurs Rp 13.901 per dolar AS. Untuk pendanaan akuisisi ini sebagian besar diperoleh dari fasilitas pinjaman sindikasi senilai US$ 2,05 miliar (Rp 30,34 triliun, asumsi kurs Rp 14.800/US$).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tunjuk 8 Broker Global, ICBP Grup Salim Rilis Global Bond

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular