Tolong! Rupiah 'Dikeroyok' Mata Uang Asia Hingga Eropa

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 February 2021 13:30
Ilustrasi Koin Rupiah
Ilustrasi Koin Rupiah (AP/Binsar Bakkara)

Jakarta, CNBC Indonesia - NasibĀ rupiah betul-betul apes pekan ini. Rupiah tidak hanya lemas di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), tetapi juga kala berhadapan satu lawan satu melawan mata uang Asia-Eropa.

Sepanjang pekan ini, rupiah melemah 0,64% di hadapan greenback secara point-to-point. Rupiah jadi mata uang terlemah kedua di Asia.

Tidak cuma dolar AS, mata uang utama Asia pun ramai-ramai 'mengeroyok' rupiah. Mata uang Tanah Air hanya menguat di hadapan peso Filipina, tetapi melawan yang lain hasilnya mengenaskan.

Pelemahan rupiah berlanjut di Eropa. Berhadapan dengan euro, poundsterling Inggris, sampai franc Swiss, rupiah tidak berdaya.

Sepertinya faktor domestik menjadi penyebab depresiasi rupiah. Pekan ini, Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur (RGD) dengan hasil suku bunga acuan diturunkan dari 3,75% menjadi 3,5%. Ini adalah suku bunga acuan terendah sepanjang sejarah Indonesia merdeka.

Penurunan suku bunga acuan memang akan ikut menurunkan 'keseksian' aset-aset berbasis rupiah, terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Selisih imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia dan AS tenor 10 tahun terus menyempit, menandakan potensi cuan yang bisa diraup investor berkurang.

Arus modal keluar itu nyata adanya. BI mencatat investor asing melakukan jual bersih Rp 3,54 triliun di pasar keuangan domestik selama periode 15-18 Februari 2021. Terdiri dari jual bersih Rp 2,4 triliun di pasar obligasi pemerintah dan Rp 1,14 triliun di pasar saham.

Ditambah lagi ada sentimen negatif dari laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatat defisit US$ 0,2 miliar pada kuartal IV-2020. Memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang surplus US$ 2,1 miliar.

Transaksi berjalan (current account), yang merupakan bagian dari NPI selain transaksi modal dan finansial, memang membukukan surplus US$ 0,8 miliar atau 0,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2020. Namun surplus ini lebih rendah ketimbang kuartal sebelumnya yaitu US$ 1 miliar (0,4% PDB).

Artinya, pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa memang masih berlebih. Namun tidak semelimpah sebelumnya. Apalagi transaksi modal dan finansial malah defisit US$ 0,9 miliar. Pasokan valas tidak lagi melimpah, tetapi mulai menyusut.

Ditopang oleh pasokan devisa yang menpis, prospek rupiah menjadi samar-samar. Fundamental penyokong rupiah tidak sekuat dulu sehingga investor pun menjaga jarak.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular