Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini, pasar keuangan Indonesia bergerak bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah sama-sama menguat sepanjang pekan ini. Sementara untuk obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN) bergerak sebaliknya.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini melesat 1,15% atau 70,8 poin dari posisi akhir pekan lalu ke 6.222,521 pada penutupan Kamis (11/1/2021). Bursa libur pada Jumat untuk memperingati hari raya Tahun baru China (Imlek).
Nilai perdagangan selama sepekan tercatat sebesar Rp 72,1 triliun, dengan 75,2 milir saham berpindah tangan sebanyak 6,6 juta kali. Investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 573,8 miliar.
Hanya satu dari 4 hari perdagangan sepekan ini yang diwarnai dengan koreksi bursa, yakni pada Selasa (9/2/2021), sebesar 0,44% atau 27,2 poin. Koreksi tersebut tidak cukup menggerogoti reli Senin yang mencapai 57,1 poin.
Sementara itu, Pergerakan rupiah sepekan ini terhitung prima dengan langsung masuk level psikologis 13.000 dan konsisten menguat dalam 4 hari perdagangan. Libur hari raya Tahun baru China (Imlek) juga menjadi penolong rupiah karena indeks dolar AS tercatat menguat pada Jumat (12/2/2021) kemarin.
Pada Kamis, Mata Uang Garuda bertengger di level 13.970 per dolar AS, atau menguat tipis 0,07% secara harian. Secara mingguan, rupiah juga terapresiasi, yakni sebesar 0,36% dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu pada Rp 14.020 per dolar AS.
Namun, untuk obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN) sepanjang pekan ini tertekan, sebagaimana terlihat dari penguatan imbal hasilnya (yield) yang mengindikasikan investor cenderung meninggalkan aset aman (safe haven), di tengah ekspektasi pemulihan ekonomi berkat vaksinasi.
Optimisme pelaku pasar akan outlook ekonomi Indonesia memicu aksi jual aset minim risiko itu pada Kamis (11/2/2021), sebagaimana terlihat dari penguatan imbal hasil (yield) SBN bertenor 10 tahun yang menjadi acuan (benchmark) di pasar.
Yield obligasi berkode FR0087 tersebut pada Kamis bertambah 0,5 basis poin (bp) ke level 6,241%. Secara mingguan, posisi yield tersebut juga naik, yakni sebesar 7,6 bp, dibandingkan Jumat pekan lalu yang sebesar 6,165%, alias harganya melemah.
Imbal hasil bergerak berkebalikan dari harga obligasi, sehingga kenaikan imbal hasil mengindikasikan koreksi harga dan sebaliknya. Perhitungan imbal hasil dilakukan dalam basis poin yang setara dengan 1/100 dari 1%.
Secara umum, seluruh SBN berbagai tenor masih mencatatkan pelemahan harga secara mingguan. Penguatan yield yang terbesar menimpa obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Sebaliknya, koreksi imbal hasil terjadi pada SBN tenor 3 dan 25 tahun.
Yield obligasi tenor pendek yakni 3 tahun melemah 2,9 bp ke 4,632% sementara yield obligasi tenor 25 tahun (seri FR0067) melemah sangat tipis, yakni 0,1 basis poin. Dengan kata lain, penguatan harga keduanya cenderung tipis.
Lalu bagaimanakah sentimen pekan depan?
Pekan depan, pasar perlu mencermati sentimen yang dapat mempengaruhi pergerakan bursa saham acuan global (Wall Street).
Ada setidaknya tiga sentimen yang dapat mempengaruhinya, yakni perkembangan stimulus, laporan keuangan emiten, dan pengumuman risalah rapat bank sentral AS (The Federal Reserve) terkait inflasi dan suku bunga.
"Pasar menanti seberapa besar paket stimulus. Ini sangat penting. Demokrat bisa merealisasikannya lewat rekonsiliasi," kata Quincy Krosby, analis dari Prudential Financial kepada CNBC.
Krosby mengatakan Demokrat bisa meloloskan RUU tersebut melalui mayoritas sederhana, daripada harus negosiasi untuk mencapai kesepaktan bipartisan dengan Republikan.
Pasar tadinya mengantisipasi paket stimulus yang disetujui bakal berada di kisaran US$1 triliun, lebih rendah dari yang diinginkan Presiden Joe Biden sebesar US$ 1,9 triliun.
Namun, tampaknya Republikan mulai menghangat dan pada akhirnya, pasar memperkirakan stimulus akan ada di tengah di angka US$ 1,5 triliun.
Voting RUU Stimulus direncanakan 22 Februari dan bisa diundang-undangkan awal Maret.
Pengesahan RUU Stimulus diperkirakan juga bakal meningkatkan inflasi. The Fed mengatakan masih menoleransi inflasi di atas target 2%. Inflasi tahunan ada di 1,4% pada Januari lalu.
Pasar juga menantikan data perumahan. Asosiasi Nasional Pembangunan Rumah akan meluncurkan indeks pasar properti pada hari Rabu, diikuti oleh data penjualan rumah dan perizinan bangunan dari pemerintah pada hari Kamis. Asosiasi Realtor Nasional akan mengumumkan data penjualan rumah pada hari Jumat depan.
Pada hari Kamis, DPR AS akan melakukan rapat dengar pendapat terkait fenomena saham GameStop dan short sell. CEO Robinhood, Melvin Capital dan Citadel adalah beberapa nama yang akan dipanggil.
Selain dari sentimen dari Negeri Paman Sam, sentimen lainnya berupa perilisan data ekonomi penting juga perlu dicermati oleh pasar.
Di hari pertama pekan depan (15/2/2021), Jepang akan merilis data pertumbuhan ekonominya. Ekonomi Jepang diprediksi akan mengalami kontraksi yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan pada kuartal I-2020, berdasarkan polling dari Reuters.
Pembatasan sosial yang masih berlangsung di Negeri Sakura untuk menahan pandemi Covid-19, pendapatan perusahaan dan konsumsi rumah tangga anjlok.
Melansir Reuters, Jumat (12/2/2021) mayoritas analis keputusan untuk melanjutkan Olimpiade di Tokyo, hanya akan berdampak kecil pada ekonomi. Meskipun sebagian besar proyek konstruksi besar telah selesai, tapi jumlah penonton diperkirakan mungkin terbatas.
Ekonomi terbesar ketiga di dunia ini diperkirakan akan kotraksi 5,0% secara tahunan pada kuartal I-2021, berdasarkan survei yang dilakukan 1-10 Februari, terhadap 37 ekonom. Angka ini kontraksi ini dua kali lipat lebih besar dari kontraksi sebesar 2,4% yang diproyeksikan bulan lalu.
Penurunan peringkat ini sebagian besar disebabkan oleh keputusan pemerintah pada bulan Januari untuk memberlakukan pembatasan baru guna memerangi lonjakan infeksi di Tokyo dan beberapa prefektur lainnya.
"Dengan keadaan darurat, belanja konsumen yang lemah terbukti menjadi penghambat utama pertumbuhan," kata kepala ekonom di Norinchukin Research Institute, Takeshi Minami.
"Ekonomi diperkirakan akan pulih pada kuartal kedua dan tumbuh setelahnya, tetapi dengan kecepatan yang moderat karena pandemi tetap menjadi risiko," ujarnya.
Analis memperkirakan ekonomi Jepang menyusut 5,3% pada tahun fiskal saat ini yang berakhir pada Maret sebelum berkembang naik 3,6% pada tahun berikutnya.
Di lain sisi, setelah ekonomi Inggris pada tahun 2020 menunjukkan kontraksi sebesar 9,9%, pada pekan depan juga Inggris akan merilis tingkat inflasinya untuk periode Januari 2021.
Trading Economics memperkirakan inflasi Inggris pada Januari 2021 turun menjadi 0,4% secara tahunan (year-on-year/YoY). Sedangkan secara bulanan (month-on-month), diperkirakan inflasi Inggris juga turun menjadi -0,5% pada Januari 2021.
Sebelumnya, perekonomian Inggris dilaporkan mengalami kontraksi sebesar 9,9% untuk tahun 2020. Kontraksi perekonomian ini merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang merusak aktivitas ekonomi.
Dilaporkan CNBC, menurut Office for National Statistics, produk domestik bruto (PDB) tumbuh sebesar 1% pada kuartal terakhir 2020.
Ini disebabkan karena pemerintah memutuskan untuk memberlakukan kembali pembatasan wilayah (lockdown) secara nasional karena naiknya jumlah kasus aktif virus corona (Covid-19).
Angka kontraksi ini lebih rendah dari prediksi ekonom yang disurvei oleh Refinitiv yang memperkirakan penurunan tahunan 8% dengan ekspansi kuartal keempat 0,5%.
Selain itu pula, rilis data indeks manager pembelian (Purchasing Manager' Index/PMI) manufaktur untuk periode Februari 2021 di beberapa negara juga akan dirilis pada pekan depan.
Dari dalam negeri, pada awal pekan depan, data ekonomi yang akan dirilis adalah data neraca perdagangan untuk periode Januari 2021.
Neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2021 diperkirakan masih membukukan surplus. Ekspor tumbuh tinggi sementara impor masih terkontraksi (tumbuh negatif)
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia periode Januari 2021 pada 15 Februari 2021 besok.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 14,49% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).
Sementara ekspor diperkirakan tumbuh -2,4% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mencatat surplus US$ 1,78 miliar.
Institusi | Pertumbuhan Ekspor (%YoY) | Pertumbuhan Impor (%YoY) | Neraca Perdagangan (US$ Juta) |
Bank Danamon | 12.79 | 0.17 | 1082 |
ING | 5.3 | -2.4 | 422 |
Bank Mandiri | 16.73 | -0.06 | 1651.12 |
CIMB Niaga | 10 | -15.9 | 3000 |
Citi | 16.8 | -4.2 | 2.25 |
Mirae Asset | 24 | 6 | 1780 |
BNI Sekuritas | 17.23 | -2.28 | 2050 |
BCA | 14.49 | -3.8 | 1880 |
Maybank Indonesia | 13.68 | -5.04 | 1947 |
MEDIAN | 14.49 | -2.4 | 1780 |
Dibandingkan Desember 2020, ekspor tumbuh sedikit melambat karena itu terjadi pertumbuhan 14,63%. Sedangkan impor Januari 2021 terkontraksi lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya yang -0,47%. Surplus neraca perdagangan juga menipis dari US$ 2,1 miliar menjadi US$ 1,78 miliar.
Selain data neraca dagang yang diramal masih surplus, pada pekan depan Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) terkait kebijakan suku bunga pada Februari 2021.
Gubernur Perry Warjiyo dan rekan dijadwalkan mengumumkan hasil RDG pada 18 Februari 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih akan tetap bertahan di 3,75%.
Suku bunga acuan sudah berada di 3,75% sejak November tahun lalu. Sepanjang 2020, BI sudah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 125 basis poin (bps).
TIM RISET CNBC INDONESIA