
Kasus Covid Melandai, Harga Mayoritas Obligasi Tertekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah sepekan ini tertekan, sebagaimana terlihat dari penguatan imbal hasilnya (yield) yang mengindikasikan investor cenderung meninggalkan aset aman, di tengah ekspektasi pemulihan ekonomi berkat vaksinasi.
Optimisme pelaku pasar akan outlook ekonomi Indonesia memicu aksi jual aset minim risiko itu pada Kamis (11/2/2021), sebagaimana terlihat dari penguatan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun-yang menjadi acuan (benchmark) di pasar.
Yield obligasi berkode FR0087 tersebut pada Kamis bertambah 0,5 basis poin (bp) ke level 6,241%. Secara mingguan, posisi yield tersebut juga naik, yakni sebesar 7,6 bp, dibandingkan Jumat pekan lalu yang sebesar 6,165%, alias harganya melemah.
Imbal hasil bergerak berkebalikan dari harga obligasi, sehingga kenaikan imbal hasil mengindikasikan koreksi harga dan sebaliknya. Perhitungan imbal hasil dilakukan dalam basis poin yang setara dengan 1/100 dari 1%.
Secara umum, seluruh SBN berbagai tenor masih mencatatkan pelemahan harga secara mingguan. Penguatan yield yang terbesar menimpa obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Sebaliknya, koreksi imbal hasil terjadi pada SBN tenor 3 dan 25 tahun.
Yield obligasi tenor pendek yakni 3 tahun melemah 2,9 bp ke 4,632% sementara yield obligasi tenor 25 tahun (seri FR0067) melemah sangat tipis, yakni 0,1 basis poin. Dengan kata lain, penguatan harga keduanya cenderung tipis.
Obligasi pemerintah merupakan aset pendapatan tetap yang seringkali dinilai sebagai aset safe haven. Ia diburu ketika pelaku pasar merasa kondisi ekonomi sedang buruk, dan sebaliknya ditinggalkan ketika investor berani masuk ke bursa saham karena ekonomi dinilai aman.
Stimulus pemerintah AS senilai US$ 1,9 triliun di tengah vaksinasi memicu ekspektasi bahwa perekonomian akan pulih lebih cepat, sehingga imbal hasil SBN 10 tahun di AS sempat menguat melewati 1% alias harganya turun karena ditinggal pemodal.
Di Indonesia, kabar melandainya kasusĀ baru Covid-19 ke leveĀ 8.000 per hari (dari sebelumnya 10.000 per hari) juga memicu pemodal untuk lebih agresif dengan memburu aset berisiko di bursa saham, mengurangi portofolio mereka di aset aman seperti emas dan obligasi sehingga keduanya cenderung melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%