
Sempat Tembus Rp 13.800-an/US$, Rupiah Terbaik di Asia

Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 mencatat surplus. Impor masih mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sementara ekspor tumbuh cukup tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 mencatat surplus. Impor masih mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sementara ekspor tumbuh cukup tinggi.
Kepala BPS Suhariyanto melaporkan nilai impor bulan lalu adalah US$ 13,34 miliar. Turun 6,49% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).
Dengan nilai ekspor yang sebesar US$ 15,3 miliar, maka neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 1,96 miliar. Surplus neraca perdagangan sudah terjadi selama sembilan bulan beruntun.
"Terjadi penurunan impor migas 21,9% YoY dan barang non-migas sebesar 4% YoY. Ekspor naik bagus, impor masih kontraksi 6,49% YoY," kata Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto.
Dengan neraca dagang yang masih membukukan surplus, transaksi berjalan (current account) kemungkinan juga masih akan surplus di kuartal I-2021. Surplus transaksi berjalan tersebut akan menjadi modal bagi rupiah untuk menguat.
Meski demikian, fokus di pekan ini tertuju ke Bank Indonesia (BI). Ada sinyal kemungkinan BI akan kembali memangkas suku bunga. Artinya jika benar dipangkas, spread suku bunga dengan The Fed akan menipis, hal tersebut tentunya tidak akan menguntungkan rupiah, sehingga kemungkinan besar rupiah masih akan berada di atas Rp 14.000/US$.
Gubernur BI Perry Warijyo memberi petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, orang nomor satu di MH Thamrin itu menyiratkan kekecewaan terhadap kinerja perekonomian nasional.
Pada kuartal IV-2020, ekonomi Indonesia tumbuh -2,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. BI sempat memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air bisa tumbuh positif pada kuartal pamungkas tahun lalu.
"Sejujurnya ini di bawah ekspektasi. Memang arahnya ada perbaikan, tetapi tidak secepat yang kami perkirakan," tutur Perry, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, Perry mengungkapkan bahwa bank sentral membuka peluang untuk menurunkan suku bunga acuan demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun apakah ruang itu akan dimanfaatkan atau tidak, tergantung dinamika nilai tukar rupiah.
Untuk saat ini, nilai tukar rupiah cenderung bergerak stabil melawan dolar AS.
"Jika ditanya apakah kami punya ruang untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut, kami punya ruang. Namun kami akan melihat berbagai kemungkinan, termasuk menjaga stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar rupiah dan bagaimana kami bisa lebih efektif dalam membantu pemulihan ekonomi," jelas Perry.
Saat ini BI 7 Day Reverse Repo Rate ada di 3,75%. BI akan mengumumkan hasil rapat kebijakan moneter pada Kamis (18/2/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
