Winter is Ending, Pantes Harga Batu Bara Mulai Melandai

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 February 2021 09:50
A pile of coal is seen at a warehouse of the Trypillian thermal power plant, owned by Ukrainian state-run energy company Centrenergo, in Kiev region, Ukraine November 23, 2017. Picture taken November 23, 2017. REUTERS/Valentyn Ogirenko
Foto: REUTERS/Valentyn Ogirenko

Jakarta, CNBC Indonesia - Musim dingin di China segera berakhir, harga batu bara tampak mulai melandai. Pada perdagangan Senin (15/2/2021), harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle turun hampir 2%. 

Kontrak yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka tersebut kini dipatok di US$ 83,35/ton. Salah satu sentimen positif yang mengerek harga batu bara adalah musim dingin di China. 

Umumnya, musim dingin di Negeri Panda terjadi sejak Desember hingga Februari. Saat musim dingin tiba kebutuhan akan pemanas ruangan meningkat. Permintaan terhadap listrik pun ikut terkerek. Apalagi momentumnya bertepatan dengan perayaan tahun baru Imlek. 

Di saat permintaan listrik meningkat akibat geliat ekonomi di China, pasokan batu bara domestiknya tidak mencukupi kebutuhan. Alhasil harga batu bara domestik China meroket.

Namun dengan adanya relaksasi impor serta pemerintah yang terus mendorong kenaikan produksi, harga batu bara China berangsur turun. 

Hubungan Australia dengan China yang tak akur justru menguntungkan Indonesia sebagai salah satu pemasok batu bara untuk Negeri Panda. Hal ini juga disampaikan oleh lembaga pemeringkat utang global Fitchratings.

Impor batu bara China melonjak menjadi 39,08 juta ton pada Desember 2020 dari 2,77 juta ton tahun sebelumnya karena Beijing melonggarkan pembatasan impor untuk mengurangi kendala pasokan di dalam negeri di tengah musim dingin yang ekstrem serta adanya peningkatan aktivitas ekonomi.

Lebih lanjut Fitchratings melaporkan impor batu bara China tahun 2020 naik 1,4% (yoy) menjadi 304 juta ton dibanding tahun sebelumnya. Ini merupakan impor tertinggi sejak 2014. Total pembangkit listrik termal naik 6,6% dan 9,2% (yoy) masing-masing pada November dan Desember 2020.

Produksi batu bara China turun 0,1% yoy pada tahun 2020. Produksi di Mongolia Dalam, provinsi penghasil batu bara terbesar di negara itu pada tahun 2019, turun sebesar 3% (yoy) pada tahun 2020 meskipun ada pembalikan kebijakan pemerintah pada bulan Oktober untuk meningkatkan produksi menjelang musim dingin.

Output Mongolia Dalam kemudian naik 9% (yoy) ke rekor tertinggi 97,8 juta ton pada Desember 2020. Pemerintah pada Januari 2021 juga mendesak semua produsen batu bara untuk beroperasi pada kapasitas maksimum selama mereka dapat memastikan keamanan tambang.

Penambang batu bara Indonesia menjadi pihak yang diuntungkan atas impor China yang kuat. Indeks  harga batu bara Indonesia 4.200 kcal/kg naik menjadi US$ 45/ ton pada Januari 2021 dari rata-rata US$ 26/ton dalam tujuh bulan hingga November 2020.

Lonjakan tersebut kemungkinan hanya akan berlangsung singkat, meskipun Fitch mengharapkan harga rata-rata 2021 sebesar itu. lebih tinggi dari tahun 2020 sebesar US$ 32,5/ ton.

Fitch juga mengharapkan sebagian besar produsen batu bara Indonesia meningkatkan produksi pada kuartal pertama 2021 sebagai tanggapan atas permintaan dan harga yang lebih baik.

Namun, hujan lebat dan banjir di beberapa bagian Kalimantan  sebagai daerah penghasil utama batu bara Indonesia  dapat menghambat upaya beberapa penambang batu bara.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Musim Dingin Bakal Berlalu, Batu Bara Malah Dekati US$ 90

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular