Beda SWF Jokowi dengan Singapura & Malaysia: Sumber Duitnya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 February 2021 15:38
dolar-Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik para direksi pengelola dana kesejahteraan negara (Sovereign Wealth Fund/SWF). Ini menjadi momentum bersejarah, untuk kali pertama Indonesia memiliki SWF yang mengelola kekayaan negara dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berikut lima direksi SWF yang diperkenalkan langsung oleh Jokowi:

  1. Ridha DM Wirakusumah (Dirut PT Bank Permata Tbk/BNLI) sebagai CEO.
  2. Arief Budiman (mantan Direktur Keuangan Pertamina) sebagai Deputy CEO.
  3. Stefanus Ade Hadiwidjaja (Managing Director of Creador) sebagai Chief Investment Officer.
  4. Marita Alisjahbana (Country Risk Manager Indonesia Citi) sebagai Chief Risk Officer.
  5. Eddy Porwanto (eks Dirkeu PT Garuda Indonesia Tbk/GIAA, sebagai Chief Financial Officer.

"Saya perlu menegaskan bahwa lembaga pengelola investasi atau INA ini mempunyai posisi yang sangat strategis dalam percepatan pembangunan yang berkelanjutan, meningkatkan dan mengoptimalkan nilai aset negara jangka panjang, dan menyediakan alternatif pembiayaan bagi pembangunan nasional berkelanjutan. Keberadaan INA akan mengurangi kesenjangan kemampuan pendanaan domestik dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan. INA akan menjadi mitra strategis baik para investor dalam dan luar negeri agar tersedia pembiayaan yang cukup, khususnya program pembangunan infrastruktur nasional," papar Jokowi.

INA berbeda dengan SWF di negara-negara lain. INA mengumpulkan dana dari para investor (baik dalam dan luar negeri) untuk dikelola. INA berposisi mirip investment banking, mengelola dana nasabah agar bisa memperoleh keuntungan bersama.

Sebagai modal awal, INA mendapat suntikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 15 triliun. Dengan setoran modal dari berbagai investor, modal ini diperkirakan bisa 'beranak' sampai US$ 15 miliar (sekira Rp 208,12 triliun dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 13.875 seperti kurs tengah Bank Indonesia tertanggal 16 Februari 2021).

Duit dari INA akan dipakai sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional. Jadi tidak hanya dari perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), hibah, dan utang, kini Indonesia punya sumber lain untuk membiayai pembangunan. Menaruh telur memang seharusnya jangan hanya di satu keranjang bukan?

Halaman Selanjutnya --> Di Singapura, SWF Kelola Cadangan Devisa

Seperti sudah disinggung sebelumnya, INA berbeda dengan beberapa SWF negara lain. Di Singapura, misalnya, SWF diberi nama GIC Private Limited. GIC dibentuk pada 1981 dan kini sudah mengelola aset senilai lebih dari US$ 100 miliar yang tersebar di 40 negara.

Dalam 20 tahun terakhir hingga Maret 2020, keuntungan riil yang diperoleh GIC rata-rata adalah 2,7% per tahun. Keuntungan nominalnya lebih besar dari itu yakni 4,6% per tahun.

Aset GIC tersebar di banyak instrumen, mulai dari saham di bursa negara-negara maju, saham di bursa negara berkembang, obligasi pemerintah, sampai properti. Per Maret 2020, investasi terbesar ada di obligasi dan uang tunai.

GICSumber: Laporan Tahunan GIC 2019/2020

"Pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan valuasi di perekonomian dunia. Oleh karena itu, kami mengurangi risiko portofolio dengan menurunkan alokasi di saham dan mengutamakan uang tunai. Variasi aset ini mengarah ke defensif untuk menghadapi pandemi, sehingga portofolio kami bisa bertahan di tengah volatilitas pasar yang tinggi," sebut laporan tahunan GIC periode 2019/2020.

Kalau INA mendapat modal dari suntikan para investor, maka GIC sepenuhnya mengelola cadangan devisa Singapura. Per Januari 2021, cadangan devisa Negeri Singa berjumlah US$ 367,12 miliar.

Di Indonesia, cadangan devisa dikelola oleh Bank Indonesia (BI). Salah satu penggunaan cadangan devisa adalah stabilisasi nilai tukar rupiah.

Contoh kedua adalah Malaysia, yang punya SWF bernama Khazanah Nasional Bhd. Khazanah juga berstatus sebagai super holding dari perusahaan milik negara di Negeri Harimau Malaya. Jadi sumber utama uang Khazanah adalah dari saham anak-anak perusahaannya yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Malaysia.

Di Indonesia, sebagian keuntungan BUMN akan masuk ke kas negara dalam bentuk PNBP. Tahun ini, target setoran dividen BUMN ke APBN mencapai Rp 26,1 triliun.

Per 31 Desember 2019, grup Khazanah membukukan nilai aset bersih (Net Asset Value/NAV) MYR 73,1 miliar atau sekitar Rp 251,74 triliun. Tumbuh 8,3% dari tahun sebelumnya, di atas target yaitu 3% seperti rata-rata inflasi Malaysia dalam lima tahun terakhir.

Seperti halnya GIC, Khazanah juga berinvestasi di berbagai aset di dalam maupun luar negeri. Per akhir Desember 2019, sebagian besar portofolio Khazanah ditempatkan di perusahaan publik di Malaysia seperti Astro, Axiata, dan CIMB.

khazanahSumber: Khazanah Report 2019

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular