
Resesi Singapura Berlanjut, Dolarnya Turun ke Rp 10.500/SG$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura melemah melawan rupiah pada perdagangan Senin (15/2/2021) setelah rilis data pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan Negeri Merlion masih belum lepas dari resesi.
Melansir data Refinitiv, dolar Singapura pagi ini merosot 0,35% ke Rp 10.500,85/SG$ di pasar spot, sebelum rebound dan berada di level Rp 10.508,01/SG$, melemah 0,28% pada pukul 11:14 WIB.
Pemerintah Singapura hari ini melaporkan data final produk domestik bruto (PDB) kuartal IV 2020 yang masih menunjukkan kontraksi (tumbuh negatif) 2,4% dari tahun sebelumnya atau secara year-on-year (YoY).
Dengan demikian, PDB Singapura sudah berkontraksi selama 4 kuartal beruntun, sehingga masih belum lepas dari resesi. Suatu negara dikatakan mengalami resesi jika mengalami kontraksi PDB dalam 2 kuartal beruntun secara year-on-year.
Sepanjang 2020, perekonomian Singapura mengalami kontraksi sebesar 5,4%, menjadi yang terburuk sepanjang sejarah.
Selain itu, pelaku pasar saat ini menanti rilis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Singapura, yang diperkirakan tidak akan seperti biasanya, sebab akan menunjukkan defisit di awal pemerintahan baru.
"Ini (APBN) yang tidak biasa sebab pemerintahan yang baru biasanya mengawali dengan surplus APBN yang besar," kata Kim Eng, ekonom di Maybank dalam laporan bulan Januari, sebagaimana dilansir CNBC International Senin (15/2/2021).
Singapura pada Juli 2020 lalu mengadakan pemilihan umum, artinya tahun 2021 menjadi APBN pertama pemerintahan Perdana Menteri Lee Hsien Loong yang memperpanjang periode pemerintahannya.
Defisit anggaran tersebut terjadi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang melanda dunia. Pemerintah Singapura di bawah komando PM Lee Hsien Loong menggelontorkan stimulus fiskal senilai SG$ 90 miliar, atau sekitar 20% dari PDB.
Kim Eng memprediksi defisit APBN sekitar 4% dari PDB, sementara ekonom dari bank DBS, Irvin Seah, memproyeksikan defisit yang lebih kecil, sekitar 2,1% sampai 2,5% PDB.
"Mengawali tahun fiskal dengan merah bisa menjadi tantangan di tengah ketidakpastian di tahun-tahun berikutnya," tulis Seah dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gegara Ini Rupiah Sulit Tumbangkan Dolar Singapura
