
Kontrak Berjangka Indeks Saham AS Bergerak Variatif

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) bergerak fluktuatif pada perdagangan Rabu (17/2/2021), setelah indeks Dow Jones menyentuh rekor tertingginya kemarin.
Kontrak futures indeks Dow Jones Industrial Average dan indeks S&P 500 kompak melemah 0,1%. Namun, kontrak serupa indeks Nasdaq menguat 0,2%.
Saham Verizon menjadi pencetak reli tertinggi dengan melesat 4% di sesi pra-pembukaan setelah Berkshire Hathaway mengumumkan kepemilikan di raksasa telekomunikasi tersebut. Perusahaan milik triliuner Warren Buffett merogoh kocek lebih dari US$ 8 miliar di kuartal IV-2020.
Di sisi lain, saham Chevron menguat 3% di sesi pra-pembukaan setelah Berkshire juga menambah kepemilikan di perusahaan energi tersebut pada kuartal kemarin.
Indeks Dow Jones melesat ke level tertingginya, sementara indeks S&P 500 melemah 0,06% dan Nasdaq tertekan 0,34%. Saham Apple menjadi pemberat utama indeks tersebut setelah harga sahamnya terpelanting 1,6%.
"Jika anda memperhatikan aturan historis, valuasi sudah longgar. Namun, kami belum pernah melihat imbal hasil obligasi pada 1,3% dan sekarang kita di wilayah abu-abu sehingga kenaikan rasio harga saham bisa diterima jika mengacu pada pelemahan suku bunga acuan," tutur Scott Black, pendiri Delphi Management, sebagaimana dikutip CNBC International.
Di sisi lain, lanjut dia, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan semakin akomodatif... mereka akan mempertahankan suku bunga rendah, sehingga pelaku pasar mendapatkan dorongan untuk terus melanjutkan reli.
Imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun kemarin naik 9 basis poin sehingga melewati angka 1,3%-yang merupakan level tertinggi sejak Februari 2020. Imbal hasil obligasi tenor 30 tahun juga menyentuh level tertinggi dalam setahun. Kenaikan imbal hasil mengindikasikan harga yang turun, pertanda bahwa investor cenderung melepas aset minim risiko ini.
Pelaku pasar Wall Street yakin bahwa kenaikan suku bunga acuan bisa mendorong investor berpindah dari saham ke obligasi, yang bisa menekan saham teknologi sebagai saham yang selama ini diuntungkan dari rezim suku bunga rendah.
Dari sisi korporasi, hotel Hilton akan melaporkan kinerja keuangannya. Sementara dari data ekonomi, investor akan mencermati data-data yang bisa mengindikasikan adanya pemulihan ekonomi.
Pemerintah AS akan merilis data penjualan ritel. Ekonom dalam survey Dow Jones memprediksi penjualan ritel akan naik 1,2% pada Januari, setelah melemah 0,7% pada Desember.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Analis: Koreksi IHSG Terimbas Pelemahan Wall Street