
Dolar AS Lesu, Rupiah Bisa Lari Kencang tapi Awas Terpeleset!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat cukup tajam, 0,43%, melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 13.910/US$ pada perdagangan Senin kemarin.
Lesunya dolar AS menjadi pemicu utama penguatan rupiah. Indeks dolar AS kemarin sempat turun 0,24%, sementara sepanjang pekan lalu jeblok 0,62%.
Pada hari ini, Selasa (16/2/2021) indeks yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini kembali turun 0,19% yang membuka peluang berlanjutnya penguatan rupiah.
Meski demikian, posisi rupiah yang berada di bawah Rp 14.000/US$, serta Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan suku bunga Kamis nanti berisiko memicu aksi ambil untung, Sebab BI sebelumnya memberikan sinyal peluang suku bunga kembali diturunkan, sebab pemulihan ekonomi Indonesia masih di bawah ekspektasi BI.
Pada kuartal IV-2020, ekonomi Indonesia tumbuh -2,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). BI sempat memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air bisa tumbuh positif pada kuartal pamungkas tahun lalu.
"Sejujurnya ini di bawah ekspektasi. Memang arahnya ada perbaikan, tetapi tidak secepat yang kami perkirakan," tutur Gubernur BI Perry Warijyo dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR
Oleh karena itu, Perry mengungkapkan bahwa bank sentral membuka peluang untuk menurunkan suku bunga acuan demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun apakah ruang itu akan dimanfaatkan atau tidak, tergantung dinamika nilai tukar rupiah.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.
Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.
Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu, indikator stochastic sudah masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Masuknya stochastic ke wilayah oversold tentunya memperbesar risiko pelemahan rupiah.
Support terdekat berada di Rp 13.900/US$, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke level psikologis Rp 14.000/US$. Jika dilewati, Mata Uang Garuda berisiko melemah lebih jauh.
Sementara itu jika support ditembus rupiah berpotensi menguat ke Rp 13.855/US$, yang merupakan level terkuat di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!
